MERENGGANGKAN SHAF DALAM SHALAT
Berikut ketentuan dalam shaf shlat berjamaah yang Rasulullah Saw tetapkan:
1. Meluruskan Shaf
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُسَوِّي صُفُوفَنَا حَتَّى كَأَنَّمَا يُسَوِّي بِهَا الْقِدَاحَ حَتَّى رَأَى أَنَّا قَدْ عَقَلْنَا عَنْهُ ثُمَّ خَرَجَ يَوْمًا فَقَامَ حَتَّى كَادَ يُكَبِّرُ فَرَأَى رَجُلًا بَادِيًا صَدْرُهُ مِنْ الصَّفِّ فَقَالَ
Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meluruskan shaf kami, seakan-akan sedang meluruskan barisan busur panah, hingga beliau melihat bahwa kami sungguh telah terikat darinya. Kemudian pada suatu hari beliau keluar lalu berdiri hingga hampir bertakbir. Beliau melihat seorang jama’ah sholat yang menonjolkan dadanya dari barisan shaf. Lantas beliau menegur,
عِبَادَ اللَّهِ لَتُسَوُّنَّ صُفُوفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللَّهُ بَيْنَ وُجُوهِكُمْ
“Wahai hamba-hamba Allah, luruskan shaf kalian, jika tidak maka Allah akan membuat hati kalian berselisih.” (HR. Muslim)
سَوُّوا صُفُوفَكُمْ , فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصَّفِّ مِنْ تَمَامِ الصَّلاةِ
“Luruskanlah shaf-shaf kalian, karena lurusnya shaf adalah kesempurnaan shalat” (HR. Bukhari no.690, Muslim no.433).
سَوُّوا صُفُوفَكُمْ , فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصُّفُوفِ مِنْ إِقَامَةِ الصَّلاةِ
“Luruskanlah shaf-shaf kalian, karena lurusnya shaf adalah bentuk menegakkan shalat (berjama’ah)” (HR. Bukhari no.723).
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُ مَنَاكِبَنَا فِي الصَّلاةِ وَيَقُولُ : ( اسْتَوُوا , وَلا تَخْتَلِفُوا فَتَخْتَلِفَ قُلُوبُكُمْ
“Dahulu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memegang pundak-pundak kami sebelum shalat, dan beliau bersabda: luruskanlah (shaf) dan jangan bengkok, sehingga hati-hati kalian nantinya akan bengkok (berselisih) pula” (HR. Muslim, no. 432).
2. Merapatkan Shaf
خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : أَلَا تَصُفُّونَ كَمَا تَصُفُّ الْمَلَائِكَةُ عِنْدَ رَبِّهَا . فَقُلْنَا : يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ تَصُفُّ الْمَلَائِكَةُ عِنْدَ رَبِّهَا ؟ قَالَ : يُتِمُّونَ الصُّفُوفَ الْأُوَلَ ، وَيَتَرَاصُّونَ فِي الصَّفِّ
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menemui kami dan bersabda, ‘Hendaknya kalian berbaris seperti berbarisnya para Malaikat di sisi Rabb mereka! lalu kami bertanya, ‘Wahai Rasûlullâh! Bagaimana para Malaikat berbaris di sisi Rabb mereka?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Mereka menyempurnakan shaf-shaf (barisan) pertama, rapat serta lurus dalam barisannya. [HR. Muslim, no. 430]
Hadis-hadis ini menyatakan tentang kesempurnaan shalat berjama’ah dalam keadaan normal, yaitu meluruskan shaf dan merapatkan shaf.
Namun jika terjadi doruroh krna harus menghindari kedekatan dengan orang-orang dalam upaya ikhtiyari pencegahan virus yang menular sehingga shaf harus renggang, maka masuk pada qaidah
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
Tidak boleh membahayakan diri sendiri atau orang lain
Udzur sakit, bukan menghilangkan atau meniadakan pada hokum pokok, melainkan menjalankannya sekemampunya.
Misal: larangan berkerumun krna bisa membahayakan mudahnya tersebar virus.
Hal ini bukan berarti menutup masjid secara Mutlaq agar tidak ada shalat berjamaah, melainkan fingsi masjid tetap berlaku untuk berjamaah dengan cara bolehnya merenggangkan shaf karena sebab tertentu.
Kemudian penerapan qaidah
دَرْءُ الْمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَىٰ جَلْبِ الْمَصَالِحِ
“Menolak mudharat (bahaya) lebih didahulukan dari mengambil manfaat”
Mengandung mafhum bahwa karena bershaf dengan rapat akan mengandung mafsadat, maka dalam kondisi tertentu shaf boleh d renggangkan. Bukan meniadakan shalat di masjid dan menetapkan harus shalat di rumah.