Tanya :
Jumat, 19 Agustus 2022
Hukum bagi perempuan yang sedang haid menyentuh dan membaca mushaf al-Quran?
Shaum Tasu'a Asyura
Shaum Tasu'a Asyura
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa pada hari Asyura dan memerintahkan berpuasa. Para shahabat berkata:”Ya Rasulullah, sesungguhnya hari itu diagungkan oleh Yahudi.” Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Di tahun depan insya Allah kita akan berpuasa pada tanggal sembilan.”, tetapi sebelum datang tahun depan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat. (HR Muslim)
Jangan lupa, shaum tasu'a asyura pada 9 dan 10 Muharram bertepatan dengan 7 dan 8 Agustus 2022, pada hari Ahad dan Senin.
وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَقَالَ يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang puasa di hari Asyura, maka beliau menjawab : “Puasa itu bisa menghapuskan (dosa-dosa kecil) pada tahun kemarin” (HR Muslim)
shaum 11 muharam ?
disunnahkan shaum tiga hari sekaligus, yaitu 9, 10 dan 11 Muharram. Jadi, jika tidak sempat tanggal 9 dan 10, maka bisa memilih tanggal 10 dan 11 untuk shaum. Benarkah pendapat ini? Hemat kami pendapat ini mengacu kepada salah satu hadis berikut ini:
صُوْمُوْا يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ وَخَالِفُوْا فِيْهِ اليَهُوْدَ ، صُوْمُوْا قَبْلَهُ يوْمًا وَ بَعْدَهُ يَوْمًا.
“Shaumlah pada hari ‘Asyuraa (10 Muharram), dan berbedalah dengan orang-orang Yahudi, oleh karena itu shaumlah satu hari sebelumnya (9 Muharram) dan satu hari sesudahnya (11 Muharram).” HR. Ahmad
Pada hadis ini terdapat masalah dari aspek sanad dan matan. Namun analisa sanad dipandang cukup memadai untuk menunjukkan permasalahan hadis ini, dengan alasan sebagai berikut:
Hadis di atas diriwayatkan Imam Ahmad melalui jalur periwayatan Husyaim. Ia menerima dari Ibnu Abi Laila, dari Dawud bin Ali, dari bapaknya (Ali bin Abdullah bin Abbas), dari kakeknya (Ibnu Abbas).
Hadis di atas tidak dapat dijadikan hujjah adanya shaum tanggal 11 Muharram, karena hadisnya dhaif dengan sebab kedaifan rawi bernama Muhammad bin Abdurahman Ibnu Abi Laila, sebagaimana dijelaskan para ulama berikut ini:
Imam Abdurrazaq (w. 211 H) menyatakan:
وَأَمَّا حَدِيْثُ (صُومُوا يَوْمًا قَبْلَهُ وَ يَوْمًا بَعْدَهُ) فَهذَا رَوَاهُ الإِمَامُ أَحْمَدُ وَمَدَارُهُ عَلَى مُحَمَّدِ ابْنِ عَبْدِالرَّحْمنِ ابْنِ أَبِيْ لَيْلَى وَقَدْ قَالَ عَنْهُ الإِمَامُ أَحْمَدُ كَانَ سَيِّءَ الْحِفْظِ مُضْطَرِبَ الْحَدِيْثِ وَأَيْضًا قَدْ خُوْلِفَ فِي إِسْنَادِهِ فَالْخَبَرُ مُنْكَرٌ وَلاَيَصِحُّ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ رَغِبَ بِصِيَامِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ فِي عَاشُوْرَاءَ وَإِنَّمَا جَاءَتْ فَضِيْلَةُ صِيَامِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ بِأَدِلَّةٍ عَامَّةٍ لاَتُخْتَصُّ بِشَهْرِ اللهِ الْمُحَرَّمِ . وَكَذلِكَ الْحَدِيْثُ الآخَرُ (صُومُوا يَوْمًا قَبْلَهُ أَوْ يَوْمًا بَعْدَهُ) هذَا الْخَبَرُ مُنْكَرٌ
“Adapun hadis: ‘Shaumlah satu hari sebelumnya (9 Muharram) dan satu hari sesudahnya (11 Muharram).’ Maka ini riwayat Imam Ahmad, dan jalur periwayatannya berporos pada Muhammad bin Abdurahman Ibnu Abi Laila, dan sungguh Imam Ahmad telah mengomentarinya, ‘Dia buruk hapalan, hadisnya goncang.’ Selain itu terjadi pertentangan dalam sanadnya. Maka hadis itu munkar, dan tidak shahih bersumber dari Nabi bahwa beliau menganjurkan shaum tiga hari pada Asyura. Keutamaan shaum tiga hari diriwayatkan berdasarkan dalil-dalil umum yang tidak dikhususkan pada bulan Muharram. Begitu pula hadis lain (dengan menggunakan kata aw/atau): ‘‘Shaumlah satu hari sebelumnya atau satu hari sesudahnya.’ Hadis ini munkar.” [28]
Selanjutnya, Imam Abdurrazaq mencantumkan hadis shahih dari Ibnu Abbas, yang menyatakan:
(صُومُوا التَاسِعَ مَعَ العَاشِرِ) وَهذَا هُوَ الْمَحْفُوْظُ
Shaumlah kalian pada hari yang kesembilan bersama kesepuluh dan.” Dan (Imam Abdurazaq mengatakan) Inilah yang terpelihara (shahih).” [29]
Sehubungan dengan itu, Imam Asy-Syawkani berkata:
رِوَايَةُ أَحْمَدَ هَذِهِ ضَعِيفَةٌ مُنْكَرَةٌ مِنْ طَرِيقِ دَاوُدَ بْنِ عَلِيٍّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ رَوَاهَا عَنْهُ اِبْنُ أَبِي لَيْلَى ، قَالَ : وَقَدْ أَخْرَجَهُ بِمِثْلِهِ الْبَيْهَقِيُّ وَذَكَرَهُ فِي التَّلْخِيصِ وَسَكَتَ عَنْهُ اِنْتَهَى
“Riwayat Ahmad munkar dari jalur Dawud bin Ali, dari bapaknya, dari kakeknya, diriwayatkan dari Dawud bin Ali oleh Ibnu Abu Laila.” Ia berkata pula, “Hadis semisal diriwayatkan pula oleh Al-Baihaqi dan menyebutkannya dalam kitab At-Talkhis, dan ia tidak berkomentar apapun terhadapnya.”[30]
Hadis ini dinilai dhaif pula oleh Imam Adz-Dzahabi[31], Al-Haitsami[32], Imam Abdurrauf Al-Munawi,[33] dan Syekh Al-Albani. [34]
Dengan demikian, mengamalkan shaum Muharram sebanyak tiga hari (tanggal 9, 10, 11) atau tanggal 10 dan 11 Muharram hukumnya menyalahi Sunnah Nabi saw., bahkan dinilai bid’ah oleh sebagian ulama.