Selasa, 07 Maret 2023

ibadah perintah larangan hak Allah SWT

Perihal ibadah, perintah, larangan, pahala dan dosa merupakan hak preogratif Allah, tidak semestinya makhluk ikut campur dan menggurui sang pencipta.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَلَا تَقُولُواْ لِمَا تَصِفُ أَلۡسِنَتُكُمُ ٱلۡكَذِبَ هَٰذَا حَلَٰلٞ وَهَٰذَا حَرَامٞ لِّتَفۡتَرُواْ عَلَى ٱللَّهِ ٱلۡكَذِبَ ۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَفۡتَرُونَ عَلَى ٱللَّهِ ٱلۡكَذِبَ لَا يُفۡلِحُونَ
"Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta "Ini halal dan ini haram," untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tidak akan beruntung."
(QS. An-Nahl 16: Ayat 116).

#wahdahislamiyah #wahdahsumbar
https://www.instagram.com/p/CpbqXcFvlmz/?igshid=MDJmNzVkMjY=

Minggu, 05 Maret 2023

doa bayi lahir

أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّآمَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَآمَّةٍ وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَآمَّةٍ

"A’uudzu bikalimaatillaahit at-taammati min kulli syaithaanin wa haammatin wamin kulli ‘ainin lâmmatin."

Artinya : Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah dari segala setan, kesusahan, dan pandangan yang jahat.

dalil tentang qashar

Dari Umar Ra
صَحِبْتُ رَسُولَ اللهِ فَكَانَ لَا يَزِيدُ فِي السَّفَرِ عَلَى رَكْعَتَيْنِ وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ كَذَلِكَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ
“Aku menyertai Nabi shallallahu alaihi wa sallam; dan beliau tidak pernah menambah lebih dari dua rakaat dalam safarnya. Demikian pula Abu Bakr, Umar, dan Utsman—semoga Allah meridhai mereka.” (HR. al-Bukhari no. 1102 dan Muslim no. 689)

Hadits Aisyah radhiallahu anha

فُرِضَتْ الصَّلَاةُ رَكْعَتَيْنِ فَأُقِرَّتْ صَلَاةُ السَّفَرِ وَأُتِمَّتْ صَلَاةُ الْحَضَرِ

“Shalat itu (pertama kali) diwajibkan dua rakaat. Kemudian shalat dalam safar tetap (dua rakaat), sedangkan shalat hadhar (mukim) ditambah/disempurnakan (empat rakaat).” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ أَقَامَ النَّبِيُّ تِسْعَةَ عَشَرَ يَقْصُرُ فَنَحْنُ إِذَا سَافَرْنَا تِسْعَةَ عَشَرَ قَصَرْنَا وَإِنْ زِدْنَا أَتْمَمْنَا
Dari Ibn ‘Abbas ra, ia berkata: “Nabi saw pernah menetap sementara (dalam salah satu safarnya) selama 19 hari mengqashar shalat. Maka kami (para shahabat) apabila safar (dan menetap sementara) selama 19 hari, kami mengqashar. Dan jika lebih dari itu, kami akan shalat tam (tanpa qashar).” (Shahih al-Bukhari bab ma ja`a fit-taqshir no. 1080).

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ أَقَامَ رَسُولُ اللهِ بِتَبُوكَ عِشْرِينَ يَوْمًا يَقْصُرُ الصَّلاَةَ
Dari Jabir ibn ‘Abdillah, ia berkata: “Rasulullah saw tinggal di Tabuk selama 20 hari mengqashar shalat.” (Sunan Abi Dawud bab man aqama bi ardlil-‘aduw yaqshuru no. 1237).

Dan banyak lg

Takhrij Hadits Utsman bin Hunaif; Tawassul dengan Nabi Muhammad Setelah Wafatnya

Takhrij Hadits Utsman bin Hunaif; Tawassul dengan Nabi Muhammad Setelah Wafatnya

Diriwayatkan melalui beberapa jalur :

Jalur Pertama 

Dari Rawh bin Qasim, dari Abi Ja’far, dari Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif.

Yang meriwayatkan dari Rawh ada dua :

1. Syabib bin Sa’id Al-Makkiy.

Yang meriwayatkan dari Syabiib ada dua :

a. Abdullah bin Wahb.

Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraniy dalam kitabnya “Al-Mu’jam Ash-Shaghir “ 1/306 no 508 :

عن عَبْد اللَّهِ بن وَهْبٍ، عَنْ شَبِيبِ بْنِ سَعِيدٍ الْمَكِّيِّ، عَنْ رَوْحِ بْنِ الْقَاسِمِ، عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ الْخَطْمِيِّ الْمَدَنِيِّ، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ بْنِ سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ، عَنْ عَمِّهِ عُثْمَانَ بْنِ حُنَيْفٍ: " أَنَّ رَجُلًا كَانَ يَخْتَلِفُ إِلَى عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فِي حَاجَةٍ لَهُ , فَكَانَ عُثْمَانُ لَا يَلْتَفِتُ إِلَيْهِ , وَلَا يَنْظُرُ فِي حَاجَتِهِ , فَلَقِيَ عُثْمَانَ بْنَ حَنِيفٍ , فَشَكَا ذَلِكَ إِلَيْهِ , فَقَالَ لَهُ عُثْمَانُ بْنُ حَنِيفٍ: ائْتِ الْمِيضَأَةَ فَتَوَضَّأْ , ثُمَّ ائْتِ الْمَسْجِدَ فَصَلِّ فِيهِ رَكْعَتَيْنِ , ثُمَّ قُلِ: " اللَّهُمَّ , إِنِّي أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ يَا مُحَمَّدُ إِنِّي أَتَوَجَّهُ بِكَ إِلَى رَبِّكَ عَزَّ وَجَلَّ فَيَقْضِي لِي حَاجَتِي " , وَتَذْكُرُ حَاجَتَكَ , وَرُحْ إِلَيَّ حَتَّى أَرُوحَ مَعَكَ.
فَانْطَلَقَ الرَّجُلُ , فَصَنَعَ مَا قَالَ لَهُ عُثْمَانُ , ثُمَّ أَتَى بَابَ عُثْمَانَ , فَجَاءَ الْبَوَّابُ حَتَّى أَخَذَ بِيَدِهِ , فَأَدْخَلَهُ عَلَى عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ , فَأَجْلَسَهُ مَعَهُ عَلَى الطِّنْفِسَةِ , وَقَالَ: حَاجَتُكَ؟ فَذَكَرَ حَاجَتَهُ , فَقَضَاهَا لَهُ , ثُمَّ قَالَ لَهُ: مَا ذَكَرْتَ حَاجَتَكَ حَتَّى كَانَتْ هَذِهِ السَّاعَةُ , وَقَالَ: مَا كَانَتْ لَكَ مِنْ حَاجَةٍ , فَأْتِنَا , ثُمَّ إِنَّ الرَّجُلَ خَرَجَ مِنْ عِنْدِهِ , فَلَقِيَ عُثْمَانَ بْنَ حُنَيْفٍ , فَقَالَ: لَهُ جَزَاكَ اللَّهُ خَيْرًا , مَا كَانَ يَنْظُرُ فِي حَاجَتِي , وَلَا يَلْتَفِتُ إِلَيَّ حَتَّى كَلَّمْتَهُ فِي , فَقَالَ عُثْمَانُ بْنُ حُنَيْفٍ: وَاللَّهِ , مَا كَلَّمْتُهُ وَلَكِنْ شَهِدْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ وَأَتَاهُ ضَرِيرٌ , فَشَكَا عَلَيْهِ ذَهَابَ بَصَرِهِ , فَقَالَ: لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ: «أَفَتَصْبِرُ؟» , فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ , إِنَّهُ لَيْسَ لِي قَائِدٌ , وَقَدْ شَقَّ عَلَيَّ , فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ: «ائْتِ الْمِيضَأَةَ , فَتَوَضَّأْ , ثُمَّ صَلِّ رَكْعَتَيْنِ , ثُمَّ ادْعُ بِهَذِهِ الدَّعَوَاتِ» قَالَ عُثْمَانُ بْنُ حُنَيْفٍ: فَوَاللَّهِ , مَا تَفَرَّقْنَا وَطَالَ بِنَا الْحَدِيثُ حَتَّى دَخَلَ عَلَيْنَا الرَّجُلُ كَأَنَّهُ لَمْ يَكُنْ بِهِ ضَرَرٌ قَطُّ .

Dari ‘Abdullah bin Wahb, dari Syabib bin Sa’id Al Makkiy, dari Rawh bin Qasim, dari Abu Ja’far Al Khatami Al Madini, dari Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif, dari pamannya 'Utsman bin Hunaif,

"Bahwa seorang laki-laki berkali-kali datang kepada 'Utsman bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu untuk suatu keperluan [hajat] tetapi 'Utsman tidak menanggapinya dan tidak memperhatikan keperluannya. Kemudian orang tersebut menemui 'Utsman bin Hunaif dan mengeluhkan hal itu. Maka 'Utsman bin Hunaif berkata: “Pergilah ke tempat berwudhu’ dan berwudhu’lah kemudian masuklah ke dalam masjid kerjakan shalat dua raka’at kemudian berdoalah: “Ya Allah aku memohon kepadamu dan menghadap kepadamu dengan Nabi kami, Nabi pembawa rahmat. Ya Muhammad aku menghadap denganmu kepada TuhanMu Tuhanku agar memenuhi keperluanku”, kemudian sebutkanlah hajat atau keperluanmu, berangkatlah dan aku dapat pergi bersamamu.
Maka orang tersebut melakukannya kemudian datang menghadap 'Utsman, ketika sampai di pintu 'Utsman penjaga pintu 'Utsman memegang tangannya dan membawanya masuk kepada 'Utsman bin ‘Affan maka ia dipersilakan duduk disamping 'Utsman. 'Utsman berkata: “Apa keperluanmu?” Maka ia menyebutkan keperluannya dan 'Utsman segera memenuhinya. 'Utsman berkata: “Aku tidak ingat engkau menyebutkan keperluanmu sampai saat ini”, kemudian 'Utsman berkata: “Kapan saja engkau memiliki keperluan maka segeralah sampaikan”. 

Kemudian orang tersebut pergi meninggalkan tempat itu dan menemui 'Utsman bin Hunaif, ia berkata: “Semoga Allah subhanahu wa ta'ala membalas kebaikanmu, ia awalnya tidak memperhatikan keperluanku dan tidak mempedulikan kedatanganku sampai engkau berbicara kepadanya tentangku”. 'Utsman bin Hunaif berkata: “Demi Allah, aku tidak berbicara kepadanya, hanya saja aku pernah menyaksikan seorang buta menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengeluhkan kehilangan penglihatannya, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Bersabarlah”. Ia berkata: “Wahai Rasulullah, aku tidak memiliki penuntun yang dapat membantuku dan itu sungguh sangat menyulitkanku”. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Pergilah ke tempat wudhu’, berwudhu’lah kemudian shalatlah dua rakaat kemudian berdoalah” yaitu doa ini. 'Utsman bin Hunaif berkata: “Demi Allah kami tidaklah berpisah dan berbicara lama sampai ia datang kepada kami dalam keadaan seolah-olah ia tidak pernah kehilangan penglihatan sebelumnya”.

Sanad ini sangat lemah karena ada rawi yang bernama Syabib bin Sa’id, Abu Sa’id Al-Bashriy[1] (w. 186 H).

Ibnu Adiy mengatakan : “Ibnu Wahb meriwayatkan darinya hadits-hadits mungkar, … kemungkinan Syabib ketika datang ke Mesir -dalam rangka perdagangan- Ibnu Wahb mencatat hadits darinya melalui hafalannya maka ia tersalah dan keliru”.

Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan : “Periwayatan haditsnya tidak mengapa (laa ba’sa bihi) jika yang meriwayatkan darinya adalah anaknya yang bernama Ahmad, tidak demikian jika yang meriwayatkan darinya adalah Ibnu Wahb”.

Kesimpulan : Hadits ini sangat lemah karena melalui periwayatan Abdullah bin Wahb dari Syabib bin Sa’id. 

b. Ahmad bin Syabib bin Sa’id.

Diriwayatkan oleh Ya’qub bin Sufyan Al-Fasawiy dalam kitab Masyaikh-nya halaman 94 no. 113 :

قَالَ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ شَبِيبِ بْنِ سَعِيدٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبِي، عَنْ رَوْحِ بْنِ الْقَاسِمِ , عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ الْمَديني، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ بْنِ سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ , عَنْ عَمِّهِ عُثْمَانَ بْنِ حُنَيْفٍ: أَنَّ رَجُلاً كَانَ يَخْتَلِفُ إِلَى عثمان بن عفان في حاجة , فَكَانَ عُثْمَانُ لاَ يَلْتَفِتُ إِلَيْهِ , وَلاَ يَنْظُرُ فِي حَاجَتِهِ , فَلَقِيَ عُثْمَانَ بْنَ حَنِيفٍ , فَشَكَا ذَلِكَ إِلَيْهِ , فَقَالَ لَهُ عُثْمَانُ بْنُ حَنِيفٍ: ائْتِ الْمِيضَأَةَ فَتَوَضَّأْ , ثُمَّ ائْتِ الْمَسْجِدَ فَصَلِّ رَكْعَتَيْنِ , ثُمَّ قُلِ: اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّي مُحَمَّدٍ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ يَا مُحَمَّدُ إِنِّي أَتَوَجَّهُ بِكَ إِلَى رَبِّي تقضي حَاجَتِي , تَذْكُرُ حَاجَتَكَ , ثم رح حَتَّى أَرُوحَ , فَانْطَلَقَ الرَّجُلُ , فَصَنَعَ ذلك , ثُمَّ أَتَى بَابَ عُثْمَانَ بن عفان، فجاء البواب، فأخذ بيده فأدخله على عثمان , فَأَجْلَسَهُ مَعَهُ عَلَى الطِّنْفِسَةِ , فقَالَ له: حَاجَتُكَ؟ فَذَكَرَ له حَاجَتَهُ , فَقَضَاهَا، ثم قَالَ ما فهمت حَاجَتَكَ حَتَّى كَانَ السَّاعَة، وقال انظر مَا كَان لَكَ مِنْ حَاجَةٍ ثُمَّ إِنَّ الرَّجُلَ خَرَجَ مِنْ عِنْدِهِ فَلَقِي عُثْمَانُ بْنُ حُنَيْفٍ، فقال له: جزاك الله خيرًا، ما كان ينظر في حاجتي، ولا يلتفت إلي حتى كلمته، فقال عثمان بن حنيف: ما كلمته ولكني سَمِعْتُ رَسُول الله صَلَّىَ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَجَاءَه ضَرِيرٌ فَشَكَى إِلَيْهِ ذَهَابَ بَصَرِهِ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّىَ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " أَوَ تَصْبِر؟ "، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّهُ لَيْسَ لِي قَائِدٌ وَقَدْ شَقَّ عَلَيَّ. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " ائْتِ الْمِيضَأَةَ فَتَوَضَّأْ، ثُمَّ صَلِّ رَكْعَتَيْنِ، ثم قل اللَّهُمَّ أَسْأَلُكَ، وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّي مُحَمَّدٍ، نَبِيَّ الرَّحْمَةِ، يَا مُحَمَّدُ، إِنِّي أَتَوَجَّهُ بِكَ إِلَى رَبِّي، فَيجْلِي لي بَصَرِي، اللَّهُمَّ شَفِّعْهُ فِيَّ وَشَفِّعْنِي فِي نَفْسِي "، فقَالَ عُثْمَانُ بْنُ حُنَيْفٍ: فَوَاللَّهِ مَا تَفَرَّقْنَا وَطَالَ بِنَا الْحَدِيثُ حَتَّى دَخَلَ عَلَيْنَا الرَّجُلُ كَأَنَّهُ لَمْ يَكُنْ بِهِ ضرر قَطُّ.

Sanad ini sangat lemah karena Ya’qub bin Sufyan Al-Fasawiy meriwayatkannya dari Ahmad bin Syabib dengan tambahan kisah 'Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu, sedangkan beberapa rawi lainnya meriwayat dari Ahmad tanpa kisah tersebut, diantaranya :

Al-‘Abbas bin Faraj Ar-Riyasiy dan Al-Husain bin Yahya Ats-Tsauriy; Keduanya meriwayatkan dari Ahmad bin Syabib tanpa menyebutkan kisah 'Utsman bin ‘Affan.

Diriwayatkan oleh Ibnu As-Suniy dalam kitabnya “’Amalul Yaum wal Lailah” halaman 581 no. 628 :

عن العَبَّاس بن فَرَجٍ الرِّيَاشِيّ، وَالحُسَيْن بْن يَحْيَى الثَّوْرِيّ، قَالَا: ثنا أَحْمَدُ بْنُ شَبِيبِ بْنِ سَعِيدٍ، قَالَ: ثنا أَبِي، عَنْ رَوْحِ بْنِ الْقَاسِمِ، عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ الْمَدَنِيِّ وَهُوَ الْخَطْمِيُّ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ بْنِ سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ، عَنْ عَمِّهِ عُثْمَانَ بْنِ حُنَيْفٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَجَاءَ إِلَيْهِ رَجُلٌ ضَرِيرٌ، فَشَكَا إِلَيْهِ ذَهَابَ بَصَرِهِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَلَا تَصْبِرُ» ؟ قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، لَيْسَ لِي قَائِدٌ، وَقَدْ شَقَّ عَلَيَّ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " ايتِ الْمِيضَاةَ فَتَوَضَّأْ، وَصَلِّ رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ قُلِ: اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ، وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَا نَبِيَّ الرَّحْمَةِ، يَا مُحَمَّدُ، إِنِّي أَتَوَجَّهُ بِكَ إِلَى رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ، فَتُجْلِي عَنْ بَصَرِي، اللَّهُمَّ شَفِّعْهُ فِيَّ وَشَفِّعْنِي فِي نَفْسِي " قَالَ عُثْمَانُ: وَمَا تَفَرَّقْنَا، وَلَا طَالَ بِنَا الْحَدِيثُ حَتَّى دَخَلَ الرَّجُلُ كَأَنَّهُ لَمْ يَكُنْ ضَرِيرًا قَطُّ.

Begitu pula dengan Abu Abdillah Muhammad bin Ali bin Zayd Ash-Shaig, ia meriwayatkan dari Ahmad bin Syabib tanpa menyebutkan kisah 'Utsman bin ‘Affan.

Diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam kitabnya “Al-Mustadrak” 1/707 no. 1930 :

عن أَبي عَبْدِ اللَّهِ مُحَمَّد بن عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ الصَّائِغ، ثنا أَحْمَدُ بْنُ شَبِيبِ بْنِ سَعِيدٍ الْحَبَطِيُّ، حَدَّثَنِي أَبِي، عَنْ رَوْحِ بْنِ الْقَاسِمِ، عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ الْمَدَنِيِّ وَهُوَ الْخَطْمِيُّ، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ بْنِ سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ، عَنْ عَمِّهِ عُثْمَانَ بْنِ حُنَيْفٍ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَجَاءَهُ رَجُلٌ ضَرِيرٌ، فَشَكَا إِلَيْهِ ذَهَابَ بَصَرِهِ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، لَيْسَ لِي قَائِدٌ، وَقَدْ شَقَّ عَلَيَّ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " ائْتِ الْمِيضَأَةَ فَتَوَضَّأْ، ثُمَّ صَلِّ رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ قُلِ: اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ، وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ، يَا مُحَمَّدُ إِنِّي أَتَوَجَّهُ بِكَ إِلَى رَبِّكَ فَيُجَلِّي لِي عَنْ بَصَرِي، اللَّهُمَّ شَفِّعْهُ فِيَّ، وَشَفِّعْنِي فِي نَفْسِي ". قَالَ عُثْمَانُ: فَوَاللَّهِ مَا تَفَرَّقْنَا، وَلَا طَالَ بِنَا الْحَدِيثُ حَتَّى دَخَلَ الرَّجُلُ وَكَأَنَّهُ لَمْ يَكُنْ بِهِ ضُرٌّ قَطُّ

Al-Hakim rahimahullah mengatakan : Hadits ini shahih sesuai dengan syarat Imam Bukhari.

2. ‘Aun bin ‘Umarah Al-Bashriy.

Diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam kitabnya “Al-Mustadrak” 1/707 no. 1929 :

عن عَوْن بن عُمَارَةَ البَصْرِيّ، ثنا رَوْحُ بْنُ الْقَاسِمِ، عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ الْخَطْمِيِّ، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ بْنِ سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ، عَنْ عَمِّهِ عُثْمَانَ بْنِ حُنَيْفٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ رَجُلًا ضَرِيرَ الْبَصَرِ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، عَلِّمْنِي دُعَاءً أَدْعُو بِهِ يَرُدُّ اللَّهُ عَلَيَّ بَصَرِي، فَقَالَ لَهُ: «قُلِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ، وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ، يَا مُحَمَّدُ إِنِّي قَدْ تَوَجَّهْتُ بِكَ إِلَى رَبِّي، اللَّهُمَّ شَفِّعْهُ فِيَّ، وَشَفِّعْنِي فِي نَفْسِي» ، فَدَعَا بِهَذَا الدُّعَاءِ فَقَامَ وَقَدْ أَبْصَرَ.

Sanad ini hasan li ghairih, karena ‘Aun bin ‘Umarah Abu Muhammad Al-Bashriy[2] (w. 212 H); Periwayatan haditsnya dilemahkan oleh jumhur ulama, akan tetapi riwayatnya ini memiliki penguat sebagaimana pada jalur kedua, ketiga dan keempat. Semuanya menyebutkan hadits ini tanpa kisah 'Utsman bin ‘Affan.

Jalur Kedua 

Dari Hisyam Ad-Dastuwa’iy, dari Abu Ja’far, dari Abi Umamah bin Sahl bin Hunaif.

Diriwayatkan oleh An-Nasa’iy dalam kitabnya “As-Sunan Al-Kubraa” 9/245 no. 10421 :

عن مُعَاذ بن هِشَامٍ، قَالَ: حَدَّثَنِي أَبِي، عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ بْنِ سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ، عَنْ عَمِّهِ: أَنَّ أَعْمَى، أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، ادْعُ اللهَ أَنْ يَكْشِفَ لِي عَنْ بَصَرِي، قَالَ: «أَوْ أَدَعُكَ؟» قَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّهُ شَقَّ عَلَيَّ ذَهَابُ بَصَرِي، قَالَ: " فَانْطَلِقْ فَتَوَضَّأْ، ثُمَّ صَلِّ رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ قُلِ: اللهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّي مُحَمَّدٍ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ، يَا مُحَمَّدُ إِنِّي أَتَوَجَّهُ بِكَ إِلَى رَبِّكَ أَنْ تَكْشِفَ لِي عَنْ بَصَرِي، شَفِّعْهُ فِيَّ وَشَفِّعْنِي فِي نَفْسِي "، فَرَجَعَ وَقَدْ كَشَفَ لَهُ عَنْ بَصَرِهِ.

Riwayat Hisyam Ad-Dastuwa’iy tidak menyebutkan kisah 'Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu.

Jalur Ketiga 

Dari Syu’bah, dari Abi Ja’far, dari Umarah bin Khuzaimah.

Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy dalam kitab Sunan-nya 5/569 no. 3578 :

عن شُعْبَة، عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ، عَنْ عُمَارَةَ بْنِ خُزَيْمَةَ بْنِ ثَابِتٍ، عَنْ عُثْمَانَ بْنِ حُنَيْفٍ، أَنَّ رَجُلًا ضَرِيرَ البَصَرِ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: ادْعُ اللَّهَ أَنْ يُعَافِيَنِي قَالَ: «إِنْ شِئْتَ دَعَوْتُ، وَإِنْ شِئْتَ صَبَرْتَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ». قَالَ: فَادْعُهْ، قَالَ: فَأَمَرَهُ أَنْ يَتَوَضَّأَ فَيُحْسِنَ وُضُوءَهُ وَيَدْعُوَ بِهَذَا الدُّعَاءِ: «اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ، إِنِّي تَوَجَّهْتُ بِكَ إِلَى رَبِّي فِي حَاجَتِي هَذِهِ لِتُقْضَى لِيَ، اللَّهُمَّ فَشَفِّعْهُ فِيَّ».

Dari Syu'bah, dari Abu Ja'far, dari 'Umarah bin Khuzaimah bin Tsabit, dari 'Utsman bin Hunaif, 

"Bahwa seorang laki-laki yang buta matanya datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam seraya berkata; "Berdo`alah kepada Allah agar menyembuhkanku." Beliau bersabda: "Jika kamu berkehendak maka saya akan mendo'akanmu, dan jika kamu berkehendak maka bersabarlah, karena hal itu lebih baik bagimu." Laki-laki tersebut berkata; "Berdo`alah (kepada Allah untukku)." 'Utsman bin Hunaif berkata; "Lalu beliau ia memerintahkannya untuk berwudhu, kemudian ia pun membaguskan wudhunya dan berdo'a dengan do'a berikut ini, "Ya Allah! Aku memohon kepada-Mu, menghadap kepada-Mu dengan (syafa'at) nabi-Mu Muhammad, nabi yang diutus dengan membawa rahmat. Aku telah memohon syafa'atmu kepada Rabb-ku untuk memenuhi kebutuhanku. Ya Allah! Terimalah syafa'atnya untukku."

Imam At-Tirmidzi rahimahullah mengatakan :

هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ غَرِيبٌ لَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ هَذَا الوَجْهِ مِنْ حَدِيثِ أَبِي جَعْفَرٍ وَهُوَ الْخَطْمِيُّ

“Hadits ini hasan shahih gharib, kami tidak mengetahuinya kecuali melalui jalur ini dari hadits Abi Ja’far yaitu Al-Khathmiy”.

Diriwayatkan juga oleh Al-Hakim dalam kitabnya “Al-Mustadrak” (1/458) no. 1180, dan (1/700) no. 1909, beliau mengatakan hadits ini shahih sesuai dengan syarat Syaikhain.

Riwayat Syu’bah juga tidak menyebutkan kisah 'Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu.

Jalur Keempat 

Dari Hammad bin Salamah, dari Abu Ja’far, dari Umarah bin Khuzaimah.

Diriwayatkan oleh An-Nasa’iy dalam kitabnya “As-Sunan Al-Kubraa” 9/244 no. 10419 :

عن حَمَّادٌ، قَالَ: أَخْبَرَنَا أَبُو جَعْفَرٌ، عَنْ عُمَارَةَ بْنِ خُزَيْمَةَ، عَنْ عُثْمَانَ بْنِ حُنَيْفٍ: أَنَّ رَجُلًا، أَعْمَى أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنِّي رَجُلٌ أَعْمَى، فَادْعُ اللهَ أَنْ يَشْفِيَنِي، قَالَ: «بَلْ أَدَعُكَ» قَالَ: ادْعُ اللهَ لِي، مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا، قَالَ: " تَوَضَّأْ ثُمَّ صَلِّ رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ قُلِ: اللهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّي مُحَمَّدٍ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ، يَا مُحَمَّدُ إِنِّي أَتَوَجَّهُ بِكَ إِلَى اللهِ أَنْ يَقْضِيَ حَاجَتِي، أَوْ حَاجَتِي إِلَى فُلَانٍ، أَوْ حَاجَتِي فِي كَذَا وَكَذَا، اللهُمَّ شَفِّعْ فِيَّ نَبِيِّي، وَشَفِّعْنِي فِي نَفْسِي ".

Riwayat Hammad bin Salamah juga tidak menyebutkan kisah 'Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu.

Kesimpulan :

Riwayat yang menyebutkan kisah 'Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu tidak shahih dan sangat lemah (mungkar) karena menyalahi riwayat yang lebih kuat yang tidak menyebutkan kisah tersebut.

Baca penjelasan lengkap hadits ini dalam kitab “At-Tawassul Anwa’uhu wa Ahkamuhu” karya Syaikh Al Albani rahimahullah halaman 68 dan 81.

Wallahu a’lam

Catatan kaki :

[1] Lihat biografi " Syabib bin Sa’id " dalam kitab Al-Kaamil karya Ibnu 'Adiy 5/47, Tahdziib Al-Kamaal karya Al-Mizziy 12/360, Miizaan Al-I'tidaal karya Adz-Dzahabi 2/262, Taqriib At-Tahdziib karya Ibnu Hajar hal. 263.

[2] Lihat biografi " ‘Aun bin ‘Umarah " dalam kitab Adh-Dhu'afaa' Al-Kabiir karya Al-'Uqaily 3/328, Al-Majruhiin karya Ibnu Hibban 2/197, Al-Kaamil 7/102, Adh-Dhu'afaa' karya Abu Nu'aim hal. 124 , Adh-Dhu'afaa' karya Ibnu Al-Jauziy 2/237, Tahdziib Al-Kamaal 22/461, Miizaan Al-I'tidaal karya Adz-Dzahabi 3/306, Taqriib At-Tahdziib hal. 434.

Shalat Khusus pada Malam Nishfu Sya'ban

*Shalat Khusus pada Malam Nishfu Sya'ban*

Al-Hafizh Al-'Iraqi berkata :

حديث صلاة ليلة نصف شعبان حديث باطل

"Hadits shalat malam nishfu Sya'ban adalah hadits yang batil" (Al-Mughni 'an hamlil Asfar, takhjrij ahadits Ihya Ulumiddin, 1/157)

Imam Nawawi berkata :

الصلاة المعروفة بصلاة الرغائب، وهي اثنتا عشرة ركعة بين المغرب والعشاء، ليلة أول جمعة من رجب، وصلاة ليلة النصف من شعبان مائة ركعة، هاتان الصلاتان بدعتان منكرتان، ولا يغتر بذكرهما في كتاب: (قوت القلوب)، و(إحياء علوم الدين)، ولا بالحديث المذكور فيهما، فإن كل ذلك باطل، ولا يغتر ببعض من اشتبه عليه حكمهما من الأئمة فصنف ورقات في استحبابهما، فإنه غالط في ذلك

"Shalat yang dikenal dengan shalat ragaib, yaitu 12 rokaat antara maghrib dan isya pada malam jum'at pertama bulan Rajab, shalat malam nishfu/pertengahan dari Sya'ban 100 rokaat, dua shalat ini adalah bid'ah yang mungkar. Jangan tertipu dengan disebutkannya keduanya dalam kitab Qutul Qulub dan Ihya Ulumuddin, dan juga jangan tertipu dengan hadits yang disebutkan tentang keduanya, karena semuanya itu adalah batil, dan jangan tertipu dengan sebagian orang yang samar-samar baginya hukum keduanya dari para ulama, ia menulis lembaran-lembaran tentang menganjurkan keduanya, karena sesungguhnya ia keliru dalam hal tersebut." (Al-Majmu Syarh Al-Muhadzdzab, 4/56).

(Muhammad Atim)

Jumat, 03 Maret 2023

hadits dhoif minta maaf sebelum ramadhan

بسم الله الرحمن الرحيم

Kebiasan-kebiasaan yang di lakukan semua orang mau shaum Rhomadon,saling minta maaf-maafan ,padahal hadistnya palsu(dhaif).






Berikut redaksi hadis yang keliru dan telah banyak beredar:
“Ketika Rasullullah sedang berkhutbah pada suatu shalat Jum’at (dalam bulan Sya’ban), beliau mengatakan Aamiin sampai tiga kali, dan para sahabat begitu mendengar Rasullullah mengatakan Aamiin, terkejut dan spontan mereka ikut mengatakan Aamiin.

Tetapi para sahabat bingung, kenapa Rasullullah berkata Aamiin sampai tiga kali. Ketika selesai shalat Jumat, para sahabat bertanya kepada Rasullullah, kemudian beliau menjelaskan: “ketika aku sedang berkhutbah, datanglah Malaikat Jibril dan berbisik, hai Rasullullah aamiin-kan do’a ku ini,” jawab Rasullullah.
Do’a Malaikat Zibril itu adalah sebagai berikut:

“Ya Allah tolong abaikan shaum umat Muhammad, apabila sebelum memasuki bulan Ramadhan dia tidak melakukan hal-hal yang berikut:

Tidak memohon maaf terlebih dahulu kepada kedua orang tuanya (jika masih ada);
Tidak berma’afan terlebih dahulu antara suami istri;
Tidak berma’afan terlebih dahulu dengan orang-orang sekitarnya.
Maka Rasulullah pun mengatakan Aamiin sebanyak 3 kali.”
Sementara jika kita lacak hadis yang berkenaan dengan bulan Ramadhan, kita dapatkan teks asli hadis itu sebagai berikut:

عَنْ عَمَّارِ بْنِ يَاسِرٍ ، قَالَ : صَعِدَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمِنْبَرَ ، فَقَالَ : آمِينَ آمِينَ آمِينَ ، فَلَمَّا نَزَلَ قِيلَ لَهُ ، فَقَالَ : أَتَانِي جِبْرِيلُ ، فَقَالَ : رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ أَدْرَكَ رَمَضَانَ فَلَمْ يُغْفَرْ لَهُ أَوْ فَأَبْعَدَهُ اللَّهُ ، قُلْ : آمِينَ ، فَقُلْتُ : آمِينَ ، وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ فَلَمْ يُدْخِلاَهُ الْجَنَّةَ أَوْ فَأَبْعَدَهُ اللَّهُ ، قُلْ : آمِينَ ، قُلْتُ : آمِينَ ، وَرَجُلٌ ذُكِرْتَ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْكَ فَأَبْعَدَهُ اللَّهُ ، قُلْ : آمِينَ ، فَقُلْتُ : آمِينَ.

Dari ‘Ammar bin Yasir, ia berkata, “Nabi saw. naik ke atas mimbar kemudian berkata, ‘Aamiin, aamiin, amiin.’ Maka ketika beliau turun dari mimbar, ditanya oleh para sahabat (Kenapa engkau berkata, ‘Aamiin, aamiin, amiin?’) Maka Nabi saw. bersabda, ‘Malaikat Jibril telah datang kepadaku, lalu ia berkata, ‘Celaka seseorang yang masuk bulan Ramadhan tetapi keluar dari bulan Ramadhan tidak diampuni dosanya oleh Allah, atau maka Allah menjauhkannya.’ Katakanlah, ‘Aamiin!’ Maka aku berkata, ‘Aamiin.’ Kemudian Jibril berkata lagi, ‘Celaka seseorang yang mendapatkan kedua orang tuanya masih hidup tetapi justru tidak memasukkan dia ke surga atau maka Allah menjauhkannya.’ Katakanlah, ‘Aamiin!’ Maka kukatakan, ‘Aamiin.’ Kemudian Jibril berkata lagi, ‘Celaka seseorang yang jika disebut nama engkau namun dia tidak bershalawat kepadamu, maka Allah menjauhkannya.’ Katakanlah, ‘Aamiin!’ Maka kukatakan, ‘Aamiin’.” HR. Al-Bazzar. [1]

Hadis di atas diriwayatkan pula dengan redaksi yang berbeda oleh al-Bazzar dari Anas.[2] Ath-Thabrani dari Ibnu Abbas. [3] Al-Baihaqi dari Jabir. [4] Ath-Thabrani[5] dan al-Baihaqi[6] dari Ka’ab bin ‘Ujrah. Ibnu Hibban[7] dan Abu Ya’la[8] dari Abu Huraerah.

 

Kedudukan Hadis

Kata Syekh al-Albani:

ضَعِيْفٌ جِدًّا

“Sangat dhaif”

Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir, dari Ishaq bin Abdullah bin Kaisan, dari ayahnya, dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas…

Syekh al-Albani berkata pula, “Menurut saya, ‘Dan sanad ini sangat dhaif, padanya terdapat dua sebab kedaifan:

Pertama, rawi Abdullah bin Kaisan. Dia telah dinilai dhaif oleh para ulama dan tidak ada yang menyatakan tsiqah (kredibel) selain Ibnu Hiban. Namun Ibnu Hiban pun menyatakan bahwa ia yukhti’u (keliru). Karena itu Ibnu Hajar berkata dalam kitab Taqrib at-Tahdzib, “Shaduq yukhti’u katsiran (dia jujur namun banyak salah).”

Kedua, rawi Ishaq putra Abdullah bin Kaisan. Dia sangat dha’if, dan tidak ada seorang pun ulama yang menilainya tsiqah, bahkan al-Bukhari mengatakan, “Dia munkar al-Hadits.”

Meski riwayat ath-Thabrani ini dhaif, namun matan hadis itu shahih karena diriwayatkan melalui jalur periwayatan lain versi Ibnu Hiban, al-Hakim, dan lain-lain dari Ka’ab bin ‘Ujrah.”[9]

Setelah memperhatikan teks asli hadis di atas, kita dapat mengetahui bahwa hadis di atas tidak ada hubungan dengan bermaaf-maafan sebelum shaum Ramadhan. Dengan demikian bermaaf-maafan yang dilakukan secara khusus sebelum shaum Ramadhan tidak sesuai dengan ketentuan syariat dan petunjuk agama.

 

[1] Lihat, Musnad Al-Bazzar, IV:240, No. 1405

[2] Ibid., IV:49, No. 3168

[3] Lihat, Al-Mu’jam al-Kabir, XI:82, No. 11.115

[4] Lihat, Syu’ab al-Iman, III:309, No. 3622

[5] Lihat, Al-Mu’jam al-Kabir, XIX:144, No. 315

[6] Lihat, Syu’ab al-Iman, II:215, No. 1572

[7] Lihat, Shahih Ibnu Hiban, III:188, No. 907

[8] Lihat, Musnad Abu Ya’la, X:328, No. 5922

[9] Lihat, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah, Juz 14, hlm. 346-348

BOLEHKAH TIDUR DALAM KEADAAN JUNUB ?

☕☕☕
KOPI SORE




#SH



*BOLEHKAH TIDUR DALAM KEADAAN JUNUB ?*



Untuk menjawab pertanyaan diatas lihat hadits tentang hal ini  sebagai berikut :

عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – أَيَرْقُدُ أَحَدُنَا وَهْوَ جُنُبٌ قَالَ « نَعَمْ إِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَلْيَرْقُدْ وَهُوَ جُنُبٌ »

_Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata bahwa ‘Umar bin Al Khottob pernah bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apakah salah seorang di antara kami boleh tidur sedangan ia dalam keadaan junub?” Beliau menjawab, “Iya, jika salah seorang di antara kalian junub, hendaklah ia berwudhu lalu tidur._” (HR. Bukhari no. 287 dan Muslim no. 306).

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا أَرَادَ أَنْ يَنَامَ وَهْوَ جُنُبٌ ، غَسَلَ فَرْجَهُ ، وَتَوَضَّأَ لِلصَّلاَةِ

_“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa jika dalam keadaan junub dan hendak tidur, beliau mencuci kemaluannya lalu berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat._” (HR. Bukhari no. 288).

‘Aisyah pernah ditanya oleh ‘Abdullah bin Abu Qois mengenai keadaan Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam,

كَيْفَ كَانَ يَصْنَعُ فِى الْجَنَابَةِ أَكَانَ يَغْتَسِلُ قَبْلَ أَنْ يَنَامَ أَمْ يَنَامُ قَبْلَ أَنْ يَغْتَسِلَ قَالَتْ كُلُّ ذَلِكَ قَدْ كَانَ يَفْعَلُ رُبَّمَا اغْتَسَلَ فَنَامَ وَرُبَّمَا تَوَضَّأَ فَنَامَ. قُلْتُ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى جَعَلَ فِى الأَمْرِ سَعَةً.

_“Bagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jika dalam keadaan junub? Apakah beliau mandi sebelum tidur ataukah tidur sebelum mandi?” ‘Aisyah menjawab, “Semua itu pernah dilakukan oleh beliau. Kadang beliau mandi, lalu tidur. Kadang pula beliau wudhu, barulah tidur.” ‘Abdullah bin Abu Qois berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan segala urusan begitu lapang.”_ (HR. Muslim no. 307


Hadits di atas intinya menjelaskan tidak mengapa seseorang tidur dalam keadaan junub, namun disarankan berwudhu terlebih dahulu. (Lihat Syarh ‘Umdatil Ahkam,) 

Namun hadits di atas masih menunjukkan bolehnya orang yang junub tidur walau tidak dengan wudhu. Ketika Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, “Apakah salah seorang di antara kami boleh tidur sedangan ia dalam keadaan junub?” Beliau lantas menjawab, “Iya.” Ini menunjukkan bahwa wudhu tersebut hanyalah disunnahkan, bukanlah wajib. Karena jawaban Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dapat berarti boleh tidur dalam keadaan junub (walau tanpa wudhu). 

( Syarh ‘Umdatil Ahkam) 

*Kesimpulan :*

1- Junub lalu mandi sebelum tidur, ini lebih sempurna.

2- Junub dan wudhu terlebih dahulu sebelum tidur, ini yang disunnahkan untuk memperingan junub.

3- Junub dan tanpa wudhu, lalu tidur. Seperti ini masih dibolehkan.

Wallahu a’lam.

KUMPULAN Hadist-Hadist LEMAH DAN PALSU SEPUTAR BULAN Sya’ban

Septyan Widianto

HomepageArtikel Islami
Septyan Widianto in Artikel Islami
*KUMPULAN Hadist-Hadist LEMAH DAN PALSU SEPUTAR BULAN Sya’ban*

Ketika memasuki Bulan Sya’ban, seringkali kita mendapati broadcast message melalui pesan singkat berupa amalan-amalan bulan Sya’ban.

Acapkali dengan broadcast tersebut, memberitahu tentang amalan-amalan yang dapat menghapuskan dosa, dan ganjaran pahala yang begitu besar.

Banyak sekali dari amalan-amalan tersebut membawakan hadist yang belum diketahui kebenarannya untuk meyakinkan pembaca bahwa amalan tersebut dikabarkan oleh Nabi shallallahu alaihi wassalam.

Daftar Isi sembunyikan
1. Membawakan Hadist Dha’if Berbahaya
2. Hadist-Hadist Dha’if Tentang Bulan Sya’ban
2.1. 1. Hadist Berkaitan Keutamaan Bulan Sya’ban
2.2. 2. Hadist Berkaitan Anjuran Berpuasa di Bulan Sya’ban
2.3. 3. Anjuran Bermaafan Pada Malam Nisfu Sya’ban Agar Diampuni Dosanya
3. Penutup
Membawakan Hadist Dha’if Berbahaya
Dalam broadcast message atau dalam ceramah-ceramah yang berkaitan dengan amalan-amalan khusus di bulan Sya’ban amat berbahaya apabila yang dibawakan adalah hadist dhaif (lemah).

Karena berbohong atas nama Nabi shallallahu alaihi wassalam adalah sebuah perbuatan munkar.

Rasulullah shallallahu alaihi wassalam bersabda:

إِنَّ كَذِبًا عَلَيَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ, مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

“Sesungguhnya berdusta atas namaku tidak seperti berdusta atas nama selainku. Barang siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, maka sesungguhnya dia telah menyiapkan tempat duduknya di Neraka.” (HR Al-Bukhari no. 1291 dari Al-Mughirah, Muslim dalam Muqaddimatush-shahih no. 4 dari Abu Hurairah dan yang lainnya)

Sehingga, berhati-hatilah apabila mengamalkan ataupun ikut menyebarkan hadist-hadist yang belum diketahui kebenarannya. Karena sangat berbahaya sekali apabila kita berbohong atas nama Nabi shallallahu alaihi wassalam.

Hadist-Hadist Dha’if Tentang Bulan Sya’ban
Dengan banyaknya menyebar amalan-amalan yang berkaitan dengan Bulan Sya’ban, penulis akan mengumpulkan beberapa hadist-hadist dha’if yang populer dibawakan berkaitan dengan Bulan Sya’ban. Semoga kita terhindar dari menyebarkan amalan-amalan yang tidak diajarkan oleh Nabi shallallahu alaihi wassalam.

1. Hadist Berkaitan Keutamaan Bulan Sya’ban
فَضْلُ رَجَبَ عَلَى سَائِرِ الشُّهُوْرِ كَفَضْلِ الْقُرْآنِ عَلَى سَائِرِ الأَذْكَارِ ، وَفَضْلُ شَعْبَانَ عَلَى سَائِرِ الشُّهُوْرِ كَفَضْلِ مُحَمَّدٍ عَلَى سَائِرِ الْأَنْبِيَاءِ ، وَفَضْلُ رَمَضَانَ عَلَى سَائِرِ الشّهُوْرِ كَفَضْلِ اللهِ عَلَى عِبَادِه

“Keutamaan bulan Rajab dari seluruh bulan adalah seperti keutamaan Al-Qur’an dari seluruh dzikir. Keutamaan bulan Sya’ban dari seluruh bulan adalah seperti keutamaan Muhammad dari seluruh nabi. Dan keutamaan bulan Ramadhan dari seluruh bulan adalah seperti keutamaan Allah dibanding dengan hamba-hamba-Nya.” (HR Salafy Al-Hafizh)

Disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Tabyiinul-‘Ajb bimaa Warada fi Fadhli Rajab. Beliau berkata, “Seluruh rijal sanad ini tsiqah kecuali As-Saqathi sesungguhnya dia Aafah. Dan sangat terkenal memalsukan hadits dan mengganti-ganti sanad serta tidak ada seorang pun yang meriwayatkan dengan sanad hadits seperti ini kecuali dia.”

2. Hadist Berkaitan Anjuran Berpuasa di Bulan Sya’ban
إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ مِنْ شَعْبَانَ فَقُوْمُوْا لَيْلَهَا وَصُوْمُوْا نَهَارَهَا فَإِنَّ اللهَ يَنْزِلُ فِيْهَا لِغُرُوْبِ الشَّمْسِ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا فَيَقُوْلُ أَلاَ مِنْ مُسْتَغْفِرٍ لِيْ فَأَغْفِرَ لَهُ أَلاَ مُسْتَرْزِقٌ فَأَرْزُقَهُ أَلاَ مُبْتَلًى فَأُعَافِيَهُ أَلاَ كَذَا أَلاَ كَذَا حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْر

“Jika datang malam pertengahan bulan Sya’ban, maka lakukanlah qiyamul lail, dan berpuasalah di siang harinya, karena Allah turun ke langit dunia saat itu pada waktu matahari tenggelam, lalu Allah berfirman, ‘Adakah orang yang minta ampun kepada-Ku, maka Aku akan ampuni dia. Adakah orang yang meminta rezeki kepada-Ku, maka Aku akan memberi rezeki kepadanya. Adakah orang yang diuji, maka Aku akan selamatkan dia, dst…?’ (Allah berfirman tentang hal ini) sampai terbit fajar.” (HR. Ibnu Majah, 1/421; HR. al-Baihaqi dalam Su’abul Iman, 3/378)

Hadits di atas diriwayatkan dari jalur Ibnu Abi Sabrah, dari Ibrahim bin Muhammad, dari Mu’awiyah bin Abdillah bin Ja’far, dari ayahnya, dari Ali bin Abi Thalib, secara marfu’ (sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam).

Hadits dengan redaksi di atas adalah hadits maudhu’ (palsu), karena perawi bernama Ibnu Abi Sabrah statusnya muttaham bil kadzib (tertuduh berdusta), sebagaimana keterangan Ibnu Hajar dalam At-Taqrib. Imam Ahmad dan gurunya (Ibnu Ma’in) berkomentar tentang Ibnu Abi Sabrah, “Dia adalah perawi yang memalsukan hadits.”[ Lihat Silsilah Dha’ifah, no. 2132]

3. Anjuran Bermaafan Pada Malam Nisfu Sya’ban Agar Diampuni Dosanya
Begitu banyak yang membawakan hadist di bawah ini sebagai permulaan untuk meminta maaf.

إن الله ليطلع ليلة النصف من شعبان فيغفر لجميع خلقه إلا لمشرك أو مشاحن

“Sesungguhnya Allah melihat pada malam pertengahan Sya’ban. Maka Dia mengampuni semua makhluknya, kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.”

Dengan dalil di atas, banyak yang mengirimkan permintaan maaf. Karena khawatir tidak diampuni dosanya karena khawatir masih ada permusuhan. Bagaimana kekuatan hadistnya?

Hadis ini memiliki banyak jalur, diriwayatkan dari beberapa sahabat, diantaranya Abu Musa, Muadz bin Jabal, Abu Tsa’labah Al-Khusyani, Abu Hurairah, dan Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhum. Hadis dishahihkan oleh Imam Al-Albani dan dimasukkan dalam Silsilah Ahadits Shahihah, no. 1144. Beliau menilai hadis ini sebagai hadis shahih, karena memiliki banyak jalur dan satu sama saling menguatkan. Meskipun ada juga ulama yang menilai hadis ini sebagai hadis lemah, dan bahkan mereka menyimpulkan semua hadis yang menyebutkan tentang keutamaan nisfu syaban sebagai hadis dhaif.

Penutup
Demikianlah hadist-hadist dhaif (lemah) maupun Maudhu (palsu) yang berkaitan dengan bulan Sya’ban.

Bulan Sya’ban adalah salah satu bulan mulia, di mana di dalamnya terdapat banyak kemuliaan. Tetapi berhati-hatilah dalam melakukan amalan-amalan tertentu.

Karena apabila amalan tersebut bukan berasal dari Nabi shallallahu alaihi wassalam, maka akan tertolak. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wassalam:

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan berasal dari kami, maka amalan tersebut tertolak” (HR. Muslim no. 1718)

Berada dalam Bulan Sya’ban, mengisyaratkan bahwa kita semakin dekat dengan bulan suci Ramadan. Jadi mari kita tingkatkan lagi semangat kita dalam beribadah agar kita semakin siap untuk menyambut bulan suci Ramadan.

Wallahua’lam.

Artikel: SeptyanWidianto.Web.ID
      
© 2020 SeptyanWidianto.web.id | View Non-AMP Version

shalat malam nisfu syaban

JURNAL PEMUDA PERSIS KAB. BANDUNG

SELASA, 27 JULI 2010
Shalat Nisfu Sya'ban, Taubat dan Shalat Tasbih
Penulis: Bid Dakwah PD Pemuda Persis Kab Bandung

SHALAT PADA MALAM PERTENGAHAN BULAN SYA’BAN
(NISFU SYA’BAN)

Hadits Pertama :

حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْخَلاَّلُ ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ ، أَنْبَأَنَا ابْنُ أَبِي سَبْرَةَ ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ مُحَمَّدٍ ، عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ جَعْفَرٍ ، عَنْ أَبِيهِ ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ اَبِي طَالِبٍ  قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ  : إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَقُوْمُوْا لَيْلَهَا وَصُوْمُوْا نَهَارَهَا. فَإِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَنْزِلُ فِيْهَا لِغُرُوْبِ الشَّمْسِ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا فَيَقُوْلُ : أَلاَ مِنْ مُسْتَغْفِرٍ لِي فَأَغْفِرَ لَهُ! أَلاَ مُسْتَرْزِقٌ فَأَرْزُقَهُ! أَلاَ مُبْتَلًي فَأُعَافِيَهُ! أَلاَ كَذَا أَلاَ كَذَا، حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ.

(Berkata Ibnu Majah) : Telah menerangkan kepada kami Al-hasan bin ‘Ali Al-Khollal, telah menerangkan kepada kami Abdurazzaq, telah memberitakan kepada kami Ibnu Abi Sabroh, dari Ibrahim bin Muhammad, dari Mu’awiyah bin Abdillah bin Ja’far, dari ayahnya, dari ‘Ali bin Abi Thalib RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : Apabila tiba malam pertengahan bulan Sya’ban maka shalatlah pada malamnya dan saumlah pada siang harinya. Karena Allah ‘azza wajalla turun pada malam tersebut waktu matahari terbenam ke langit dunia. Ia berfirman : “Ingatlah! Adakah yang memohon ampunan pada-Ku, pasti akan Ku-ampuni! Adakah yang meminta rizki, pasti aku memberinya rizki! Adakah yang sedang ditimpa bala, pasti Aku sembuhkan dia! Adakah yang begini dan begini, sampai terbit fajar.

Hadits tersebut diriwayatkan oleh :
1. Imam Ibnu Majah pada Sunan Ibnu Majah Kitabu Iqomatis solat juz I halaman 438 no.1388
2. Al-Baehaqiy pada Kitab Syu'abul Iman III : 378 no.3822.

Pada sanadnya ada rowi yang bernama Ibnu Abi Sabroh, Abu Bakar bin Abdillah bin Muhammad bin Abi Sabroh.
Imam Ahmad, Ibnu Addi, Ibnu Hibban dan Al-Hakim Abu Abdillah mengatakan : Rowi tersebut suka membuat hadits palsu,berdusta.
Ibnul Madini dan Al-Bukhori berkata : munkarul hadis,
Kata An-Nasaiy : matrukul hadis. (Tahdzibut Tahdzib X : 30 no.8254, Mizanul I'tidal IV : 503 no.10024, Taqribut Tahdzib II : 698)



Hadits Kedua :

عَنْ اَبِي هُرَيْرَةَ  عَنِ النَّبِيِّ  قَالَ : مَنْ صَلَّى لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً يَقْرَأُ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ قُلْ هُوَ اللهُ اَحَدٌ ثَلاَثِيْنَ مَرَّةً، لَمْ يَخْرُجْ حَتَّى يَرَى مَقْعَدَهُ مِنَ الْجَنَّةِ وَ يَشْفَعُ فِي عَشْرَةٍ مِنْ اَهْلِ بَيْتِهِ كُلُّهُمْ وَجَبَتْ لَهُ النَّارُ

Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda : “Barang siapa yang shalat pada malam pertengahan bulan Sya’ban 12 raka’at, pada setiap raka’at membaca surat Qulhuwalloohu ahad 30 kali, maka ia tidak akan keluar kecuali melihat tempat duduknya di surga, dan dapat memberi syafa’at pada sepuluh orang dari keluarganya, mereka semuanya pasti masuk surga.”

Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Ibnul Jauziy pada Kitab Al-Maudu'at II : 129.
Pada sanadnya terdapat rowi yang bernama Baqiyyah bin Al-Walid bin Sho-id bin Ka'ab yang menerima dari Laits bin Sulem dengan sighotul ada 'an, sedangkan dia itu rowi mudallis,tidak diterima dan tak dapat dijadikan hujjah bila menggunakan sighot 'an
(lihat Tahdzibut Tahdzib I : 495 no.779, Mizanul I'tidal I : 331, Taqribut Tahdzib I : 73)

Tentang Laits bin Abi Sulem bin Zunem, Ibnu Ma'in, Ibnu Uyainah, Ibnu Sa'ad, Al-Juzujaniy, Ya'qub bin Syaibah dan As-Sajiy mendla'ifkannya.
Imam Ahmad, Abu Hatim dan Abu Zur'ah berkata : mudtoribul Hadis,
Kata Ibnu Ma'in : Munkarul hadis. (Tahdzibut Tahdzib VI : 611-614 no.5881, Mizanul I'tidal III : 420 no.6997, Taqribut Tahdzib II : 497)


Hadits Ketiga :

عَنْ عَلِيِّ بْنِ اَبِي طَالِبٍ  قَالَ : رَاَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ  لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ قَامَ فَصَلَّى اَرْبَعَ عَشْرَةَ رَكْعَةً ثُمَّ جَلَسَ بَعْدَ الْفَرَاغِ فَقَرَأَ بِأُمِّ الْقُرْآنِ اَرْبَعَ عَشْرَةَ مَرَّةً، وَ قُلْ هُوَ اللهُ اَحَدٌ اَرْبَعَ عَشْرَةَ مَرَّةً، وَقُلْ اَعُوْذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ اَرْبَعَ عَشْرَةَ مَرَّةً، وَقُلْ اَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِ اَرْبَعَ عَشْرَةَ مَرَّةً، وَآيَةَ الْكُرْسِيِّ مَرَّةً، وَلَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُوْلٌ الآيَةَ، فَلَمَّا فَرَغَ مِنْ صَلاَتِهِ سَأَلْتُ عَمَّا رَأَيْتُ مِنْ صَنِيْعِهِ، فَقَالَ : مَنْ صَنَعَ مِثْلَ الَّذِي رَاَيْتَ كَانَ لَهُ كَعِشْرِيْنَ حِجَّةٍ مَبْرُوْرَةٍ، وَكَصِيَامِ عِشْرِيْنَ سَنَةً مَقْبُوْلَةٍ، فَإِنْ اَصْبَحَ فِي ذَلِكَ الْيَوْمِ صَائِمًا كَانَ كَصِيَامِ سِتِّيْنَ سَنَةً مَاضِيَةً وَسَنَةً مُسْتَقْبِلَةً

Dari Ali bin Abi Thalib RA, ia berkata : Saya melihat Rasulallah SAW pada malam pertengahan Sya’ban melakukan shalat 14 raka’at, lalu beliau duduk setelah selesai. Lalu membaca Ummul Qur’an (Fatihah) 14 kali, Qulhuwalloohu ahad 14 kali, Qul a’udzu birobbil falaq 14 kali, Qul a’udzu birobbinnaas 14 kali, ayat kursi satu kali, ayat “laqod ja-akum risulun”.al-ayat.
Setelah beliau selesai shalatnya, saya bertanya kepadanya apa yang beliau lakukan tadi, lalu tutur beliau:” Barang siapa yang melakukan seperti apa yang kamu lihat tadi, maka baginya pahala seperti 20 kali haji yang mabrur, dan seperti saum selama 20 tahun yang diterima, lalu bila pagi harinya shaum, maka keadannya seperti saum selama 60 tahun yang lalu, dan setahun yang akan datang.”

Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Ibnul Jauziy pada Kitab Al-Maudu'at II : 130.
Pada sanadnya ada rowi yang bernama Muhammad bin Muhajir.
Ibnu Hanbal berkata : Rowi tersebut pemalsu hadits. (Al-Maudu'at II : 130)
Demikian juga dikatakan oleh Al-Hafiz Ibnu Hajar dan Al-Jauzaqani.
(lihat Lisanul Mizan V : 448 rowi no. 8073)



Hadits Keempat :

عَنْ عَلِيِّ  عَنِ النَّبِيِّ  اَنَّهُ قَالَ : مَنْ صَلَّى مِائَةَ رَكْعَةٍ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ ، يَقْرَأُ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَ قُلْ هُوَ اللهُ اَحَدٌ عَشْرَ مَرَّاتٍ. قَالَ النَّبِيُّ  : يَا عَلِيُّ مَا مِنْ عَبْدٍ يُصَلِّي هَذِهِ الصَّلَوَاتِ إِلاَّ قَضَى اللهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهُ كُلَّ حَاجَةٍ طَلَبَهَا تِلْكَ اللَّيْلَةَ. اَلْحَدِيْثَ.

Dari Ali bin Abi Thalib RA, dari Nabi SAW beliau bersabda : Barang siapa yang shalat 100 raka’at pada malam pertengahan bulan Sya’ban, pada setiap raka’at membaca Fatihah dan Qulhuwalloohu ahad 11 kali, Nabi SAW bersabda : Wahai Ali, tidak ada seorang pun yang melakukan shalat-shalat ini kecuali Allah ‘azza wajalla akan memenuhi segala kebutuhan yang orang tersebut memintanya pada malam itu. Al-hadits.

Hadits tersebut diriwayatkan oleh Ibnul Jauziy pada Kitab Al-Maudu'at II : 127.
Al-Hafiz Ibnu Hajar dan Imam Ad-Dzahabi berkata : Hadis tersebut batil, Ali yang ini (Ali bin Ya'mar As-Samiy) termasuk rowi yang matruk. Mudah-mudahan Alloh mema’afkannya. (Lisanul Mizan IV : 213, Mizanul I'tidal III : 120)





SHALAT TASBIH

حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ بِشْرِ بْنِ الْحَكَمِ النَّيْسَابُورِيُّ ، حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ ، حَدَّثَنَا الْحَكَمُ بْنُ أَبَانَ ، عَنْ عِكْرِمَةَ ، عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ : أَنَّ رَسُولَ اللهِ  قَالَ لِلْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ: يَا عَبَّاسُ ، يَا عَمَّاهُ ، أَلاَ أُعْطِيكَ! أَلاَ أَمْنَحُكَ! أَلاَ أَحْبُوْكَ! أَلاَ أَفْعَلُ بِكَ عَشْرَ خِصَالٍ إِذَا أَنْتَ فَعَلْتَ ذَلِكَ غَفَرَ اللهُ لَكَ ذَنْبَكَ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ ، قَدِيمَهُ وَحَدِيثَهُ ، خَطَأَهُ وَعَمْدَهُ ، صَغِيرَهُ وَكَبِيرَهُ ، سِرَّهُ وَعَلاَنِيَتَهُ ، عَشْرَ خِصَالٍ : أَنْ تُصَلِّيَ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ تَقْرَأُ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ وَسُورَةً. فَإِذَا فَرَغْتَ مِنْ الْقِرَاءَةِ فِي أَوَّلِ رَكْعَةٍ وَأَنْتَ قَائِمٌ قُلْتَ : سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ خَمْسَ عَشْرَةَ مَرَّةً ، ثُمَّ تَرْكَعُ فَتَقُولُهَا وَأَنْتَ رَاكِعٌ عَشْرًا ، ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ مِنْ الرُّكُوعِ فَتَقُولُهَا عَشْرًا ، ثُمَّ تَهْوِي سَاجِدًا فَتَقُولُهَا وَأَنْتَ سَاجِدٌ عَشْرًا ، ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ مِنْ السُّجُودِ فَتَقُولُهَا عَشْرًا ، ثُمَّ تَسْجُدُ فَتَقُولُهَا عَشْرًا ، ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ فَتَقُولُهَا عَشْرًا ، فَذَلِكَ خَمْسٌ وَسَبْعُونَ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ تَفْعَلُ ذَلِكَ فِي أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ. إِنْ اسْتَطَعْتَ أَنْ تُصَلِّيَهَا فِي كُلِّ يَوْمٍ مَرَّةً فَافْعَلْ ، فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِي كُلِّ جُمُعَةٍ مَرَّةً ، فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِي كُلِّ شَهْرٍ مَرَّةً ، فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِي كُلِّ سَنَةٍ مَرَّةً ، فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِي عُمُرِكَ مَرَّةً.

(Imam Abu Dawud berkata) : Telah menerangkan kepada kami Abdurrahman bin Bisyr bin Hakam An Naisabury, telah menerangkan kepada kami Musa bin Abdul ‘Aziz, telah menerangkan kepada kami Hakam bin Aban, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas RA, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda kepada Al ‘Abbas bin Abdul Muthalib: Wahai ‘Abbas, wahai pamanku, tidakkah engkau ingin aku beri ? tidakkah engkau ingin aku anugerahi ? tidakkah engkau ingin aku beri hadiah ? tidakkah engkau ingin aku lakukan bagimu 10 urusan yang bila engkau mengerjakannya, niscaya Allah akan mengampuni dosamu yang awal dan akhirnya, yang telah lama dan yang barunya, yang tidak sengaja maupun yang disengaja, yang kecil maupun yang besar, yang tersembunyi maupun yang terang-terangan, 10 urusan, yaitu :
Engkau shalat 4 raka’at, pada setiap raka’at engkau baca Al Fatihah dan surat lain. Bila telah selesai bacaan pada ra’at pertama, dalam keadaan sedang berdiri engkau ucapkan :
“Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, dan tiada Tuhan selain Allah, dan Allah Maha Agung” –sebanyak 15 kali-, kemudian ruku’, ketika ruku’ ucapkanlah yang tadi 10 kali, lalu bangkit dari ruku’, ketika itu mengucapkannya 10 kali lalu turun sujud, ketika itu mengucapkannya lagi 10 kali, lalu bangkit dari sujud, ketika itu mengucapkannya lagi 10 kali,lalu sujud lagi dan mengucapkannya lagi 10 kali,lalu bangkit dan mengucapkannya kembali 10 kali. Demikian adalah 75 kali pada setiap raka’at, engkau lakukan 4 raka’at.
Bila engkau mampu, lakukanlah setiap hari, jika tidak, lakukan tiap satu jum’at sekali, jika tidak, lakukan satu bulan sekali, jika tidak, lakukan satu tahun sekali, dan jika tidak mampu juga, lakukanlah sekali seumur hidup.

Hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud pada Sunan Abu Dawud Kitabu Shalat, bab shalatit tasbih pada juz I hal. 304 hadis no. 1297.
Pada sanadnya ada rowi yang bernama lengkap Musa bin Abdul ‘Aziz Al Yamaniy Al ‘Adaniy, Abu Syu’eb Al Qinbariy.,
Rowi tersebut didla’ifkan oleh Ibnul Madiniy,
As-Sulaimaniy mengatakan : Munkarul hadits.
Ibnu Hajar berkata : Shaduq sayyiul hifzhi (jujur, jelek hapalan).
(Tahdzibut Tahdzib VIII : 410 no. 7270, Taqribut Tahdzib II : 611 no. 7270, Al Mugni fid Dlu’afa II : 685 no. 6508, Mizanul I”tidal IV : 212 no. 8893)

Hadits diatas diriwayatkan juga oleh :
1. Imam Ibnu Majah pada Sunan Ibnu Majah, Kitabu Iqamatis Shalat, bab ma ja-a fi shalati tasbih pada juz I hal. 437 hadits no. 1387
2. Al-Hakim pada Al-Mustadrak I : 428 no. 1222
3. At-Tobroniy pada Al Mu’jamul Kabir IX : 442
4. Al-Baihaqi pada Syu’abul Ieman VII : 91 no. 2944
Dengan sanad sama-sama melalui Musa bin Abdul ‘Aziz diatas.

Hadits tentang Shalat Tasbih juga diriwayatkan oleh :
1. Imam At-Tirmidzi dalam Sunan At-Tirmidzi II : 25 no. 482,
2. At-Tobroniy dalam Al-Mu’jamul Kabir I : 425 no. 980
Pada sanadnya ada rowi yang bernama Musa bin ‘Ubaidah bin Nasyith bin ‘Amr bin Al-Harits Ar-Rabadziy, Abu Abdil ‘Aziz Al-Madaniy.
Rowi tersebut didla’ifkan oleh Ibnu Ma’in, Ibnul Madiniy, At-Tirmidzi, An-Nasaiy, Ya’qub bin Syaibah, Ibnu Qani’ dan Ibnu Hibban.
Imam Ahmad, Abu Hatim dan As-Sajiy berkata : Munkarul hadits.
(Tahdzibut Tahdzib VIII : 411-414 rowi no. 7271)




SHALAT TAUBAT


حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ ، حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ ، عَنْ عُثْمَانَ بْنِ الْمُغِيرَةِ ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ رَبِيعَةَ ، عَنْ أَسْمَاءَ بْنِ الْحَكَمِ الْفَزَارِيِّ قَال : سَمِعْتُ عَلِيًّا يَقُولُ : إِنِّي كُنْتُ رَجُلاً إِذَا سَمِعْتُ مِنْ رَسُولِ اللهِ  حَدِيثًا نَفَعَنِي اللهُ مِنْهُ بِمَا شَاءَ أَنْ يَنْفَعَنِي بِهِ ، وَإِذَا حَدَّثَنِي رَجُلٌ مِنْ أَصْحَابِهِ اسْتَحْلَفْتُهُ ، فَإِذَا حَلَفَ لِي صَدَّقْتُهُ. وَإِنَّهُ حَدَّثَنِي أَبُو بَكْرٍ -وَصَدَقَ أَبُو بَكْرٍ- قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ  يَقُولُ : مَا مِنْ رَجُلٍ يُذْنِبُ ذَنْبًا ثُمَّ يَقُومُ فَيَتَطَهَّرُ ثُمَّ يُصَلِّي ثُمَّ يَسْتَغْفِرُ اللهَ إِلاَّ غَفَرَ اللهُ لَهُ. ثُمَّ قَرَأَ هَذِهِ الآيَةَ{وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ}إِلَى آخِرِ الآيَةِ

(Imam At-Tirmidzi berkata) : Telah menerangkan kepada kami Qutaibah, telah menerangkan kepada kami Abu ‘Awanah, dari ‘Utsman bin Al-Mughirah, dari ‘Ali bin Rabi’ah, dari Asma bin Hakam Al-Fazariy, ia berkata : Saya mendengar ‘Ali berkata : Sesungguhnya keadaanku apabila mendengar hadits dari Rasulullah SAW, Allah memberiku manfaat darinya apa-apa yang ia hendaki untuk memberiku manfaat dengannya, dan bila seseorang dari sahabatnya menerangkan hadits kepadaku aku memintanya sumpah terlebih dulu, jika ia bersumpah maka aku pun membenarkannya. Sesungguhnya Abu Bakar menerangkan kepadaku –dan benarlah Abu Bakar- katanya : Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda : Tiada seorang pun berbuat dosa, lalu ia bersuci, kemudian shalat, kemudian memohon ampunan kepada Allah, kecuali Allah mengampuninya. Lalu beliau membacakan ayat : {“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah - Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (QS. 3:135)}

Hadits tersebut diriwayatkan oleh :
1. At-Tirmidzi dalam Sunan At-Tirmidzi pada Kitabut Tafsir V : 10 no. 3017
2. Abu Dawud dalam Sunan Abi Dawud pada Kitabu Shalat I : 352 no. 1521
3. An-Nasaiy pada As-Sunanul Kubronya VI : 110 no.10250
4. Ibnu Majah pada Sunan Ibni Majah dalam Kitabu Iqamati Shalat I : 440 no.1395
5. Ahmad dalam Musnadnya pada Musnad Abi Bakar no. 2
6. Al-Humaidi dalam Musnadnya no. 1
7. At-Toyalisiy dalam Musnadnya no. 2
8. Ibnu Hibban dalam Shahihnya II : 8 no. 622

Pada semua sanadnya ada rowi yang bernama Asma bin Al-Hakam Al-Fazaariy.
Rowi ini walaupun ditsiqatkan oleh Al-‘Ijliy, tetapi Ibnu Hibban berkata dalam At-Tsiqatnya bahwa rowi tersebut suka salah (yukhti-u). Dan Al-Bukhari memandang munkar hadits ini.
Al-‘Uqailliy mengatakan bahwa hadits ini tafarrud ‘Utsman bin Al-Mughirah dari ‘Ali bin Rabi’ah dari Asma dan kata beliau : Sesungguhnya ‘Utsman munkarul hadits. Dan Ibnul Jarud menyebutnya diantara rowi-rowi dla’if
(Tahdzibut Tahdzib I : 285 no. 441, Mizanul I’tidal I : 255 no. 979)
Jurnal Pemuda Persis Kab. Bandung di 08.25
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beranda
Lihat versi web
ABOUT ME
Jurnal Pemuda Persis Kab. Bandung
Lihat profil lengkapku
Diberdayakan oleh Blogger.

ayat untuk berusaha mencari rizki dan karunia alloh

Mangga bu

Surat Al-Jumu’ah Ayat 10

فَإِذَا قُضِيَتِ ٱلصَّلَوٰةُ فَٱنتَشِرُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ وَٱبْتَغُوا۟ مِن فَضْلِ ٱللَّهِ وَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Artinya: Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.

hadits tentang jodoh rizki sudah ditentukan

Wa'alaikum salam... 
Mangga ini haditsnya

عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ : إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ   ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ. فَوَ اللهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ  الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا. [رواه البخاري ومسلم].

Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud radiallahuanhu beliau berkata: Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam  menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan: Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan dia diperintahkan untuk menetapkan empat perkara: menetapkan rizkinya, ajalnya, amalnya dan celaka atau bahagianya. Demi Allah yang tidak ada ilah selain-Nya, sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli syurga hingga jarak antara dirinya dan syurga tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam neraka. Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli syurga maka masuklah dia ke dalam syurga. (Riwayat Bukhari dan Muslim).