Rabu, 13 November 2019

sholat isyraq

Bagaimana derajat hadis salat Isyraq ? apakah dapat diamalkan ?
Jawab :
Hadis yang dijadikan dalil salat isyraq setidaknya ada lima jaur riwayat dengan rincian sebagai berikut :
1.  Ibnu Umar
عَنْ أَنَسٍ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ صَلَّى الغَدَاةَ فِي جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ.
Dari Anas bin Malik berkata : Rasulullah Saw bersabda : “ Siapa yang salat subuh berjamaah kemudian duduk berdzikir sampai terbit mataharikemudian salat dua rakaat, maka baginya pahala semisal dengan pahala haji dan umrah, sempuna, sempurna, sempurna (H.R. Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, 1/727)
Namun dalam sanadnya ada rawi bernama Abu Dzilal, berikut adalah penilaian para ulama Jarh Ta’dil terhadap Abu Dzilal, Yahya bin Ma’in “Laisa bi Syaiin” “dhaif al-Hadits” (al-Jarh wa at-Ta’dil, 9/73) Nasa’i “Dhaif” (ad-Dhu’afa wa al-Matrukin, 104) Ibnu ‘Adi “kebanyakan periwayatannya tidak disertai (mutaba’ah) periwayatan orang yang tsiqat” (al-Kamil fi Dhuafa’ ar-Rijal, 7/119) Ibnu Hibban “Seorang Syaikh yang kadang lalai, meriwayatkan dari Anas bi Malik, padahal bukan dari Anas “. Imam Bukhari “Pada riwayat Abu Dzilal dari Anas kebanyakan hadis-hadisnya munkar” (ad-Dhu’afa al-Kabir, 4/345)
Riwayat Abu Dzilal dari Anas bin Malik ada mutaba’ah bagi Abu Dzilal yaitu Yazid al Qaqqasyi, Qatadah dan Tsabit al-Bunani. Namun sayangnya ketiganya tidak menyebutkan adanya salat dua rakaat isyraq tapi hanya sekedar keutamaan salat subuh dan duduk dzikir setelahnya sampai matahari terbit. menyendiri dalam periwayatan hadis ini dari Anas bin Malik tanpa adanya mutabi’ dari yang lain, sehingga hadis tersebut terkategori munkar.
Ada tiga alasan, pertama imam bukhari memang tidak menyebutkan semua riwayatnya munkar, namun khusus jalur dari Anas bin Malik beliau menilainya munkar. Kedua, Anas bin Malik termasuk sahabat yang banyak murid, setidaknya tercatat ada 217 (tahdzib al-kamal) dan mayoritas tsiqat, namun tidak ada satupun yang meriwayatkan matan yang sama dengan Abu Dzilal. Ketiga, Abu Dzilal menyendiri dalam periwayatan, kalau seandainya riwayat tersebut dipastikan dari Anas bin Malik, tentunya para muridnya yang tsiqat, asbath, lebih banyak mulazamah dengan Anas bin Malik meriwayatkann pula hadis tersebut. Dengan demikian jalur Anas bin Malik ini termasuk hadis munkar yang sangat lemah, tidak dapat menguatkan maupun dikuatkan
2.  Abu Umamah
Hadis diatas memang ada syawahid dari riwayat yang lain, diantarannya dari Abu Umamah, Aisyah dan Ibnu Umar. Dari Jalur Abu Umamah ada dua jalur periwayatan. Pertamam dari jalur al- Ahwas. Al-Ahwas sendiri merupakan rowi yang lemah Ibnu Ma’in menilai: “La Syai” (dloif). Juga Imam An-Nasai menilai dloif. Adapun Imam Ahmad mengatakan: “Haditsnya tidak ada satupun yang lurus”. Al-Ahwash bin Hakim tidak kuat, dia rowi Munkarul Hadits. Ibnu ‘Uyainah mendahulukan Al-Ahwash daripada Tsaury dalam Hadits, maka (Nampak) keliru (penilaian) ibnu ‘Uyainah dalam mendahulukan Ahwash daripada Tsaury. Imam Tsaury itu Shoduq sedang Al-Ahwash rowi munkarul hadits”. Salah satu bukti al-Ahwas ini lemah adalah jalurnya idthirab (goncang). Berikut penjelasannya
1.   Ahwash« Abu ‘Amir « Abu Umamah r.a« Nabi saw
2.  Ahwash« Abu ‘Amir « ‘Utbah r.a« Aby Umamah r.a« Nabi saw
3.  Ahwash« Abu ‘Amir« Abu Umamah r.a dan Utbah r.a« Nabi saw
al Ahwas kadang menyebutkan dari Abu Amir dari Abu Umamah, kadang dari Abu Amir dari Utbah dari Abu Umamah, kadang pula dari Abu Amir dari Abu Umamah dan Utbah. Kesimpulanya jalur Abu Umamah yang melewati al-Ahwas ini munkar dan idhtirab sehingga dihukumi dhaif ghair muhtamal yang tidak bisa dijadikan sebagai syahid atau penguat.
Jalur kedua Jalur sanadnya: Husein« Al-Mughiroh« Utsman bin Abdurrohman« Musa bin ‘ulay« Yahya« Al-Qosim« Aby Umamah r.a« Nabi saw. Masalah ada pada rawi Ustman bin Abdurrahman dan Musa bin ‘Ulay. Usman bin Abdurrahman, komentar para ulama
1.  Ibn Hajar dalam taqrib “dia rowi shoduq, tapi kebanyakan riwayatnya dari rowi-rowi dloif dan dari rowi-rowi majhul (tidak dikenal) karena itulah ia didloifkan dengan sebab itu sehingga Ibnu Namir menisbahkannya dengan dusta. (Taqrib at-Tahdzib, 666)
2.  Imam Al-Bukhory mengatakan: “dia meriwayatkan dari orang-orang lemah (dloif). Adapun Abu hatim menilai rowi ini shoduq. Dan Abu ‘Arubah menilai: ”dia tidak apa-apa dan ia meriwayatkan dari kaum yang majhul dengan kemungkaran” (Tahdzib al-Kamal, 19/429).

Dari penelitian terbukti bahwa Musa bin ‘Ulay bukanlah Musa bin ‘Ulay al-Lahmy tapi Musa bin ‘Ulay yang termasuk majhul ‘Ain. Karena Yahya dan Musa bin ‘Ulay tidak mempunyai sanad keguruan. Begitu juga al-Lahmy tidak mempunyai murid yang bernama Usman bin Abdurrahman. 

Dengan demikian jelaslah bahwa jalur Usman bin Abdurrahman dari Musa bin “ulayya hadisnya munkar serta ada rawi yang majhul ‘Ain sehingga masuk dalam kategori sangat lemah tidak dapat menguatkan maupun dikuatkan. Sedangkan sanad yang mahfudz adalah sanad melalui Shadaqah bin Khalid (H.R. al-Baihaqi), Haitsan bin Humaid (H.R. Abu Dawud), Suwaid bin Abdul Aziz (H.R. Thabarani), Ismail bin Iyyas (H.R. Ahmad) dan al-Walid bin Muslim (H.R. Thabarani). Kelimanya merupakan murid dari Yahya bin al-Harits. Kelima rawi tersebut hanya memberitakan pertama, keutamaan seseorang keluar rumah untuk shalat wajib dengan pahala seperti orang beribadah haji. Kedua, keutamaan seseorang keluar rumah untuk salat dluha atau salat sunnah dengan pahala seperti orang beribadah umrah. Tidak menerangkan duduk-duduk kemudian salat dua rakaat isyraq.
3.  Ibnu Umar 
Adapun dari sahabat Ibnu Umar ada tiga jalur riwayat, pertama dari al Ahwas, termasuk jalur mudhtharib dan munkar. Jalur kedua, dari Khalid bin Ma’dan, dalam sanadnya ada Salm bin al-Mughirah, imam Ahmad berkata “jangan catat hadis-hadis gharib sesungguhnya termasuk hadis-hadis munkar” jalur inipun lebih dekat kepada munkar. Disamping ada keterputusan sanad antara Khalid bin Ma’dan dari Ibn Umar, sehingga jalur ini terkategori dhaif ghair muhtamal tidak dapat dijadikan penguat maupun dikuatkan. Ketiga jalur imam Nafi’ namun dalam sanadnya ada Rawi yang bernama al-Fadl bin Muwaffaq dinilai lemah oleh Abu Hatim dan terkadang meriwayatkan hadis-hadis palsu. al-Fadl bin Muwaffaq menyendiri dalam periwayatan dari gurunya Malik bin Mighwal, jika kita lihat dalam kitab-kitab jarh ta’dil tidak ditemukan bahwa murid Malik bin Mighwal adalah al-Fadl bin Muwaffaq dengan demikian lebih dekat kepada munkar dan tidak dapat menguatkan maupun dikuatkan. Dengan demikian keseluruhan jalur Ibnu Umarpun tidak terlepas dari kedhaifan yang sangat, sehingga tidak dapat dijadikan mutabaah maupun syawahid.
4.  Aisyah
Hadisnya ada dalam al-Kamil Ibn ‘Adi, namun dalam sanadnya ada Rawi yang bernama Ishaq bin Bisyri, Imam ad-Daraqutni menilainya pemalsu hadis sedangkan imam al-Azdi menilainya matruk al-hadits (Lisan al-Mizan, 2/44-45)
5.  Muaz bin Anas al-Juhany 
Hadisnya diriwayatkan oleh imam al-Baihaqi dalam Sunan al-Kubra, namun dalam sanadnya ada tiga rawi dhaif dan tafarrud sehingga masuk dalam kategori dhaif ghair muhtamal tidak dapat menguatkan maupun dikuatkan.
Kesimpulannya, pertama, walaupun terdapat lima jalur sahabat, namun semuanya tidak terlepas dari kedhaifan dan munkar, sehingga tidak dapat saling menguatkan maupun dikuatkan. Dengan demikian tidak dapat dijadikan hujah dan tidak dapat diamalkan.