Tahajjud pada Bulan Ramadlan
Qiyamullalail, tahajjud, witir, salatullail, qiyamur ramadlan, dan tarawih itu pada hakikatnya merujuk pada objek yang sama, yaitu salat sunat yang dikerjakan pada waktu malam antara Isya dan subuh dengan jumlah sebelas rakaat. Berdasarkan waktu pelaksanaan, jika dilaksanakan pada waktu malam baik didalam maupun diluar ramadlan, maka disebut salatullalil atau qiyamul lail, sedangkan jika di bulan Ramadlan saja disebut dengan qiyamu ramadlan. Adapun berdasarkan jumlah rakaatnya yang ganjil yaitu sebelas rakaat, maka disebut juga sebagai salat witir. Khusus qiyamu ramadlan, berdsarkan sifat pelaksaannya ada jeda atau rehat diantara dua salam, maka disebut dengan salat tarawih yang artinya istirahat.
Adapun berdasarkan sifat dari jumlah rakaatnya yang ganjil, maka disebut dengan witir. Istilah witir dapat mengandung dua perngertian, pertama salat ganjil yang dilaksanakan sebagai bagian dari rangkaian formasi salat salat malam atau salat secara mandiri dalam bentuk ganjil. Kedua salat malam itu sendiri yang berjumlah 11 rakaat, karena jumlahnya ganjil, maka disebut dengan witir. Adapun jika pelaksanaan salat sunat malam tersebut dilaksanakan setelah tidur terlebih dahulu, maka disebut dengan tahajud.
Asal penamaan dan dalilnya
1. Salat Tarawih dan salat Malam diluar ramadlan
Tarawih itu jama’ dari tarwihatun yang artinya satu kali kali istirahat seperti satu kali salam dalam salam penutup salat. Salat secara berjamaah pada malam-malam bulan disebut tarawih karena mereka berkumpul (salat) beristirahat setiap diantara dua salam (Fath al-Bari, 4/210).
عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا كَيْفَ كَانَتْ صَلَاةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ قَالَتْ مَا كَانَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ تَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ قَالَ تَنَامُ عَيْنِي وَلَا يَنَامُ قَلْبِي
dari Abu Salamah bin 'Abdurrahman bahwasanya dia mengabarkan kepadanya bahwa dia pernah bertanya kepada 'Aisyah radliallahu 'anha tentang cara shalat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di bulan Ramadhan. Maka 'Aisyah radliallahu 'anha menjawab: "Tidaklah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan dan di bulan-bulan lainnya lebih dari sebelas raka'at, Beliau shalat empat raka'at, dan jangan kamu tanya tentang bagus dan panjangnya kemudian Beliau shalat empat raka'at lagi dan jangan kamu tanya tentang bagus dan panjangnya kemudian Beliau shalat tiga raka'at". 'Aisyah radliallahu 'anha berkata; Aku bertanya: "Wahai Rasulullah, apakah anda tidur sebelum melaksanakan witir?" Beliau menjawab: "Wahai 'Aisyah, kedua mataku tidur, namun hatiku tidaklah tidur". (HR Bukhari, Sahih al-Bukhari, 4/191)
Kalimat فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ yang artinya pada bulan ramadlan dan selain ramadlan menunjukan bisa menjadi dalil salat tarawih (pada bulan ramadlan) maupun salat malam diluar ramadlan dengan jumlah rakaat 11.
2. Salat Witir
Pertama witir dalam artian salat dengan jumlah rakaat ganjil sebagai bagian dari formasi salat malam
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ سَأَلَ رَجُلٌ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ مَا تَرَى فِي صَلَاةِ اللَّيْلِ قَالَ مَثْنَى مَثْنَى فَإِذَا خَشِيَ الصُّبْحَ صَلَّى وَاحِدَةً فَأَوْتَرَتْ لَهُ مَا صَلَّى وَإِنَّهُ كَانَ يَقُولُ اجْعَلُوا آخِرَ صَلَاتِكُمْ وِتْرًا فَإِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِهِ
dari 'Abdullah bin 'Umar berkata, "Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang pada saat itu sedang di atas mimbar, "Bagaimana cara shalat malam?" Beliau menjawab: "Dua rakaat dua rakaat. Apabila dikhawatirkan masuk shubuh, maka shalatlah satu rakaat sebagai witir (penutup) bagi shalatnya sebelumnya." Ibnu 'Umar berkata, "Jadikanlah witir sebagai shalat terakhir kalian, karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan hal yang demikian." (HR. Bukhari, Sahih al-Bukhari, 1/102)
kedua witir dalam artian kesuluhan rakaat yang berjumlah 11 rakaat, dari Aisyah
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً كَانَتْ تِلْكَ صَلَاتَهُ تَعْنِي بِاللَّيْلِ فَيَسْجُدُ السَّجْدَةَ مِنْ ذَلِكَ قَدْرَ مَا يَقْرَأُ أَحَدُكُمْ خَمْسِينَ آيَةً قَبْلَ أَنْ يَرْفَعَ رَأْسَهُ
bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melaksanakan shalat sebelas rakaat, begitulah cara beliau malam, Dalam shalat tersebut beliau sujud seperti lamanya kalian membaca sekitar lima puluh ayat sebelum mengangkat kepalanya. (HR. Bukhari, Sahih al-Bukhari, 2/25)
Imam Bukhari menempatkan hadis tersebut dalam bab apa yang datang tentang salat witir
3. Salat Malam
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ سَأَلَ رَجُلٌ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ مَا تَرَى فِي صَلَاةِ اللَّيْلِ قَالَ مَثْنَى مَثْنَى فَإِذَا خَشِيَ الصُّبْحَ صَلَّى وَاحِدَةً فَأَوْتَرَتْ لَهُ مَا صَلَّى وَإِنَّهُ كَانَ يَقُولُ اجْعَلُوا آخِرَ صَلَاتِكُمْ وِتْرًا فَإِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِهِ
dari 'Abdullah bin 'Umar berkata, "Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang pada saat itu sedang di atas mimbar, "Bagaimana cara shalat malam?" Beliau menjawab: "Dua rakaat dua rakaat. Apabila dikhawatirkan masuk shubuh, maka shalatlah satu rakaat sebagai witir (penutup) bagi shalatnya sebelumnya." Ibnu 'Umar berkata, "Jadikanlah witir sebagai shalat terakhir kalian, karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan hal yang demikian." (HR Bukhari, Sahih al-Bukhari, 1/102)
4. Salat Qiyamullalil
{يَاأَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ (1) قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا (2) نِصْفَهُ أَوِ انْقُصْ مِنْهُ قَلِيلًا (3) أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا (4)}
Hai orang yang berselimut (Muhammad),
bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya),
(yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit,
atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Qur'an itu dengan perlahan-lahan.
(al-Muzzamil : 1-4)
5. Salat Tahajjud
{وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا
Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji (al Isra : 79)
.
6. Larangan dua kali witir dalam satu malam
عَنْ قَيْسِ بْنِ طَلْقِ بْنِ عَلِيٍّ عَنْ أَبِيهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا وِتْرَانِ فِي لَيْلَةٍ
dari Qais bin Thalq bin Ali dari ayahnya dia berkata, saya mendengar Rasulullah Shallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tidak ada dua kali witir dalam satu malam." (HR Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, 1/482)
dari keterangan-keterangan diatas dapat disarikan
1. Tidak ditemukan dalil Rasulullah Saw salat malam, tahajud, qiyamullail, qiyamurramadlan, tarawih dan witir pada satu malam. Sekiranya nama-nama salat tersebut ibadah tersendiri, tentunya lebih utama mengerjakannya pada satu malam, namun faktanya tidak ada ada satupun riwayat terkait hal tersebut.
2. Salat malam, qiyamullail, qiyamurramadlan, tarawih, witir pada pelaksanaaanya merujuk pada salat yang sama yaitu salat malam yang waktunya dari Isya sampai sebelum terbit fajar. Kesamaan sabab waktu tersebut menunjukan bahwa nama-nama tersebut merujuk pada salat yang sama.
3. Terdapat hadis larangan dua kali witir dalam satu malam, semakin menguatkan bahwa nama salat-salat tersebut merujuk pada salat yang sama.
Kesimpulan
1. Boleh salat tahajjud pada bulan ramadlan
2. Tidak ada tahajjud setelah tarawih
GN