Selasa, 23 Oktober 2018

ISBAL YANG DIANCAM API NERAKA

ISBAL YANG DIANCAM API NERAKA
Ungkapan kata “khulu syaiin yamassul ardla minats tsiyabi fin nar” dalam hadits Thabrany (Fathul Bari 10 : 257) merupakan bukti yang kuat, bahwa yang dimaksud dengan “isbal” itu ialah melabuhkan pakaian (satung, celana, gamis, dsb) sampai menyapu tanah/lantai.
Menetapkan arti isbal dengan hanya menurunkan/melabuhkan pakaian (sarung, celana, gamis, dsb) tanpa menjelaskan sampai menyapu tanah yang ‘illah dilakukannya perbuatan tersebut karena sombong merupakan sikap mengada-ada atau muhdatsah. Mata kaki itu mempunyai batas kaki bagian bawah dan bagian atas. Apabila ujung pakaian (sarung, celana, gamis, dsb) ditengah-tengah antara batas bagian bawah dan bagian atas, si pemakainya tidak bisa disebut melakukan isbal, apalagi jika si pemakainya itu tidak berbuat sombong. Tapi orang yang dengan sengaja menggulungkan celananya karena didorong oleh suatu keyakinan yang labil (tanpa dasar ilmu yang benar), sikapnya itu dapat disebut khuyal.
Adapun photo copy masalah “Isbal” di SALAFY edisi II Ramadhan 1416  H/1996, menurut pendapat saya ada beberapa hal yang perlu dikoreksi, oleh karena itu kepada semua anggota Dewan Hisbah peserta musyawarah sekarang ini, saya mohon kesediaannya untuk memberi masukan yang bermanfaat dalam rangka dan usaha untuk meluruskan hal-hal yang dapat mengelirukan dan menyesatkan umat.
Diantara hal-hal yang perlu dikoreksi menurut catatan saya sebagai berikut di bawah ini:
1.  Di hadits pertama kata-kata “al musbilu izarahu” diartikan orang yang menurunkan pakaiannya dibawah mata kaki.
2.  Di hadits kedua kata-kata “man wathi-a ‘ala izarihi khuyala-a wathi-ahu fin nar” diartikan barang siapa yang kainnya melebihi mata kaki karena sombong, ia akan menginjaknya dalam neraka.
3.  Pada photo copy SALAFY halaman 29 ada ungkapan yang dapat menyesatkan yaitu:
Al Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Bari setelah menyebutkan sebagian hadits-hadits tadi. Dalam hadits-hadits ini menyebutkan bahwa isbal adalah termasuk perbuatan dosa besar. Adapun isbal tanpa sombong maka dhahir hadits ini menunjukkan pengharamannya.
‎وَفِي هَذِهِ الأَحَادِيثَ أَنَّ إِسْبَالَ الإِزَارِ لِلْخُيَلاَءِ كَبِيرَةٌ ، وَأَمَّا الإِسْبَالُ لِغَيْرِ الْخُيَلاَءِ فَظَاهِرُ الأَحَادِيثِ تَحْرِيمُهُ أَيْضًا
Ungkapan tersebut ada yang tidak diterjemahkan dan dihentikan sampai disitu tidak dilanjutkan padahal masih ada lanjutannya. Lanjutannya lihat makalah ini di halaman 2 no.2.
Penulis ISBAL di SALAFY edisi II Ramadhan 1416 H/1996, menurut pendapat saya tidak fair
Kita telah sama-sama maklum, bahwa umumnya celana panjang ujung bagian bawah hanya sampai pada mata kaki, jarang yang sampai menutupinya sehingga menyapu tanah/lantai, meskipun ada sebagiannya yang menutupi mata kaki, sedikitpun si pemakai tidak mempunyai rasa sombong. Namun karena salah pemahaman, orang yang memakai celana panjang yang bagian ujung bagian bawahnya sampai di mata kaki atau menutupi mata kaki dianggap salah, melakukan perbuatan dosa besar, dsb.
Dibawah ini saya catat pernyataan Ibnul Qayyin Al Jauziyyah dalam ‘Aunul MA’budnya:
‎1.  وَالْحَدِيث يَدُلّ عَلَى أَنَّ الْقَدْرَ الْمُسْتَحَبَّ فِيمَا يَنْزِلُ إِلَيْهِ الإِزَارُ هُوَ نِصْفُ السَّاقَيْنِ وَالْجَائِزَ بِلاَ كَرَاهَةَ مَا تَحْتَهُ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَمَا نَزَلَ عَنِ الْكَعْبَيْنِ بِحَيْثُ يُغَطِّي الْكَعْبَيْنِ فَهُوَ حَرَامٌ – عون المعبود 11 : 140 –
dan hadits itu menunjukkan atas kadar yang mustahab menurunkannya sarung, yaitu tengah dua betis, dan yang jaiz tidak makruh yaitu dibawahnya sampai mata kaki dimana bila menutupi dua mata kaki (sampai menyapu tanah/lantai) maka itu adalah haram. (‘Aunul Ma’bud 11 : 140)
Selanjutnya Imam Al Qaary menyatakan:
‎2. الْمَعْنَى أَنَّ اِسْتِرْخَاءَهُ مِنْ غَيْرِ قَصْدٍ لاَ يَضُرُّ لاَ سِيَّمَا مِمَّنْ لاَ يَكُونُ مِنْ شِيمَتِهِ الْخُيَلاَءُ وَلَكِنِ الأَفْضَلُ هُوَ الْمُتَابَعَةُ وَبِهِ يَظْهَرُ أَنَّ سَبَبَ الحُرْمَةِ فِي جَرِّ الإِزَارِ هُوَ الخُيَلاَءُ كَمَا هُوَ مُقَيَّدٌ فِي الشَّرْطِيَّةِ مِنَ الْحَدِيثِ الْمُصَدَّرِ بِهِ –  عون المعبود 11 : 141  –
Arti bahwa menutupinya tanpa tujuan (apa-apa) tidak berbahaya, terutama dari orang yang biasanya tidak bersikap sombong, akan tetapi yang paling afdhal yaitu mengikuti (perbuatan Rasul saw.) dan dengannya jelas, bahwa sebab haramnya tentang menarik/menggusur kain itu yaitu khuyala (karena sombong) sebagaimana ia terikat persyaratan dari hadits yang dijadikan sumber dengannya intaha. (Aunul Ma’bud 11 : 141).
Selanjutnya Imam Nawawy menyatakan sebagai berikut:
‎لاَ يَجُوزُ الإِسْبَالُ تَحْتَ الْكَعْبَيْنِ إِنْ كَانَ لِلْخُيَلاَءِ ، فَإِنْ كَانَ لِغَيْرِهَا فَهُوَ مَكْرُوهٌ –  عون المعبود 11 : 143 –
Tidak boleh isbal di bawah mata kaki jika keadaanya buat khuyala, namun jika keadaannya buat yang lainnya maka ia itu makruh. (Aunul Ma’bud 11 : 113)
Dalam Aunul Ma’bud juga ada keterangan sebagai berikut:
‎قَالَ الشَّوْكَانِيُّ فِي النَّيْلِ إِنَّ قَوْلَهُ  ِلأَبِي بَكْرٍ " إِنَّكَ لَسْتَ مِمَّنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ خُيَلاَءَ " تَصْرِيحٌ بِأَنَّ مَنَاطَ التَّحْرِيمِ الْخُيَلاَءُ وَأَنَّ الإِسْبَالَ قَدْ يَكُونُ لِلْخُيَلاَءِ وَقَدْ يَكُونُ لِغَيْرِهِ ، فَلاَ بُدَّ مِنْ حَمْلِ قَوْلِهِ فَإِنَّهَا مِنَ الْمَخِيلَةِ فِي حَدِيثِ جَابِرِ بْنِ سُلَيْمٍ عَلَى أَنَّهُ خَرَجَ مَخْرَجَ الْغَالِبِ ، فَيَكُونُ الْوَعِيدِ الْمَذْكُورِ فِي حَدِيث ابْنِ عُمَرَ مُتَوَجِّهًا إِلَى مَنْ فَعَلَ ذَلِكَ اِخْتِيَالاً . وَالْقَوْلُ بِأَنَّ كُلَّ إِسْبَالٍ مِنَ الْمَخِيلَةِ أَخْذًا بِظَاهِرِ حَدِيثِ جَابِرٍ تَرُدُّهُ الضَّرُورَةُ ، فَإِنَّ كُلَّ أَحَدٍ يَعْلَمُ أَنَّ مِنَ النَّاسِ مَنْ يُسْبِلُ إِزَارَهُ مَعَ عَدَمِ خُطُورِ الْخُيَلاَءِ بِبَالِهِ ، وَيَرُدُّهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ قَوْلِهِ    ِلأَبِي بَكْرٍ لِمَا عَرَفْتَ, وَبِهَذَا يَحْصُلُ الْجَمْعُ بَيْن الأَحَادِيثِ وَعَدَمُ إِهْدَارِ قَيْدِ الْخُيَلاَءِ الْمُصَرَّحِ بِهِ فِي الصَّحِيحَيْنِ قَالَ وَأَمَّا حَدِيثُ أَبِي أُمَامَةَ فَغَايَةُ مَا فِيهِ التَّصْرِيحُ بِأَنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْمُسْبِلُ وَحَدِيثُ ابْنِ عُمَرَ مُقَيَّدٌ بِالْخُيَلاَءِ . وَحَمْلُ الْمُطْلَقِ عَلَى الْمُقَيَّدِ وَاجِبٌ –  عون المعبود 11 : 143 , نيل الأوطار  2 : 118 –
Berkata Asy Syaukany: Sesungguhnya ucapan Rasulullah saw. kepada Abu Bakar “sesungguhnya kamu bukan termasuk orang yang berbuat begitu (isbal) karena khuyala” menjelaskan, bahwa titik pemberangkatan diharamkannya (isbal itu) adalah khuyala, dan sesungguhnya isbal itu terkadang karena khuyala dan terkadang karena yang lainnya, maka tidak boleh tidak menyeret/membawa sabda (Rasulullah saw.) “Fainnaha minal makhilati” dalam hadits Jabir bin Sulem kepada kebiasaan umum, maka adalah ancaman tersebut dalam hadits Ibnu Umar tertuju kepada orang yang berbuat demikian (isbal) karena khuyala (sombong). Dan ucapan bahwa “Kulla isbalin minal makhilati” mengambil dzahirnya hadits Jabir dibantah dengan cara mudah, karena tiap orang tahu bahwa diantara manusia ada yang mengisbalkan sarungnya dengan tidak bergetar bermaksud sombong dalam hatinya, dan dibantah pula dengan hadits terdahulu dari sabda Rasulullah saw. kepada Abu Bakar yaitu hadits yang telah kamu ketahui, dan dengan ini terjadilah al-jam’u (menyatukan) antara hadits-hadits tersebut dengan tidak menghapus ikatan “Al Khuyala-a” yang menjelaskan kepadanya di dalam shahihain, ia berkata: Adapun hadits Abi Humamah arah tujuan pada hadits itu adalah menjalankan bahwa Allah tidak menyukai orang yang melakukan isbal, dan hadits Ibnu Umar muqayyad (terikat) dengan khuyala, sedangkan menyeret/membawa yang mutlak kepada yang muqayyad adalah wajib. (Aunul Ma’bud 11 : 142/Nadlul Authar 2 : 118)
Adanya anggapan bahwa ujung pakaian bagian bawah yang batasnya sampai mata kaki (tidak menyapu tanah/lantai) merupakan perbuatan dosa besar sehingga ujung celana panjang digunting ke atas mata kaki, ternyata karena kekeliruan dan salah pemahaman.