Minggu, 09 September 2018

Shaum tarwiyah bidah

‎صَوْمُ يَوْمِ التَّرْوِيَةِ كَفَّارَةُ سَنَةٍ، وَصَوْمُ يَوْمِ عَرفَةَ كَفَّارَةُ سَنَتَيْنِ

“Artinya : Puasa pada hari tarwiyah menghapuskan (dosa) satu tahun, dan puasa pada hari Arafah menghapuskan (dosa) dua tahun”.

Diriwayatkan oleh Imam Dailami di kitabnya Musnad Firdaus (2/248) dari jalan :

1. Abu Syaikh dari :
2. Ali bin Ali Al-Himyari dari :
3. Kalbiy dari :
4. Abi Shaalih dari :
5. Ibnu Abbas marfu’ (yaitu sanadnya sampai kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam)

Saya berkata : Hadits ini derajatnya maudlu’.

Sanad hadits ini mempunyai dua penyakit.

Pertama.
Kalbiy (no. 3) yang namanya : Muhammad bin Saaib Al-Kalbiy. Dia ini seorang rawi pendusta. Dia pernah mengatakan kepada Sufyan Ats-Tsauri, “Apa-apa hadits yang engkau dengar dariku dari jalan Abi Shaalih dari Ibnu Abbas, maka hadits ini dusta” (Sedangkan hadits di atas Kalbiy meriwayatkan dari jalan Abi Shaalih dari Ibnu Abbas).

Imam Hakim berkata : “Ia meriwayatkan dari Abi Shaalih hadits-hadits yang maudlu’ (palsu)” Tentang Kalbiy ini dapatlah dibaca lebih lanjut di kitab-kitab Jarh Wat Ta’dil.

1. At-Taqrib 2/163 oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar
2. Adl-Dlu’afaa 2/253, 254, 255, 256 oleh Imam Ibnu Hibban
3. Adl-Dlu’afaa wal Matruukin no. 467 oleh Imam Daruquthni
4. Al-Jarh Wat Ta’dil 7/721 oleh Imam Ibnu Abi Hatim
]. Tahdzibut Tahdzib 9/5178 oleh Al-Hafizd Ibnu Hajar

Kedua : Ali bin Ali Al-Himyari (no. 2) adalah seorang rawi yang majhul (tidak dikenal).

Kesimpulan
1. Shaum pada hari tarwiyah (8 Dzulhijjah) adalah hukumnya bid’ah. Karena hadits yang mereka jadikan sandaran adalah hadits palsu/maudlu’ yang sama sekali tidak boleh dibuat sebagai dalil. Jangankan dijadikan dalil, bahkan membawakan hadits maudlu’ bukan dengan maksud menerangkan kepalsuannya kepada umat, adalah hukumnya haram