Abu Khazin:
عَنْ أَنَسٍ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اَللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اِرْتَحَلَ قَبْلَ أَنْ تَزِيغَ اَلشَّمْسُ أَخَّرَ اَلظُّهْرَ إِلَى وَقْتِ اَلْعَصْرِ, ثُمَّ نَزَلَ فَجَمَعَ بَيْنَهُمَا, فَإِنْ زَاغَتْ اَلشَّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَرْتَحِلَ صَلَّى اَلظُّهْرَ, ثُمَّ رَكِبَ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Dari Anas, ia berkata, "Rasulullah Saw. apabila berangkat dalam safarnya sebelum tergelincir matahari, beliau akhirkan Zuhur hingga waktu Ashar, kemudian beliau singgah dan menjamak keduanya. Jika mahahari sudah tergelincir sebelum berangkat, beliau salat Zuhur kemudian berangkat." (HR. Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari II:47, Muslim, Shahih Muslim I: 489, Ahmad, Musnad Ahmad IV: 632, 676, Abu Daud, Sunan Abi Daud II: 452, An-Nasa’i, Sunan An-Nasai I: 321, 325, As-Sunan Al-Kubra I: 497, 589, At-Thabrani, Al-Mu’jam Al-Ausath VIII: 80,Ad-Daraquthni, Sunan Ad-Daraquthni I : 376, Al-Baihaqi, As-Sunan Al-Kubra III: 230, Abu Ya’la Al-Mushili, Musnad Abi Ya’la Al-Mushili III: 276, Ibnu hibban, Shahih Ibnu Hibban IV: 463, Abu ‘Awwanah, Mustakhraj Abi Awwanah II: 80)
عَنْ أَنَسٍ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَجْمَعَ بَيْنَ الصَّلَاتَيْنِ فِي السَّفَرِ أَخَّرَ الظُّهْرَ حَتَّى يَدْخُلَ أَوَّلَ وَقْتِ الْعَصْرِ ثُمَّ يَجْمَعُ بَيْنَهُمَا. رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari Anas, ia berkata, ”Nabi saw. itu apabila hendak menjamak antara dua salat pada waktu safar, maka beliau mengakhirkan Zhuhur hingga masuk awal waktu Ashar kemudian menjamak keduanya.” (HR. Muslim, Shahih Muslim I: 489, Ibnu Khuzaimah, Shahih Ibnu Khuzaimah I: 479, Ibnu Hibban, Shahih Ibnu Hibban IV: 309, Ad-Daraquthni, Sunan Ad-Daraquthni I: 376, 236, Al-Baihaqi, As-Sunan As-Shaghir I : 227, 228, As-Sunan Al-Kubra III: 230, 231, Abu ‘Awwanah, Mustakhraj Abi Awwanah II: 79)
3. Kaidah
اَلأَصْلُ فِي اْلعِبَادَاتِ اَلتَّحْرِيْمُ
Asal dalam ibadah adalah haram
اَلأَصْلُ فِي اْلعِبَادَاتِ اَلْحَظْرُ اِلاَّ بِنَصٍّ
Asal dalam ibadah adalah terlarang kecuali ada nash
لاَ قِيَاسَ فِي اْلعِبَادَةِ
Tidak ada qiyas dalam ibadah
MEMPERHATIKAN:
1. Sambutan dan pengantar dari Ketua Umum PP. Persis KH. Aceng Zakaria yang menyarankan segera diputuskan masalah hukum tentang ‘Jama’ Salat Ashar dengan Salat Jumat’, dan untuk segera disosialisasikan.
2. Sambutan dan pengarahan dari Ketua Dewan Hisbah KH. Muhammad Romli.
3. Pemaparan dan pembahasan makalah tentang ‘Jama’ Salat Ashar dengan Salat Jumat’ yang disampaikan oleh K.H. Dailami.
4. Pandangan para peserta Sidang Dewan Hisbah terkait dalil, wajh al-dilalah, metode istinbat dan kesimpulan hukum makalah ‘Jama’ Salat Ashar dengan Salat Jumat’.
Atas dasar semua konsideran di atas, maka dengan bertawakkal kepada Allah, Dewan Hisbah Persatuan Islam
MENGISTINBATH:
1. Menjama’ salat Ashar dan salat Jum’at tidak disyariatkan
2. Bagi musafir melaksanakan salat Ashar di waktu Zuhur diperbolehkan
Demikian Keputusan Dewan Hisbah mengenai masalah tersebut dengan makalah terlampir.
الله يأخذ بأيدينا الى ما فيه خير للإسلام و المسلمين
Bandung, 28 Rabi’ul Awwal 1438 H/ 28 Desember 2016 M.
DEWAN HISBAH PERSATUAN ISLAM
Ketua, Sekretaris,
KH. MUHAMMAD ROMLI KH.ZAE NANDANG
NIAT : 01.02.08301.094 NIAT :01.02.13511.018
Penjelasan
Maksud jama pada diktum pertama adalah menyatukan dua salat yaitu salat jumat dan salat ashar dalam satu waktu. Cara tersebut tidak ada contohnya dari Rasulullah Saw dan tidak bisa diqiyaskan kepada salat zuhur sehingga tidak di syariatkan. Adapun diktum kedua, maksudnya bukan menyatukan salat jumat dan salat ashar, tapi bagi musafir boleh salat ashar waktu zuhur pada hari jumat, jadi tidak ada kaitan dengan salat jumat. Praktiknya setelah salat jumat ada jeda dengan zikir atau aktivitas lainnya kemudian salat ashar selama masih dalam waktu zuhur dibolehkan.