Minggu, 26 Februari 2023

doa bayi yang baru lahir dan hadits tentang aqiqah

Mangga ini haditsnya

وَعَنْ سَمُرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( كُلُّ غُلَامٍ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ, تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ, وَيُحْلَقُ, وَيُسَمَّى ) رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ, وَصَحَّحَهُ اَلتِّرْمِذِيّ

Dari Samurah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya; ia disembelih hari ketujuh (dari kelahirannya), dicukur, dan diberi nama." Riwayat Ahmad dan Imam Empat. Hadits shahih menurut Tirmidzi.

Ini do'anya

أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّآمَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَآمَّةٍ وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَآمَّةٍ

 "Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah dari segala setan, kesusahan, dan pandangan yang jahat."

ayat tentang pendengaran, penglihatan hati akan diminta pertanggungjawaban

Surat Al-Isra Ayat 36

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ ۚ إِنَّ ٱلسَّمْعَ وَٱلْبَصَرَ وَٱلْفُؤَادَ كُلُّ أُو۟لَٰٓئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔولًا

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.

Sabtu, 25 Februari 2023

zakat tijaroh

وَعَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ رضي الله عنه قَالَ: ( كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَأْمُرُنَا; أَنْ نُخْرِجَ اَلصَّدَقَةَ مِنَ اَلَّذِي نَعُدُّهُ لِلْبَيْعِ )  رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ, وَإِسْنَادُهُ لَيِّن ٌ

Samurah Ibnu Jundab Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan kami agar mengeluarkan zakat dari harta yang kita siapkan untuk berjualan. Riwayat Abu Dawud dan sanadnya lemah.

Berdasarkan hadits ini mengeluarkan zakat tijaroh setiap kali belanja, untuk teknisnya boleh perpekan, bulanan atau tahunan

Amalan-amalan sunah pada bulan sya'ban

Wa'alaikum salam... 
Amalan-amalan sunah pada bulan sya'ban:
1. Memperbanyak shoum sunah, senin-kamis,  ayyamul bidh, atau shoum daud 

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: ( كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لَا يُفْطِرُ, وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لَا يَصُومُ, وَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم اِسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ قَطُّ إِلَّا رَمَضَانَ, وَمَا رَأَيْتُهُ فِي شَهْرٍ أَكْثَرَ مِنْهُ صِيَامًا فِي شَعْبَانَ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ، وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ

'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam biasa shaum sehingga kami menyangka beliau tidak akan berbuka dan beliau berbuka sehingga kami menyangka beliau tidak akan shaum. Dan aku tidak pernah melihat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menyempurnakan puasa sebulan penuh kecuali bulan Ramadhan dan aku tidak pernah melihat beliau shaum dalam suatu bulan lebih banyak daripada bulan Sya'ban. Muttafaq Alaihi.
2. Memperbanyak amal solih lainnya 
3. Memperbanyak taubat kepada Alloh, agar dosa itu tidak menjadi beban berat yang menghalangi semangat ibadah kepada Alloh

shaum syaban

Mangga ini haditsnya

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: ( كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لَا يُفْطِرُ, وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لَا يَصُومُ, وَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم اِسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ قَطُّ إِلَّا رَمَضَانَ, وَمَا رَأَيْتُهُ فِي شَهْرٍ أَكْثَرَ مِنْهُ صِيَامًا فِي شَعْبَانَ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ، وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ

'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam biasa shaum sehingga kami menyangka beliau tidak akan berbuka dan beliau berbuka sehingga kami menyangka beliau tidak akan shaum. Dan aku tidak pernah melihat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menyempurnakan puasa sebulan penuh kecuali bulan Ramadhan dan aku tidak pernah melihat beliau shaum dalam suatu bulan lebih banyak daripada bulan Sya'ban. Muttafaq Alaihi.

Dengan hadits ini menerangkan bahwasanya Rosululloh saw memperbanyak melakukan shoum sunah di bulan sya'ban tetapi tidak full satu bulan, terkadang beliau shoum terkadang tidak, dan tidak diterangkan berapa hari beliau shoum. Adapun tujuan memperbanyak shoum pada bulan sya'ban itu:
1. Karena bulan sya'ban bulan diangkatnya amal, dilaporkan kepada Alloh
2. Shoum sya'ban sebagai shoum sunah yang menyertai shoum romadhon, seperti sholat rowatib ada qobla dan ba'da. Shoum sya'ban rowatib qobla romadhon dan shoum syawal rowatib ba'da romadhon
3. Sebagai upaya latihan untuk mempersiapkan diri melaksanakan shoum romadhon 

Nabi Saw shaum d bulan syaban sebagaimana shaum² sunnah yg sudah d tetapkan d bulan lainnya, seperti senin kamis, ayyamul bidh dll.

Jadi bukan shaum sya'ban, tapi shaum sunnah di bulan sya'ban.

Walloohu 'alam


dua hal yang harus menjadi landasan dalam melaksanakan agama

Wa'alaikum salam... 
Ada dua hal yang harus menjadi landasan dalam melaksanakan agama
1. Niat yang ikhlas
2. Mengikuti sunah rosul 

Kalaupun niatnya baik, tetapi tidak mengikuti sunah, maka tertolak tidak jadi ibadah. 
Maka tidak boleh menghadiri acara2 yang tidak disyariatkan

AMALAN DI BULAN SYA’BANYANG SESUAI DENGAN SYARIAT NABI SAW

AMALAN DI BULAN SYA’BAN
YANG SESUAI DENGAN SYARIAT NABI SAW
Oleh Dr. Nashruddin Syarif, M.Pdi

Banyak sekali hadits yang menganjurkan amal-amal ibadah sunat pada bulan Sya’ban secara umum. Hadits-hadits yang menjelaskan keutamaan Nishfu Sya’ban secara khusus pun memang ada. Tetapi tidak kemudian harus menyambutnya dengan membuat syari’at shalat dan shaum baru di luar yang sudah disyari’atkan.

Tidak dinafikan bahwa umat Islam hari ini masih abai dengan amal-amal ibadah sunat yang Nabi saw anjurkan di bulan Sya’ban disebabkan beberapa alasan: 

Pertama,
Karena tidak paham akan keberadaan hadits-hadits yang menganjurkannya.

Kedua,
Paham terhadap hadits-hadits tersebut, tetapi memang tidak mampu, sehingga tidak mengamalkannya dan berat juga untuk menganjurkannya.

Ketiga,
Terjebak pada pemahaman sempit bahwa Sya’ban itu hanya mulia di Nishfu Sya’ban (pertengahan Sya’ban)-nya saja.

Dari ketiga alasan di atas, memang tidak ada yang sampai berdosa jika motifnya karena tidak tahu atau tidak mampu, sebab anjuran Nabi saw dalam amal-amal ibadah khusus di bulan Sya’ban ini sifatnya sebatas anjuran atau sunat, tidak ada yang wajib. Baik ‘tidak tahu’ atau ‘tidak mampu’ kedua-duanya masuk kategori la yukalliful-‘llah nafsan illa wus’aha; Allah tidak akan membebani setiap jiwa kecuali berdasarkan kemampuan (termasuk pengetahuan) maksimalnya. Hanya jika kemudian itu sampai menyebabkan ‘mematikan sunnah’ tentu ini lain lagi persoalannya. Persoalan ‘mematikan sunnah’ bisa mendorong pada ‘ketidakcintaan pada sunnah Nabi saw’ yang diancam oleh Nabi saw dengan sabdanya:

فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي

“Siapa yang tidak mencintai sunnahku, maka ia bukan dari golonganku”.
(Shahih al-Bukhari kitab an-nikah bab at-targhib fin-nikah no. 5063).
Tentunya setiap pengkaji ilmu mempunyai tanggung jawab khusus dalam hal keilmuan, untuk tetap mengajarkannya sebagai ilmu, terlepas dari keterbatasan yang dimiliki oleh masing-masing individunya yang dapat ditoleransi berdasarkan firman Allah swt: la yukalliful-‘Llah nafsan illa wus’aha.
 

Nishfu Sya’ban

Perhatian umat Islam mayoritas yang lebih tertuju pada Nishfu Sya’ban/pertengahan Sya’ban, dan itu biasanya diberlakukan pada tanggal 15 Sya’ban, memang tidak terlepas dari hadits-hadits yang menjelaskan fadlilah/keutamaannya secara khusus. Dua muhaddits kontemporer, Syaikh Syu’aib al-Arnauth dan al-Albani, menilai hadits-hadits tersebut shahih atau hasan bi syawahidihi; shahih atau hasan karena banyak sanad yang menguatkannya. 
Penilaian seperti itu dalam istilah lainnya adalah shahih/hasan li ghairihi; shahih/hasan bukan karena sanad-sanadnya memang shahih/hasan secara sendirinya, melainkan justru sanad-sanad yang dimaksud tidak terlepas dari kedla’ifan. Akan tetapi karena dla’if-nya tidak ada yang sampai munkar atau terindikasi/terbukti sebagai pemalsuan hadits, maka secara otomatis kesemua sanadnya saling menguatkan, berdasarkan satu kaidah yang sudah disepakati oleh para ulama:

اَلْأَحَادِيْثُ الضَّعِيْفَةُ يُقَوِّيْ بَعْضُهَا بَعْضًا

“Hadits-hadits dla’if satu sama lain saling menguatkan”

Dengan catatan apabila dla’if tersebut dari segi dlabth (hafalan) dan tidak bertentangan dengan Al-Qur’an atau hadits lain yang shahih. Adapun jika dla’ifnya itu dari segi ‘adalah (adil) seperti kadzdzab (pendusta), yadla’ul-hadits (memalsukan hadits), fisqur-rawi atau “tertuduh dusta” maka kaidah tersebut tidak dipakai 
(Thuruqul-Istinbath Dewan Hisbah bagian Beristidlal dengan Hadits no. 2).

Syaikh Syu’aib al-Arnauth

diketahui menilai hadits ini shahih bi syawahidihi dalam takhrijnya terhadap beberapa kitab hadits seperti Shahih Ibn Hibban, Musnad Ahmad, Sunan Ibn Majah, dan Sunan at-Tirmidzi. Berikut disajikan analisa beliau terhadap hadits fadlilah nishfu Sya’ban yang diriwayatkan dalam Shahih Ibn Hibban:

ذِكْرُ مَغْفِرَةِ اللَّهِ جَلَّ وَعَلَا فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ لِمَنْ شَاءَ مِنْ خَلْقِهِ إِلَّا مَنْ أَشْرَكَ بِهِ أَوْ كَانَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ

 أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُعَافَى الْعَابِدُ بِصَيْدَا وَابْنُ قُتَيْبَةَ وَغَيْرُهُ قَالُوا: حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ خَالِدٍ الْأَزْرَقُ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو خُلَيْدٍ عُتْبَةُ بْنُ حَمَّادٍ، عَنِ الْأَوْزَاعِيِّ، وَابْنِ ثَوْبَانَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ مَكْحُولٍ، عَنْ مَالِكِ بْنِ يُخَامِرَ عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ: يَطْلُعُ اللهُ إِلَى خَلْقِهِ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ إِلَّا لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ

Bab: Riwayat tentang Ampunan Allah jalla wa ‘ala pada Malam Nishfu Sya’ban bagi Orang Yang Dikehendaki oleh-Nya selain Orang Yang Musyrik kepada-Nya atau Orang Yang Memiliki Dendam Permusuhan dengan Saudaranya.

Ibn Hibban berkata

Muhammad ibn al-Mu’afa seorang ahli ibadah di Shaida, Ibn Qutaibah, dan yang lainnya mengajarkan hadits kepada kami, mereka berkata:  Hisyam ibn Khalid al-Azraq mengajarkan hadits kepada kami, ia berkata: Abu Khulaid ‘Utaibah ibn Hammad mengajarkan hadits kepada kami, dari al-Auza’i, dari Ibn Tsauban, dari bapaknya, dari Makhul, dari Malik ibn Yukhamir, dari Mu’adz ibn Jabal, dari Nabi saw, beliau bersabda: “Allah turun kepada makhluqnya pada malam pertengahan Sya’ban, lalu Dia mengampuni semua makhluqnya kecuali orang musyrik atau yang memusuhi.” 
(Shahih Ibn Hibban kitab al-hazhr wal-ibahah)

Syu’aib al-Arnauth menjelaskan:

حَدِيْثٌ صَحِيْحٌ بِشَوَاهِدِهِ، رِجَالُهُ ثِقَاتٌ إِلاَّ أَنَّ فِيْهِ انْقِطَاعاً، مَكْحُوْلٌ لَمْ يَلْقَ مَالِكَ بْنَ يُخَامِرَ. وأخرجه ابن أبي عاصم في “السنة” (512) والطبراني في “الكبير” 20/ (215) عن هشام بن خالد بهذا الإسناد. وذكره الهيثمي في “المجمع” 8/65 وقال: رواه الطبراني في “الكبير” و”الأوسط” ورجالهما ثقات. وأخرجه أبو نعيم في “الحلية” 5/191 من طريق أزهر بن المرزبان، عن عتبة بن حماد، به.

Hadits shahih berkat syawahidnya. Rawi-rawinya tsiqat kecuali ada keterputusan sanad. Makhul tidak pernah bertemu Malik ibn Yukhamir. Ibn Abi ‘Ashim meriwayatkannya dalam kitab as-Sunnah (512) dan at-Thabrani dalam kitab al-Mu’jamul-Kabir 20/215 dari Hisyam ibn Khalid dengan sanad seperti ini. al-Haitsami menyebutkannya dalam kitab Majma’uz-Zawa`id 8/65 dan berkata: “at-Thabrani meriwayatkannya dalam al-Mu’jamul-Kabir dan al-Mu’jamul-Ausath, rawi-rawinya tsiqat.” Abu Nu’aim meriwayatkannya dalam Hilyatul-Auliya` 5/191 dari sanad Azhar ibn al-Marzaban, dari ‘Utbah ibn Hammad, dengan sanad yang sama (dari al-Auza’i, dari Ibn Tsauban, dari bapaknya, dari Makhul, dari Malik ibn Yukhamir, dari Mu’adz ibn Jabal, dari Nabi saw)


Dalam bab ini ada juga hadits dari: Abu Musa al-Asy’ari riwayat Ibn Majah (1390), Ibn ‘Ashim (510) dan al-Lalika`i (763); hadits Abu Hurairah riwayat al-Bazzar (2046); hadits Abu Tsa’labah riwayat Ibn Abi ‘Ashim (511) dan al-Lalika`i (760); hadits Abu Bakar riwayat al-Bazzar (2045), Ibn Khuzaimah dalam kitab al-Wahid hlm. 90, Ibn Abi ‘Ashim (509) dan al-Lalika`i dalam kitab as-Sunnah (750); hadits ‘Auf ibn Malik riwayat al-Bazzar (2048); hadits ‘Abdullah ibn ‘Amr riwayat Ahmad 2/176; hadits ‘Aisyah riwayat at-Tirmidzi (739), Ahmad 6 : 238, Ibn Majah (1389) dan al-Lalika`i (764). Hadits-hadits penguat (syawahid) ini meskipun masing-masingnya ada masalah tetapi menguatkan hadits (Mu’adz) bab ini.

Uraian di atas menginformasikan bahwa hadits fadlilah nishfu Sya’ban tersebut diriwayatkan dari delapan shahabat; Mu’adz ibn Jabal, Abu Musa al-Asy’ari, Abu Hurairah, Abu Tsa’labah, Abu Bakar ash-Shiddiq, ‘Auf ibn Malik, ‘Abdullah ibn ‘Amr, dan ‘Aisyah. Kedelapan sanad tersebut tidak ada satu pun yang luput dari cacat. Tetapi cacat tersebut bukan cacat yang parah, sehingga bisa saling menguatkan dan menjadi shahih.

BERSAMBUNG

Tanya masalah kedudukan waqof dalam Al-Quran?

 TANYA :

Bagaimana kedudukan waqof dalam Al-Qur'an. apakah hukumnya wajib diikuti?
bagaimana kalo kondisi di baca ketika sholat?

JAWAB :
Waqof artinya berhenti, maksudnya seperti dijelaskan ulama tajwid,
قطع الصوت على آخر الكلمة زمنًا ما، أو هو قطع الكلمة عما بعدها زمنًا يتنفس فيه القارئ - عادة - بنيَّة استئناف القراءة؛ إما بأن يستأنف بما يلي الكلمةَ الموقوف عليها، أو بما قبلها، أو بها، لا بنية الإعراض عن القراءة
_Memutus/menghentikan suara sesaat diakhir kalimat atau memisahkan kalimat yang dibaca dengan kalimat setelahnya sesaat (untuk) si qari mengambil nafas biasanya, dengan niyat memulai lagi bacaan, baik pada kalimat setelahnya, kalimat sebelumnya atau kalimat yang dia berhenti padanya, bukan niyat untuk berpaling dari bacaan._

waqaf ini biasanya diujung ayat bisa juga ditengahnya yang jelas bukan ditengah kalimat. Dan ditandai dengan bernafas, jika tidak bernafas dinilai bukan waqaf tetapi sukut/diam saja.

perlu dimaklumi bahwa tanda-tanda waqaf yang terdapat pada ayat al Qur'an dibubuhkan oleh para ulama saja bukan bagian dari ayat qur'an sendiri. dan hakikatnya itu bersifat ijtihadiyyah. para ulama sepakat menghukumi berhenti pada tanda-tanda waqaf hukumnya hanya sunnah, berdasarkan hadits berikut,
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَطِّعُ قِرَاءَتَهُ يَقُولُ { الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ } ثُمَّ يَقِفُ { الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ } ثُمَّ يَقِفُ وَكَانَ يَقْرَؤُهَا { مَلِكِ يَوْمِ الدِّينِ }
Dari Ummu Salamah ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam biasa memotong bacaan beliau, beliau membaca: AL HAMDULILLAAHI RABBIL 'AALAMIIN, kemudian beliau berhenti, ARRAHMAANIRRaHIIM, kemudian beliau berhenti, lalu beliau membaca MAALIKI YAUMIDDIIN." (HR. Tirmidzi 2851)

Artinya jika tidak berhenti dan berlanjut saja dalam bacaan, maka tidaklah haram, makruh dan tidak dosa. Ini baik dalam salat maupun diluar salat. Demikian pula sama tidak berdosa berhenti bukan pada tanda waqaf dengan syarat tidak sengaja untuk mengaburkan makna ayat. Imam Ibnul Jazarii rahimahullah berkata:
وليس في القرآن من وقف يجبْ    ولا حرام غير ما له سبب
_Tiada dalam al Qur'an dari waqaf yang menjadi wajib atau haram selain yang memiliki sebab._

Beliau juga berkata:
 إِنَّمَا يُرِيدُونَ بِهِ الْجَوَازَ الْأَدَائِيَّ، وَهُوَ الَّذِي يَحْسُنُ فِي الْقِرَاءَةِ وَيَرُوقُ فِي التِّلَاوَةِ، وَلَا يُرِيدُونَ بِذَلِكَ أَنَّهُ حَرَامٌ وَلَا مَكْرُوهٌ، اللَّهُمَّ إِلَّا أَنْ يَقْصِدَ بِذَلِكَ تَحْرِيفَ الْقُرْآنِ وَخِلَافَ الْمَعْنَى الَّذِي أَرَادَهُ اللَّهُ، فَإِنَّهُ يَكْفُرُ فَضْلًا عَنْ أَنْ يَأْثَمَ
_Sesungguhnya mereka maksudkan boleh secara pelaksanaan yang membuat bagus bacaan dan elok dalam tilawah dan tidak mereka maksudkan bahwa hal itu haram atau makruh, kecuali dimaksudkan dengan hal itu untuk merubah al Qur'an dan menyelisihi makna yang dikehendaki oleh Allah. Itu tidak sekedar doa melainkan bisa jadi kufur._ (dikutip al Suyuthi dalam al Itqan)

Kesimpulan
Mengikuti tanda waqaf dalam al Qur'an hukumnya sunnah, Dan tidak haram/makruh jika diwashalkan kecuali ada niyat-an merubah ayat atau menyamarkan maknanya.

Allahu A'lam
Ust. Ismail Hasyim Al-Fasiry

Hukum bagi perempuan yang sedang haid menyentuh dan membaca mushaf al-Quran?

 Tanya :

Bagaimana hukum nya bagi perempuan yang sedang haid menyentuh dan membaca mushaf al-Quran?

Jawaban :
Pertama, tidak ada dalil yang sahih dan sarih yang melarang orang yang berhadas untuk menyentuh dan membaca al-Quran atau menjadikan bersih dari hadas sebagai syarat membaca al-Quran.
Kedua, karena tidak ada dalil yang sarih dan sarih, maka Kembali kepada hukum asal yaitu orang yang berhadas boleh menyentuh dan membaca al-Quran.
Ketiga, perhatikan hadis berikut tentang keutamaan membaca al-Quran
عَبْدَ اللهِ بْنَ مَسْعُودٍ ، يَقُولُ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ ، وَالحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا ، لاَ أَقُولُ الْم حَرْفٌ ، وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ
Aku mendengar Abdullah bin Mas'ud berkata; Rasulullah ﷺ bersabda: "Barangsiapa membaca satu huruf dari Kitabullah (Al Quran), maka baginya satu pahala kebaikan dan satu pahala kebaikan akan dilipatgandakan menjadi sepuluh kali, aku tidak mengatakan ALIF LAAM MIIM itu satu huruf, akan tetapi ALIF satu huruf, LAAM satu huruf dan MIIM satu huruf." (HR. Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, 5/25)
Dalam hadis diatas menggunakan kalimat “man” yang artinya barangsiapa yang mencakup umum, siappun yang membaca al-Quran, tanpa dibatasi apakah dia berhadas atau tidak, baik hadas besar ataupun hadasa kecil.
Keempat, Rasululah pernah mengirim surat kepada Hiraklius melalui sahabat Dihya, lengkapnya sebagai berikut :
فَدَفَعَهُ إِلَى هِرَقْلَ فَقَرَأَهُ فَإِذَا فِيهِ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ مِنْ مُحَمَّدٍ عَبْدِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى هِرَقْلَ عَظِيمِ الرُّومِ سَلَامٌ عَلَى مَنْ اتَّبَعَ الْهُدَى أَمَّا بَعْدُ فَإِنِّي أَدْعُوكَ بِدِعَايَةِ الْإِسْلَامِ أَسْلِمْ تَسْلَمْ يُؤْتِكَ اللَّهُ أَجْرَكَ مَرَّتَيْنِ فَإِنْ تَوَلَّيْتَ فَإِنَّ عَلَيْكَ إِثْمَ الْأَرِيسِيِّينَ {وَيَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَنْ لَا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ}
Maka diberikannya surat itu kepada Heraklius, maka dibacanya dan isinya berbunyi: Bismillahir rahmanir rahim. Dari Muhammad, hamba Allah dan Rasul-Nya untuk Heraklius. Penguasa Romawi, Keselamatan bagi siapa yang Kemudian daripada itu, aku mengajakmu dengan seruan Islam; masuk Islamlah kamu, maka kamu akan selamat, Allah akan memberi pahala kepadamu dua kali. Namun jika kamu berpaling, maka kamu menanggung dosa rakyat kamu, dan: Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Rabb selain Allah. Jika mereka berpaling, maka katakanlah kepada mereka: Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah) (HR. al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, 1/9)
Dalam surat tersebut Rasulullah Saw, ada sebuah ayat yaitu surat Ali Imran ayat 64,  yang berisi seruan untuk masuk Islam yang ditujukan kepada Heraklius raja Romawi ketika itu. Heraklius dan pasukannya pasti dalam keadaan kafir yang tidak terlepas dari hadas kecil maupun besar. Surat tersebut pasti disentuh dan dibaca oleh Heraklius atau pengikutnya yang kafir. Sekiranya orang yang berhadas itu terlarang untuk menyentuh dan membaca al-Quran, tentu RAsulullah Saw tidak berkirim surat yang didalamnya ada ayat al-Quran tersebut.
Kesimpulan, orang yang berhadas, baik hadas besar, termasuk di dalamnya orang yang haid, maupun hadasa kecil, boleh menyentuh  dan membaca mushaf al-Quran. 

By Ginanjar Nugraha

banyak niat dalam satu ibadah bolehkah?

 Ada dua termin yg harus kita fahami: 


1. ibadah yg maqsudah li dzatiha, artinya keberadaan ibadah merupakan tujuan utama disyariatkannya ibadah tersebut. Sehingga ibadah ini harus ada secara khusus. Semua ibadah wajib, shalat wajib, puasa wajib, dst, masuk jenis pertama ini.

Termasuk juga ibadah yang disyariatkan secara khusus, seperti shalat witir, shalat dhuha, dst.

Termasuk jenis ibadah ini adalah ibadah yang menjadi tabi’ (pengiring) ibadah yang lain. Seperti shalat rawatib. Dan sebagian ulama memasukkan puasa 6 hari bulan syawal termasuk dalam kategori ini.

2. kebalikan dari yang pertama, ibadah yang laisa maqsudah li dzatiha, artinya keberadaan ibadah itu bukan merupakan tujuan utama disyariatkannya ibadah tersebut. Tujuan utamanya adalah yang penting amalan itu ada di kesempatan tersebut, apapun bentuknya.

Satu-satunya cara untuk bisa mengetahui apakah ibadah ini termasuk maqsudah li dzatiha ataukah laisa maqsudah li dzatiha, adalah dengan memahami latar belakang dari dalil masing-masing ibadah.

Dalam hal penggabungan niat, para ulama berbeda pendapat: 
1. Ada yg membolehkan
Jika sifatnya sama namun terminnya berbeda, seperti yg maqsudah lidzatiha dan yg bukan maqsudah lidzatiha

2. Ada yg tdk membolehkan Jika sifatnya aaqsudah lidzatiha dgn maqsudah lidzatiha

Hemat kami, terkait niat itu hukumnya wajib

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

“Sesungguhnya amal itu tergantung pada niat dan seseorang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang dia niatkan.” (Muttafaq ’alaih)

Dan niat d cukupkan dgn 1 Niat 1 pekerjaan pada ibadah yg bersifat maqsudah lidzatihaa, dgn demikian, di saat kita shaum syawal, tetapkanlah niat shaum syawal, terkait pahala insya Allah akan mendapatkan pahala tambahan jika bertepatan pada hari senin kamis atau ayyamul bidh

Zakat Maskawin dari siapa?

 Assalamualaikum, izin bertanya ustadz, Kl zakat untuk emas (mas kawin) yg bayarnya dari pihak perempuan atau pria? Hatur nuhun 🙏🏻

Dimusyawarahkan saja. Pokoknya harus dibayar zakatnya kalau perhiasan sebelum dipakai.
Nash syarief

jual makan minum sepuasnya bayar seikhlasnya? (all you can eat)

 Bismillaah. Ustadz izin bertanya, apakah diperbolehkan berjualan makanan atau minuman dengan cara mempersilahkan makan atau minum sepuasnya(sekehendak konsumen) tapi bayar se ikhlasnya. Dengan tujuan untuk bersedekah, dan hasil uang yang terkumpul dipergunakan untuk memanjangkan usaha(sedekahnya) agar bisa berjalan terus! Haturnuhun. Jazzaakallaahu khairan. 🙏🏻🙏🏻🙏🏻

Setahu saya tidak ada yang melarang dan masih termasuk _'an taradlin_ (saling ridla) yg jadi unsur kehalalan suatu transaksi perdagangan. Hanya memang sementara ini akal saya masih susah memahami bagaimana perdagangan semacam itu bisa bertahan 😇
NS.

Rangkuman tanya jawab kajian Dialog Islam subuh bersama Ust Anshorudin Ramdhani, Selasa, 2 Juni 2020

 Rangkuman tanya jawab kajian Dialog Islam subuh bersama Ust Anshorudin Ramdhani, Selasa, 2 Juni 2020



*Tanya*
Kalau saya memisahkan diri sholat berjamaah dari yg renggang, apakah saya hrs menunggu selesai sholat mrk atau bisa berbarengan namun beda tempat?
*Jawab*
Pernah terjd pd zaman Rasulullah, ada sahabat yg memisahkan diri krn imamnya terlalu panjang bacaannya. 

Bisa menunggu setelah mrk selesai sholat berjamaah dan melakukan sholat munfarid. 

*Tanya*
Betulkah Al Qur'an dpt memberi syafaat,, maksudnya bgmn ?
*Jawab*
Memberi syafaat dlm pengertian dpt membantu menambal kekurangan2 dari amalan sholeh yg kita lakukan. 
Tadarus, mendengarkan dan kajian Al Qur'an, meski hanya menyimak dpt menambah amal sholeh. 

*Tanya*
 Ada Imam maju mundur,  maksudnya kalau mau  ruku maju selangkah,  terus kalau mau sujud mundur.  Bgmn, mohon   penjelasannya.
*Jawab*
Tdk mengapa.
Mngkn imam tsb sdng mencari posisi tumaninahnya, sehingga mengubah posisinya. 

*Tanya*
Bagaimana saya harus memilih, masjid di lingkungan saya buka namun jarak antara ma'mum diatur, saya shalat harian dirumah dan hari jum'at dhuhur dirumah atau ikut ma'mum di masjid dgn kondisi seperti itu?
*Jawab*
Sebaiknya sholat munfarid di masjid ataupun di rmh drpd sholat berjamaah tp kaifiyat sholatnya dirusak.

*Tanya*
Bila tahun ini tdk ada ibadah haji, apakah penyembelihan hadyu msh tetap ada disini?
*Jawab*
Penyembelihan hadyu khusus utk jamaah haji disana, kalau tdk melaksanakan haji tdk ada hadyu, sdngkn yg tdk melaksanakan haji dpt melaksanakan penyembelihan hewan qurban dan dibagikan. 

*Tanya*
Mertua saya sakit dirawat di rmh sakit, saya gantian merawatnya. Amalan apa yg bisa saya lakukan dan bisa jd amal sholeh?
*Jawab*
Amalan yg dpt kita lakukan adalah berdoa dan disela2 menunggu yg sakit bisa diisi dgn membaca Qur'an.


*Tanya*
Saya makan bareng bersama ortu dan suami,, yg hrs saya ladeni lbh dulu siapa?
*Jawab*
Lakukan dgn situasi dan kondisi,, krn suatu saat akan mendahulukan ortu dan disaat lain akan mendahulukan suami. 

*Tanya*
Anak saya sdng hamil 4 bulan,, saya tdk ingin mengadakan acara 4 bulanan. Apa yg sebaiknya saya lakukan?
*Tanya*
Sholat wajib tepat waktu,, tahajud, tambah durasi bacaan Qur'an, periksakan kehamilan scr rutin,, jaga kondisi dan kestabilan lahir batin,, makan teratur dgn asupan gizi seimbang.

*Tanya*
Bila kita sedang safar menunaikan Umroh atau Haji apakah dalam menunaikan sholat qiyamul lail nya sebaiknya di kerjakan ditempat menginap atau di Masjid. 
*Jawab*
Boleh dua2nya,, kalau di tempat menginap tdk kondusif suasananya sehingha kekhusyuan sholat tdk terjaga, sebaiknya sholat qiyamul lailnya di masjid. Tdk mengapa melaksanakan sholat tahajud di masjid, yg tdk ada dalilnya adalah sholat tahajud berjamaah di masjid.

*Tanya*
Sekarang  ini di Fb sedang ramai mengedit wajah sendiri dgn aplikasi Face App agar tampil cantik dan kelihatan muda bahkan kelihatan jauh lebih muda daripada aslinya dan diposting secara masif. Hukumnya gimana?.
*Jawab*
Hukumnya mubah (boleh) krn itu hanya bersifat hiburan, tp yg jauh lbh penting adalah mempercantik akhlak. 

*Tanya*
Kalau sholat jumat di semua masjid sdh direnggangkan shafnya,, apakah kita hrs kembali pd sholat dhuhur?
*Jawab*
Jika kita sdh berusaha mencari masjid yg tdk direnggangkan shafnya dan berusaha utk melaksanakan sholat jumat di rmh, tp ternyata tdk bisa, maka boleh kembali ke sholat dhuhur. 

*Tanya*
Sempurnakah sholat seseorng dgn melewati bacaan basmalah atau tdk dibaca. Imam tdk membaca basmalah tp langsung membaca alhamdulillah.
*Jawab*
Kalau memang itu sebagai penghapusan sebagian ayat Al Qur'an, jelas berdosa. Namun jika bkn tdk membaca akan tetapi disirkan, krn tdk sdkt imam yg tdk menzaharkan bacaan bismillahnya alias bacaan basmallahnya disirkan, hanya terlihat bibirnya saja yg bergerak tp tdk terdengar bacaannya.

*Tanya*
Apakah bayi perempuan harus di sunat ?
*Jawab*
Bukan suatu keharusan.
Boleh disunat boleh tidak disunat.


*Tanya*
Dlm sholat berjamaah ada adab ma'mum mengingatkan apabila imam ada yg salah  atau yg lupa bacaannya. Kalau kasusnya imam dlm membaca surat harusnya dipanjangkan 4 harokat akan tetapi dibaca pendek 1 atau 2 harokat, apakah termasuk yg hrs diingatkan?
*Jawab*
Biarkan saja, mngkn krn nafasnya terbatas, nanti setelah sholat bisa ditanyakan mengapa dibacanya pendek. Sholatnya tetap sah.

*Tanya*
Bgmn hukumnya kalau tdk  sholat jumat lbh dari  3x, krn kondisi di mesjid tidak sesuai dgn kafiat sholat jumat?
*Jawab*
Kalau tdk ada alasan tdk melakukan sholat jumat 3x berturut2, bisa dicap sbg orng yg munafik. Tp krn ada alasan, tdk apa2.

*Tanya*
Mohon dijelaskan asbabun nuzul dan inti makna Al Baqarah ayat 62  dan Al Maidah 69, krn sebagian orng mengartikan ayat itu bhw Nasrani dan Yahudi jg kakau berbuat amal sholeh akan masuk syurga
*Jawab*
Ayat ini sering dijadikan dalil oleh penganut  pluralisme yg dipelopori oleh Nurcholis Madjid dan Jalaludin Rahmat. Pdhl ayat ini menjelaskan kpd kita bhw, barulah akan dihargai keimanan dan amal sholeh jika mengimani kpd Nabi terakhir, yaitu Muhammad SAW. Bahkan akan diberikan ganjaran 2x lipat, krn mengimani kenabian dan kerasulan yg terdahulu dan mengimani kenabian dan kerasulan Muhammad SAW. 


*Tanya*
Shaumlah pd hari yg sangat panas utk memghadapi hari kebangkitan dan sholatla dua rakaat di kegelapan malam utk.menghadapi gelapnya kubur.
Sholat dua rakaat itu sholat apa?
*Jawab*
Kita.mengerjakan hholat sunat diluar sholat wajib minimal dua rakaat. Itu bisa sholat syukrul wudhu, boleh dikatakan sholat thuhur atau sholat mutlak. 

*Tanya*
Apa arti di beri inayah ?
*Jawab*
Inayah itu penjagaan, perlindungan yg diberikan oleh Allah kpd kita semua.

*Tanya*
Allah memerimtahkan sholat, shaum, zakat dan haji, sdngkn Allah tdk sholat, shaum, zakat dan berhaji. Allah memerintahkan bersholawat kpd Nabi dan Allah pun bersholawat kpd Nabi. Maksudnya bgmn ?
*Jawab*
Berdasarkan Qs Al Ahzab ayat 56, _sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya  bersholawat kpd Nabi. Wahai orng2 yg beriman, bersholawatlah kamu utk Nabi dan ucapkanlah salam dgn penuh penghormatan kepadanya_

Sebagaimana yg kita ketahui, sholawat adalah bentuk jamak dari kata sholla atau sholat yg berarti doa, keberkahan, kemuliaan, kesejahteraan dan ibadah.

Arti bersholawat pd ayat ini, jika dilihat dari pelakunya;  
 - Apabila sholawat itu dtng dari Allah, berarti Allah memberikan rahmat kpd makhluk-Nya.
- Adapun sholawat dari malaikat, berarti Allah memberikan ampunan.  
- Sholawat dari kita orng2 mukmin adalah doa agar Allah memberikan rahmat atau kesejahteraan, keselamatan kpd Nabi Muhammad beserta kpd keluarganya.

Sholawat juga bisa diartikan doa baik utk diri sendiri, orng banyak atau kepentingan bersama. 
Sholawat sbg bentuk ibadah adalah pernyataan seorng hamba atas ketundukannya kpd Allah, serta mengharapkan pahala dari Allah sbgmn yg dijanjikan oleh Nabi Muhammad SAW,  bhw orng yg bersholawat padanya akan mendptkan pahala yg besar, baik sholawat dlm bentuk lisan, tulisan dan perbuatan. 

*Tanya*
Boleh tidak do'a  lailatul qadr dibaca di luar bln Ramadhan setiap sudah shalat ?
*Jawab*
Boleh jika sekedar meminjam redaksi doanya krn misalnya sesuai dgn kebutuhan kita.


*Tanya*
Apakah boleh seorang makmum ketika berlangsung sholat berjamaah, kemudian memisahkan diri menjadi munfarid karena surat yg dibaca imam sangat panjang?
*Jawab*
Boleh, seperti yg pernah dilakukan oleh Mu"adz bin Jabal ketika mengimami sholat isya atau subuh bacaannya terlalu panjang, sehingga ada ma'mum yg mufaroqqoh (memisahkan diri) dan melaksanakan sholat scr munfarid. . Hal ini sampai kpd Rasulullah dan Mu'adz bin Jabal ditegur oleh Rasulullah krn telah membuat fitnah (kerusakan), sehingga membuat jamaah menjauh dari agama, yg tadinya berjamaah jd terpisah. 

صحيح البخاري
رقم: 664
كتاب:  الأذان
باب:  من شكا إمامه إذا طول

حَدَّثَنَا آدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاسٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ حَدَّثَنَا مُحَارِبُ بْنُ دِثَارٍ قَالَ سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ الْأَنْصَارِيَّ قَالَ
أَقْبَلَ رَجُلٌ بِنَاضِحَيْنِ وَقَدْ جَنَحَ اللَّيْلُ فَوَافَقَ مُعَاذًا يُصَلِّي فَتَرَكَ نَاضِحَهُ وَأَقْبَلَ إِلَى مُعَاذٍ فَقَرَأَ بِسُورَةِ الْبَقَرَةِ أَوْ النِّسَاءِ فَانْطَلَقَ الرَّجُلُ وَبَلَغَهُ أَنَّ مُعَاذًا نَالَ مِنْهُ فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَشَكَا إِلَيْهِ مُعَاذًا فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا مُعَاذُ أَفَتَّانٌ أَنْتَ أَوْ أَفَاتِنٌ ثَلَاثَ مِرَارٍ فَلَوْلَا صَلَّيْتَ بِسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ وَالشَّمْسِ وَضُحَاهَا وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى فَإِنَّهُ يُصَلِّي وَرَاءَكَ الْكَبِيرُ وَالضَّعِيفُ وَذُو الْحَاجَةِ
أَحْسِبُ هَذَا فِي الْحَدِيثِ قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ وَتَابَعَهُ سَعِيدُ بْنُ مَسْرُوقٍ وَمِسْعَرٌ وَالشَّيْبَانِيُّ قَالَ عَمْرٌو وَعُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مِقْسَمٍ وَأَبُو الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ قَرَأَ مُعَاذٌ فِي الْعِشَاءِ بِالْبَقَرَةِ وَتَابَعَهُ الْأَعْمَشُ عَنْ مُحَارِبٍ

--------

Shahih Bukhari
No: 664
Kitab: Adzan
Bab: Orang yang mengadukan imamnya karena suka memanjangkan shalat

Telah menceritakan kepada kami [Adam bin Abu Iyas] berkata, telah menceritakan kepada kami [Syu'bah] berkata, telah menceritakan kepada kami [Muharib bin Ditsar] berkata, Aku mendengar [Jabir bin 'Abdullah Al Anshari] berkata, "Seoranglaki-laki datang dengan membawa dua unta yang baru saja diberinya minum saat malam sudah gelap gulita. Laki-laki itu kemudian tinggalkan untanya dan ikut shalat bersama Mu'adz. Dalam shalatnya Mu'adz membaca surah Al Baqarah atau surah An Nisaa' sehingga laki-laki tersebut meninggalkan Mu'adz. Maka sampailah kepadanya berita bahwa Mu'adz mengecam tindakannya. Akhirnya laki-laki tersebut mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan mengadukan persoalannya kepada beliau. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu bersabda: "Wahai Mu'adz, apakah kamu membuat fitnah?" Atau kata Beliau: "Apakah kamu menjadi pembuat fitnah? -Beliau ulangi perkataannya tersebut hingga tiga kali- "Mengapa kamu tidak membaca saja surat 'Sabbihisma rabbika', atau dengan 'Wasysyamsi wa dluhaahaa' atau 'Wallaili idzaa yaghsyaa'? Karena yang ikut shalat di belakangmu mungkin ada orang yang lanjut usia, orang yang lemah atau orang yang punya keperluan." Perawi berkata, "Menurutku sampai inilah kalimat hadits ini." Abu 'Abdullah berkata; hadits ini dikuatkan oleh [Sa'id bin Masruq] dan [Mis'ar] dan [Asy Syaibani]. [Amru] dan [Ubaidullah bin Miqsam] dan [Abu Az Zubair] dari [Jabir] bahwa dalam shalat Isya Mu'adz membaca surat Al Baqarah. Dan hadits ini dikuatkan oleh [Al A'masy] dari [Muharib]."


*Tanya*
Apakah hrs berwudhu lagi dgn sempurna, ketika kita sdng mandi junub yg telah memenuhi syariat lalu kentut. Apakah berwudhu lagi atau cukup menyiran saja seluruh tubuh?
*Jawab*
Cukup menyiram saja krn msh dlm proses mandi/blm selesai mandinya.


*Tanya*
Apakah dlm memandikan jenazah, bagian wajah dan rambut hrs memakai sabun sampai bersih ?
*Jawab*
Utk kesempurnaan, scr teknis diperbolehkan memandikan jenazah dgn menggunakan sabun dan shampoo.

tahajud setelah tarawih?

  Tahajjud pada Bulan Ramadlan

Qiyamullalail, tahajjud, witir, salatullail, qiyamur ramadlan, dan tarawih itu pada hakikatnya merujuk pada objek yang sama, yaitu salat sunat yang dikerjakan pada waktu malam antara Isya dan subuh dengan jumlah sebelas rakaat. Berdasarkan waktu pelaksanaan, jika dilaksanakan pada waktu malam baik didalam maupun diluar ramadlan, maka disebut salatullalil atau qiyamul lail, sedangkan jika di bulan Ramadlan saja disebut dengan qiyamu ramadlan. Adapun berdasarkan jumlah rakaatnya yang ganjil yaitu sebelas rakaat, maka disebut juga sebagai salat witir. Khusus qiyamu ramadlan, berdsarkan sifat pelaksaannya ada jeda atau rehat diantara dua salam, maka disebut dengan salat tarawih yang artinya istirahat.

Adapun berdasarkan sifat dari jumlah rakaatnya yang ganjil, maka disebut dengan witir. Istilah witir dapat mengandung dua perngertian, pertama salat ganjil yang dilaksanakan sebagai bagian dari rangkaian formasi salat salat malam atau salat secara mandiri dalam bentuk ganjil. Kedua salat malam itu sendiri yang berjumlah 11 rakaat, karena jumlahnya ganjil, maka disebut dengan witir. Adapun jika pelaksanaan salat sunat malam tersebut dilaksanakan setelah tidur terlebih dahulu, maka disebut dengan tahajud. 

Asal penamaan dan dalilnya

1. Salat Tarawih dan salat Malam diluar ramadlan

Tarawih itu jama’ dari tarwihatun yang artinya satu kali kali istirahat seperti satu kali salam dalam salam penutup salat. Salat secara berjamaah pada malam-malam bulan disebut tarawih karena mereka berkumpul (salat) beristirahat setiap diantara dua salam (Fath al-Bari, 4/210). 


عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا كَيْفَ كَانَتْ صَلَاةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ قَالَتْ مَا كَانَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ تَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ قَالَ تَنَامُ عَيْنِي وَلَا يَنَامُ قَلْبِي

dari Abu Salamah bin 'Abdurrahman bahwasanya dia mengabarkan kepadanya bahwa dia pernah bertanya kepada 'Aisyah radliallahu 'anha tentang cara shalat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di bulan Ramadhan. Maka 'Aisyah radliallahu 'anha menjawab: "Tidaklah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan dan di bulan-bulan lainnya lebih dari sebelas raka'at, Beliau shalat empat raka'at, dan jangan kamu tanya tentang bagus dan panjangnya kemudian Beliau shalat empat raka'at lagi dan jangan kamu tanya tentang bagus dan panjangnya kemudian Beliau shalat tiga raka'at". 'Aisyah radliallahu 'anha berkata; Aku bertanya: "Wahai Rasulullah, apakah anda tidur sebelum melaksanakan witir?" Beliau menjawab: "Wahai 'Aisyah, kedua mataku tidur, namun hatiku tidaklah tidur". (HR Bukhari, Sahih al-Bukhari, 4/191)

Kalimat فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ yang artinya pada bulan ramadlan dan selain ramadlan menunjukan bisa menjadi dalil salat tarawih (pada bulan ramadlan) maupun salat malam diluar ramadlan dengan jumlah rakaat 11.

2. Salat Witir

Pertama witir dalam artian salat dengan jumlah rakaat ganjil sebagai bagian dari formasi salat malam

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ سَأَلَ رَجُلٌ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ مَا تَرَى فِي صَلَاةِ اللَّيْلِ قَالَ مَثْنَى مَثْنَى فَإِذَا خَشِيَ الصُّبْحَ صَلَّى وَاحِدَةً فَأَوْتَرَتْ لَهُ مَا صَلَّى وَإِنَّهُ كَانَ يَقُولُ اجْعَلُوا آخِرَ صَلَاتِكُمْ وِتْرًا فَإِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِهِ

dari 'Abdullah bin 'Umar berkata, "Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang pada saat itu sedang di atas mimbar, "Bagaimana cara shalat malam?" Beliau menjawab: "Dua rakaat dua rakaat. Apabila dikhawatirkan masuk shubuh, maka shalatlah satu rakaat sebagai witir (penutup) bagi shalatnya sebelumnya." Ibnu 'Umar berkata, "Jadikanlah witir sebagai shalat terakhir kalian, karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan hal yang demikian." (HR. Bukhari, Sahih al-Bukhari, 1/102)

kedua witir dalam artian kesuluhan rakaat yang berjumlah 11 rakaat, dari Aisyah

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً كَانَتْ تِلْكَ صَلَاتَهُ تَعْنِي بِاللَّيْلِ فَيَسْجُدُ السَّجْدَةَ مِنْ ذَلِكَ قَدْرَ مَا يَقْرَأُ أَحَدُكُمْ خَمْسِينَ آيَةً قَبْلَ أَنْ يَرْفَعَ رَأْسَهُ 

bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melaksanakan shalat sebelas rakaat, begitulah cara beliau malam, Dalam shalat tersebut beliau sujud seperti lamanya kalian membaca sekitar lima puluh ayat sebelum mengangkat kepalanya. (HR. Bukhari, Sahih al-Bukhari, 2/25)

Imam Bukhari menempatkan hadis tersebut dalam  bab apa yang datang tentang salat witir 

3. Salat Malam

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ سَأَلَ رَجُلٌ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ مَا تَرَى فِي صَلَاةِ اللَّيْلِ قَالَ مَثْنَى مَثْنَى فَإِذَا خَشِيَ الصُّبْحَ صَلَّى وَاحِدَةً فَأَوْتَرَتْ لَهُ مَا صَلَّى وَإِنَّهُ كَانَ يَقُولُ اجْعَلُوا آخِرَ صَلَاتِكُمْ وِتْرًا فَإِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِهِ

dari 'Abdullah bin 'Umar berkata, "Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang pada saat itu sedang di atas mimbar, "Bagaimana cara shalat malam?" Beliau menjawab: "Dua rakaat dua rakaat. Apabila dikhawatirkan masuk shubuh, maka shalatlah satu rakaat sebagai witir (penutup) bagi shalatnya sebelumnya." Ibnu 'Umar berkata, "Jadikanlah witir sebagai shalat terakhir kalian, karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan hal yang demikian." (HR Bukhari, Sahih al-Bukhari, 1/102)

4. Salat Qiyamullalil

{يَاأَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ (1) قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا (2) نِصْفَهُ أَوِ انْقُصْ مِنْهُ قَلِيلًا (3) أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا (4)} 

Hai orang yang berselimut (Muhammad),

bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya),

(yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit,

atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Qur'an itu dengan perlahan-lahan.

(al-Muzzamil : 1-4)

5. Salat Tahajjud

{وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا 

Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji (al Isra : 79)

.

6. Larangan dua kali witir dalam satu malam

عَنْ قَيْسِ بْنِ طَلْقِ بْنِ عَلِيٍّ عَنْ أَبِيهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا وِتْرَانِ فِي لَيْلَةٍ

dari Qais bin Thalq bin Ali dari ayahnya dia berkata, saya mendengar Rasulullah Shallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tidak ada dua kali witir dalam satu malam." (HR Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, 1/482)

dari keterangan-keterangan diatas dapat disarikan

1. Tidak ditemukan dalil Rasulullah Saw salat malam, tahajud, qiyamullail, qiyamurramadlan, tarawih dan witir pada satu malam. Sekiranya nama-nama salat tersebut ibadah tersendiri, tentunya lebih utama mengerjakannya pada satu malam, namun faktanya tidak ada ada satupun riwayat terkait hal tersebut.

2. Salat malam, qiyamullail, qiyamurramadlan, tarawih, witir pada pelaksanaaanya merujuk pada salat yang sama yaitu salat malam yang waktunya dari Isya sampai sebelum terbit fajar. Kesamaan sabab waktu tersebut menunjukan bahwa nama-nama tersebut merujuk pada salat yang sama.

3. Terdapat hadis larangan dua kali witir dalam satu malam, semakin menguatkan bahwa nama salat-salat tersebut merujuk pada salat yang sama.  

Kesimpulan

1. Boleh salat tahajjud pada bulan ramadlan

2. Tidak ada tahajjud setelah tarawih

GN

Perbedaan Yatim dan Piatu

  Dari Sahl bin Sa’ad radhiallahu ‘anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


« أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِى الْجَنَّةِ هكَذَا »  وأشار بالسبابة والوسطى وفرج بينهما شيئاً


“Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini”, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta agak merenggangkan keduanya (HR Al Bukhori)


Penjelasan :

- Yatim : Ditinggal wafat ayahnya di usia belum baligh

- Piatu/muqtha' : Ditinggal wafat ibunya sebelum baligh

- Dalam hadits diatas disebutkan menyantuni anak yatim dengan pahala spesialnya. 

- Menyantuni anak piatu/muqtha' teemasuk pahala shodaqoh. Anak piatu masih ada yang menanggung nafkahnya/mencarikan nafkahnya yaitu ayahnya yang masih hidup

Shaum Tasu'a Asyura

  Shaum Tasu'a Asyura


Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa pada hari Asyura dan memerintahkan berpuasa. Para shahabat berkata:”Ya Rasulullah, sesungguhnya hari itu diagungkan oleh Yahudi.” Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Di tahun depan insya Allah kita akan berpuasa pada tanggal sembilan.”, tetapi sebelum datang tahun depan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat. (HR Muslim)


Jangan lupa, shaum tasu'a asyura pada 9 dan 10 Muharram bertepatan dengan 7 dan 8 Agustus 2022, pada hari Ahad dan Senin.


وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَقَالَ يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ


“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang puasa di hari Asyura, maka beliau menjawab : “Puasa itu bisa menghapuskan (dosa-dosa kecil) pada tahun kemarin” (HR Muslim)

Shaum 11 Muharam?

 disunnahkan shaum tiga hari sekaligus, yaitu 9, 10 dan 11 Muharram. Jadi, jika tidak sempat tanggal 9 dan 10, maka bisa memilih tanggal 10 dan 11 untuk shaum. Benarkah pendapat ini? Hemat kami pendapat ini mengacu kepada salah satu hadis berikut ini:


صُوْمُوْا يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ وَخَالِفُوْا فِيْهِ اليَهُوْدَ ، صُوْمُوْا قَبْلَهُ يوْمًا وَ بَعْدَهُ يَوْمًا.

“Shaumlah pada hari ‘Asyuraa (10 Muharram), dan berbedalah dengan orang-orang Yahudi, oleh karena itu shaumlah satu hari sebelumnya (9 Muharram) dan satu hari sesudahnya (11 Muharram).” HR. Ahmad

Pada hadis ini terdapat masalah dari aspek sanad dan matan. Namun analisa sanad dipandang cukup memadai untuk menunjukkan permasalahan hadis ini, dengan alasan sebagai berikut:

Hadis di atas diriwayatkan Imam Ahmad melalui jalur periwayatan Husyaim. Ia menerima dari Ibnu Abi Laila, dari Dawud bin Ali, dari bapaknya (Ali bin Abdullah bin Abbas), dari kakeknya (Ibnu Abbas).

Hadis di atas tidak dapat dijadikan hujjah adanya shaum tanggal 11 Muharram, karena hadisnya dhaif dengan sebab kedaifan rawi bernama Muhammad bin Abdurahman Ibnu Abi Laila, sebagaimana dijelaskan para ulama berikut ini:

Imam Abdurrazaq (w. 211 H) menyatakan:

وَأَمَّا حَدِيْثُ (صُومُوا يَوْمًا قَبْلَهُ وَ يَوْمًا بَعْدَهُ) فَهذَا رَوَاهُ الإِمَامُ أَحْمَدُ وَمَدَارُهُ عَلَى مُحَمَّدِ ابْنِ عَبْدِالرَّحْمنِ ابْنِ أَبِيْ لَيْلَى وَقَدْ قَالَ عَنْهُ الإِمَامُ أَحْمَدُ كَانَ سَيِّءَ الْحِفْظِ مُضْطَرِبَ الْحَدِيْثِ وَأَيْضًا قَدْ خُوْلِفَ فِي إِسْنَادِهِ فَالْخَبَرُ مُنْكَرٌ وَلاَيَصِحُّ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ رَغِبَ بِصِيَامِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ فِي عَاشُوْرَاءَ وَإِنَّمَا جَاءَتْ فَضِيْلَةُ صِيَامِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ بِأَدِلَّةٍ عَامَّةٍ لاَتُخْتَصُّ بِشَهْرِ اللهِ الْمُحَرَّمِ . وَكَذلِكَ الْحَدِيْثُ الآخَرُ (صُومُوا يَوْمًا قَبْلَهُ أَوْ يَوْمًا بَعْدَهُ) هذَا الْخَبَرُ مُنْكَرٌ

“Adapun hadis: ‘Shaumlah satu hari sebelumnya (9 Muharram) dan satu hari sesudahnya (11 Muharram).’ Maka ini riwayat Imam Ahmad, dan jalur periwayatannya berporos pada Muhammad bin Abdurahman Ibnu Abi Laila, dan sungguh Imam Ahmad telah mengomentarinya, ‘Dia buruk hapalan, hadisnya goncang.’ Selain itu terjadi pertentangan dalam sanadnya. Maka hadis itu munkar, dan tidak shahih bersumber dari Nabi bahwa beliau menganjurkan shaum tiga hari pada Asyura. Keutamaan shaum tiga hari diriwayatkan berdasarkan dalil-dalil umum yang tidak dikhususkan pada bulan Muharram. Begitu pula hadis lain (dengan menggunakan kata aw/atau): ‘‘Shaumlah satu hari sebelumnya atau satu hari sesudahnya.’ Hadis ini munkar.” [28]

Selanjutnya, Imam Abdurrazaq mencantumkan hadis shahih dari Ibnu Abbas, yang menyatakan:

(صُومُوا التَاسِعَ مَعَ العَاشِرِ) وَهذَا هُوَ الْمَحْفُوْظُ


Shaumlah kalian pada hari yang kesembilan bersama kesepuluh dan.” Dan (Imam Abdurazaq mengatakan) Inilah yang terpelihara (shahih).” [29]

Sehubungan dengan itu, Imam Asy-Syawkani berkata:

رِوَايَةُ أَحْمَدَ هَذِهِ ضَعِيفَةٌ مُنْكَرَةٌ مِنْ طَرِيقِ دَاوُدَ بْنِ عَلِيٍّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ رَوَاهَا عَنْهُ اِبْنُ أَبِي لَيْلَى ، قَالَ : وَقَدْ أَخْرَجَهُ بِمِثْلِهِ الْبَيْهَقِيُّ وَذَكَرَهُ فِي التَّلْخِيصِ وَسَكَتَ عَنْهُ اِنْتَهَى

“Riwayat Ahmad munkar dari jalur Dawud bin Ali, dari bapaknya, dari kakeknya, diriwayatkan dari Dawud bin Ali oleh Ibnu Abu Laila.” Ia berkata pula, “Hadis semisal diriwayatkan pula oleh Al-Baihaqi dan menyebutkannya dalam kitab At-Talkhis, dan ia tidak berkomentar apapun terhadapnya.”[30]

Hadis ini dinilai dhaif pula oleh Imam Adz-Dzahabi[31], Al-Haitsami[32], Imam Abdurrauf Al-Munawi,[33] dan Syekh Al-Albani. [34]

Dengan demikian, mengamalkan shaum Muharram sebanyak tiga hari (tanggal 9, 10, 11) atau tanggal 10 dan 11 Muharram hukumnya menyalahi Sunnah Nabi saw., bahkan dinilai bid’ah oleh sebagian ulama.