ahid yaitu dari riwayat Hasan al-Basri dari Anas bin Malik
صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَلَمْ يَزَلْ يَقْنُتُ بَعْدَ الرُّكُوعِ فِي صَلاَةِ الْغَدَاةِ حَتَّى فَارَقْتُهُ قَالَ وَصَلَّيْتُ خَلْفَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَلَمْ يَزَلْ يَقْنُتُ بَعْدَ الرُّكُوعِ فِي صَلاَةِ الْغَدَاةِ حَتَّى فَارَقْتُهُ
Aku salat bersama Rasulullah Saw, beliau tidak meninggalkan berqunut setelah ruku’ dalam salat subuh sehingga beliau meninggal. Akupun salat dibelakang Umar bin Khattab selalu berqunut setelah ruku pada salat subuh sehingga beliau wafat
Namun dalam sanadnya ada rawi yang bernama Amr bin Ubaid yang dinilai oleh imam Ibn Ma’in “la yuktabu haditsuhu” imam Nasai “matruk al-hadits”, Imam Ayub dan Yunus “yakdzib”. Oleh karena itu hadisnya sangat lemah sehingga tidak dapat menjadi penguat bagi hadis Abu Ja’far ar-Razi. Sehingga konsekuensinya hadis riwayat Abu Ja’far ar-Razi tersebut menyendiri dalam periwayatan, tidak bisa naik menjadi hasan lighairih.
Dengan demikian status hadis mendawamkan qunut subuh selain qunut nazilah berderajat dhoif, sehingga tidak dapat dijadikan hujjah dan diamalkan. pendapat inilah menurut hasil penelitian kami yang paling rojih.