Hadits nabi shalat d depan kuburan,
فأتى قبره، فصلى عليه، قال: فأمّنا،وصفّنا خلفه، وأنا فيهم، وكبّر أربعا
Lalu beliau mendatangi kuburannya, dan menshalatinya. Kami menjadi makmum dan membentuk shaf di belakang beliau. Saya termasuk diantara mereka dan beliau bertakbir 3 kali. (HR. Ibn Majah 1530, al-Baihaqi dalam as-Sunan).
Lengkapnya,
sunan kubro al-Nasai
2107 - أَخْبَرَنَا يُونُسُ بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى قَالَ: حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ قَالَ: أَخْبَرَنَا يُونُسُ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ: أَخْبَرَنِي أَبُو أُمَامَةَ بْنُ سَهْلٍ، أَنَّهُ اشْتَكَتِ امْرَأَةٌ بِالْعَوَالِي مِسْكِينَةٌ فَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْأَلُهُمْ عَنْهَا فَقَالَ: « إِنْ مَاتَتْ فَلَا تَدْفِنُوهَا حَتَّى أُصَلِّيَ عَلَيْهَا» فَتُوُفِّيَتْ فَجَاءُوا بِهَا إِلَى الْمَدِينَةِ بَعْدَ الْعَتَمَةِ فَوَجَدُوا رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ نَامَ فَكَرِهُوا أَنْ يُوقِظُوهُ فَصَلُّوا عَلَيْهَا وَدَفَنُوهَا بِبَقِيعِ الْغَرْقَدِ فَلَمَّا أَصْبَحَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَاءُوا فَسَأَلَهُمْ عَنْهَا فَقَالُوا: قَدْ دُفِنَتْ يَا رَسُولَ اللهِ وَقَدْ جِئْنَاكَ فَوَجَدْنَاكَ نَائِمًا فَكَرِهْنَا أَنْ نُوقِظَكَ فَقَالَ: «انْطَلِقُوا فَانْطَلَقَ يَمْشِي وَانْطَلَقُوا مَعَهُ حَتَّى أَرُوهُ *قَبْرَهَا فَقَامَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَصَفُّوا وَرَاءَهُ فَصَلُّوا عَلَيْهَا وَكَبَّرَ أَرْبَعًا»*
Hadits menshalati jenazah d kuburan ini adalah makhsush (kekhususan bagi nabi), krna ada qorinah yg menjelaskan:
إِنَّ هَذِهِ الْقُبُورَ مَمْلُوءَةٌ ظُلْمَةً عَلَى أَهْلِهَا وَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُنَوِّرُهَا لَهُمْ بِصَلاَتِى عَلَيْهِمْ
Kuburan ini dipenuhi dengan kegelapan bagi penghuninya. Kemudian Allah ta’ala meneranginya dengan shalatku untuk mereka. (HR. Bukhari 460, dan Muslim 2259).
Fiqih hadits ini bukan di syari'atkannya shalat jenazah di depan kuburan secara mutlaq, tapi fiqihnya adalah:
Pertama, shalat jenazah di kuburan tidak sah. Ini merupakan salah satu riwayat pendapat Imam Ahmad. (al-Inshaf, 1/490).
Kedua, shalat jenazah di kuburan hukumnya makruh. Ini merupakan pendapat Hanafiyah, Malikiyah, Syafiiyah, dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad. (Badai as-Shana’i 1/320, Bidayatul Mujtahid 1/410, al-Majmu’ 5/231, al-Inshaf, 1/490).
Dua pendapat ini berdalil dengan beberapa hadis yang melarang shalat di kuburan dan secara khusus, larangan melakukan shalat jenazah di kuburan.
Ketiga, shalat jenazah di kuburan, jika ada sebab, hukumnya dibolehkan. Ini merupakan pendapat sebagaian Hanafiyah (al-Fatawa al-Hindiyah, 1/165), sebagian Malikiyah (Bidayatul Mujtahid, 1/410), mayoritas ulama hambali (al-Mughni, 3/423), dan Zahiriyah (al-Muhalla, 4/32).
Dari ketiga pendapat ini, yanng lebih mendekati kebenaran adalah pendapat ketiga, bahwa shalat jenazah di kuburan hukumnya diperbolehkan. Diatara alasannya,
Pertama, semua praktek Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berupa shalat jenazah di kuburan yang beliau lakukan bersama para sahabat menjadi pengecualian terhadap larangan dalam beberapa hadis di atas. Sehingga kita bisa mengamalkan semua hadis, dengan memposisikan masing-masing sesuai porsinya. Hadis yang melarang shalat di kuburan dipahami semua shalat selain shalat jenazah. Sementara praktek beliau shalat jenazah di kuburan dipahami sebagai pengecualian.
Pemahaman semacam ini sesuai kaidah:
إعمال الكلام أولى من إهماله
Mengamalkan hadis, lebih didahulukan dari pada membuangnya.
Ketika kita berpendapat bahwa shalat jenazah di kuburan hukumnya terlarang, konsekuensinya, kita akan meniadakan semua hadis yang membolehkan shalat jenazah di kuburan.
Kedua, sementara hadis dari Anas bin Malik, bahwa ‘Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang shalat jenazah di sekitar kuburan’,
Hadis ini memiliki beberapa redaksi, diantaranya umum, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang shalat di antara kuburan, tanpa ada tambahan kata ‘jenazah’. Dan inilah riwayat yang umum. Sementara tambahan kata jenazah ‘melarang shalat jenazah’ adalah riwayat yang ganjil, menyelisihi umumnya riwayat lainnya. (at-Taqrib hlm. 169).
Ketiga, Praktek para sahabat
Beberapa sahabat shalat jenazah di kuburan. Ini menunjukkan bahwa mereka memahami praktek Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai dalil bahwa itu diperbolehkan.
Nafi – ulama tabi’in muridnya Ibnu Umar – menceritakan,
لقد صلينا على عائشة وأم سلمة وسط البقيع بين القبور، والإمام يوم صلينا على عائشة أبو هريرة وحضر ذلك ابن عمر
Kami pernah menshalati jenazah Aisyah dan Ummu Salamah di tengah pemakaman Baqi’ di antara kuburan. Yang menjadi imam adalah Abu Hurairah, dan dihadiri Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhum. (HR. Abdurrazaq dalam al-Mushannaf no. 6570)