Sabtu, 31 Maret 2018

Menempelkan kaki dengan kaki saat sholat itu ada haditsnya SHOHIH BUKHORI ?

╔═════ 📜📃 ═════╗
  Menempelkan kaki dengan kaki  
     saat sholat itu ada haditsnya
          SHOHIH BUKHORI ?"
╚═════ 📚📓 ═════╝

Pernah mendengar hal semacam itu ?

'Si dia' dengan bangga menyampaikan bahwa apa yang ia lakukan _(baca : injak2an kaki, atau menempelkan kaki)_ ada haditsnya, haditsnya shohih lagi, shohih bukhori bahkan.

📝 Komentar saya :
"Ayo membaca hadits yang komplit dan lihat penjelasan ulama"

Haditsnya memang betul *shohih bukhori*

Tapi, jika saya tanya :
• "Apakah menempelkan kaki dengan kaki temannya dilakukan oleh Nabi Muhammad ?"
• "Apakah hal tersebut diperintahkan oleh Nabi Muhammad ?"
• "Apakah hal tersebut dipraktekkan oleh Sahabat Utama ?"

🔅 Maka jawabannya : *TIDAK*
_(sengaja pake capslock, bukan marah, tapi biar jelas huehehee)_

1⃣ *Yuk kita simak hadits lengkapnya :*

🔰 ```Riwayat Anas bin Malik```
حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ خَالِدٍ قَالَ: حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ عَنْ حُمَيْدٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ فَإِنِّي أَرَاكُمْ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِي وَكَانَ أَحَدُنَا يُلْزِقُ مَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِ صَاحِبِهِ وَقَدَمَهُ بِقَدَمِهِ»
Mengabarkan kepada kami 'Amr bin Kholid berkata, mengabarkan kepada kami  Zuhair dari Humaid dari Anas bin Malik dari Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wasallam: ” *Tegakkanlah shaf kalian*, karena saya melihat kalian dari belakang pundakku.” ada salah *seorang* diantara kami orang yang menempelkan bahunya dengan bahu temannya dan telapak kaki dengan telapak kakinya. _(HR. Bukhari)_

🔰 ```Riwayat anNu'man bin Basyir```
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ, حَدَّثَنَا زَكَرِيَّا, عَنْ أَبِي الْقَاسِمِ الْجَدَلِيِّ, قَالَ أَبِي: وحَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ, أَخْبَرَنَا زَكَرِيَّا, عَنْ حُسَيْنِ بْنِ الْحَارِثِ أَبِي الْقَاسِمِ, أَنَّهُ سَمِعَ النُّعْمَانَ بْنَ بَشِيرٍ, قَالَ: أَقْبَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِوَجْهِهِ عَلَى النَّاسِ, فَقَالَ: ” أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ, ثَلَاثًا وَاللهِ لَتُقِيمُنَّ صُفُوفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللهُ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ ” قَالَ: ” فَرَأَيْتُ الرَّجُلَ يُلْزِقُ كَعْبَهُ بِكَعْبِ صَاحِبِهِ, وَرُكْبَتَهُ بِرُكْبَتِهِ وَمَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِهِ
An-Nu’man bin Basyir berkata : Rasulullah shollallohu ‘alaihi wasallam menghadap kepada manusia, lalu berkata : "Tegakkanlah shaf kalian!", tiga kali. Demi Allah, tegakkanlah shaf kalian, atau Allah akan membuat perselisihan diantara hati kalian. Lalu an-Nu’man bin Basyir berkata: Saya melihat *seorang laki-laki* menempelkan mata kakinya dengan mata kaki temannya, lutut dengan lutut dan bahu dengan bahu. _(HR. Bukhori)_

2⃣ *Bagaimana sih perintah Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wasallam ketika itu ?*

Beliau bersabda :
أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ
Tegakkanlah shof / barisan kalian
Jadi, beliau *tidak memerintahkan untuk menempelkan kaki*, tapi beliau memerintahkan untuk menegakkan shof dalam artian merapikan, meluruskan, dan merapatkan shof.

🚫 _bukan memerintahkan untuk menempelkan kaki dengan kaki temannya_

3⃣ *Lalu, siapa yang menempelkan kaki ketika itu ? Berapa jumlahnya ?*

Baca lagi hadits diatas
🔰 ```Anas bin Malik``` mengatakan :
[وَكَانَ أَحَدُنَا]
*salah satu diantara kami*

Baca lagi hadits diatas
🔰 ```anNu'man bin Basyir``` mengatakan :
[رَأَيْتُ الرَّجُلَ]
Saya melihat *seorang laki-laki dari kami*

🔖 Jadi, dari sekian banyak sahabat yang ikut sholat berjamaah bersama dengan Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam, semua sholatnya *wajar*.
Ada orang yang menempelkan kaki dengan kaki temannya dan jumlahnya hanya *satu orang*.

Sampai sini bisa dipahami ya❓
Bisa In syaa Allah

4⃣ *Perbuatan satu orang sahabat, apalagi tidak ada yang mengenalnya,*_*TIDAK BISA DIJADIKAN HUJJAH*_

🔰 ```Al-Amidi (w. 631 H)``` salah seorang pakar Ushul Fiqih menyebutkan:
ويدل على مذهب الأكثرين أن الظاهر من الصحابي أنه إنما أورد ذلك في معرض الاحتجاج وإنما يكون ذلك حجة إن لو كان ما نقله مستندا إلى فعل الجميع لأن فعل البعض لا يكون حجة على البعض الآخر ولا على غيرهم
Menurut madzhab kebanyakan ulama’, perbuatan sahabat dapat menjadi hujjah jika didasarkan pada perbuatan semua sahabat. Karena perbuatan sebagian tidak menjadi hujjah bagi sebagian yang lain, ataupun bagi orang lain. _(Lihat :Al-Amidi; w. 631 H, Al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam, hal. 2/99)

*Kalau injak2kan kaki ❓*
Hanya satu orang sahabat, dan tidak dikenal siapa dia, serta perbuatannya menyelisihi mayoritas sahabat.

5⃣ *Mana buktinya bahwa sahabat yang lain tidak menempelkan kaki dengan kaki temannya ?*

🔰 Lihat bagaimana kata sang periwayat hadits, yaitu ```Anas bin Malik```:

وَزَادَ مَعْمَرٌ فِي رِوَايَتِهِ وَلَوْ فَعَلْتُ ذَلِكَ بِأَحَدِهِمُ الْيَوْمَ لَنَفَرَ كَأَنَّهُ بغل شموس
Ma’mar menambahkan dalam riwayatnya dari Anas; jika saja hal itu (menempelkan kaki) saya lakukan dengan salah satu dari mereka saat ini, maka mereka akan lari sebagaimana keledai yang lepas. _[Ibnu Hajar, Fathu al-Bari, hal. 2/211]_

*Kenapa bisa begitu ?*
```Ibnu Hajar al-Asqalani (w. 852 H)``` menuliskan:
الْمُرَادُ بِذَلِكَ الْمُبَالَغَةُ فِي تَعْدِيلِ الصَّفِّ وَسَدِّ خَلَلِهِ
(Yang dilakukan sahabat tersebut adalah) berlebih-lebihan dalam meluruskan shaf dan menutup celah. _[Ibnu Hajar, Fathu al-Bari, hal. 2/211]_

6⃣ *Lalu, siapa yang pertama kali mengatakan bahwa menempelkan kaki dengan kaki itu adalah termasuk kesempurnaan sholat bahkan termasuk hal yang wajib ?*

🔰 Ia adalah ```Ustadz Nashiruddin al-Albani.```
وقد أنكر بعض الكاتبين في العصر الحاضر هذا الإلزاق, وزعم أنه هيئة زائدة على الوارد, فيها إيغال في تطبيق السنة! وزعم أن المراد بالإلزاق الحث على سد الخلل لا حقيقة الإلزاق, وهذا تعطيل للأحكام العملية, يشبه تماما تعطيل الصفات الإلهية, بل هذا أسوأ منه
Sebagian penulis zaman ini telah mengingkari adanya _ilzaq (menempelkan mata kaki, lutut, bahu)_, hal ini bisa dikatakan menjauhkan dari menerapkan sunnah. Dia menyangka bahwa yang dimaksud dengan “ilzaq” adalah anjuran untuk merapatkan barisan saja, bukan benar-benar menempel. Hal tersebut merupakan ta’thil _(pengingkaran)_ terhadap hukum-hukum yang bersifat alamiyyah, persis sebagaimana ta’thil _(pengingkaran)_ dalam sifat Ilahiyyah. Bahkan lebih jelek dari itu.
_(Al-Albani : Silsilat al-Ahadits as-Shahihah, hal. 6/77)_

Jadi beliau menganggap bahwa orang yang mengatakan ilzaq adalah anjuran untuk merapatkan shof, bukan menempelkan kaki, adalah pendapat yang salah, karena bagi beliau ilzaq adalah menempelkan kaki, lutut, dan bahu.

7⃣ *Pendapat Ustadz Al-Albani bertentangan dengan pendapat Ulama Salafi _(wahabi, pen)_ yang lain.*

🔰 ```Ustadz Muhammad bin Shalih al-Utsaimin``` berkata:
أن كل واحد منهم يلصق كعبه بكعب جاره لتحقق المحاذاة وتسوية الصف, فهو ليس مقصوداً لذاته لكنه مقصود لغيره كما ذكر بعض أهل العلم, ولهذا إذا تمت الصفوف وقام الناس ينبغي لكل واحد أن يلصق كعبه بكعب صاحبه لتحقق المساواة, وليس معنى ذلك أن يلازم هذا الإلصاق ويبقى ملازماً له في جميع الصلاة.
Setiap masing-masing jamaah hendaknya menempelkan mata kaki dengan jamaah sampingnya, agar shof benar-benar lurus. Tapi menempelkan mata kaki itu bukan tujuan intinya, tapi ada tujuan lain. Maka dari itu, jika telah sempurna shaf dan para jamaah telah berdiri, hendaklah jamaah itu menempelkan mata kaki dengan jamaah lain agar shafnya lurus. "Maksudnya bukan terus menerus menempel sampai selesai shalat." _(Lihat : Muhammad bin Shalih al-Utsaimin; w. 1421 H, Fatawa Arkan al-Iman, hal. 1/ 311)_

🔰 ```Ustadz Abu Bakar Zaid (w. 1429 H / 2007 M,``` adalah salah seorang ulama Saudi yang pernah menjadi Imam Masjid Nabawi, dan menjadi salah satu anggota Haiah Kibar Ulama Saudi) :

وإِلزاق الكتف بالكتف في كل قيام, تكلف ظاهر وإِلزاق الركبة بالركبة مستحيل وإِلزاق الكعب بالكعب فيه من التعذروالتكلف والمعاناة والتحفز والاشتغال به في كل ركعة ما هو بيِّن ظاهر.
Menempelkan bahu dengan bahu di setiap berdiri adalah takalluf (memberat-beratkan) yang nyata. Menempelkan dengkul dengan dengkul adalah sesuatu yang mustahil, menempelkan mata kaki dengan mata kaki adalah hal yang sulit dilakukan. _(La Jadida fi Ahkam as-Shalat hal. 13)_

🔰 ```Abu Bakar Zaid``` melanjutkan:

فهذا فَهْم الصحابي – رضي الله عنه – في التسوية: الاستقامة, وسد الخلل لا الإِلزاق وإِلصاق المناكب والكعاب. فظهر أَن المراد: الحث على سد الخلل واستقامة الصف وتعديله لا حقيقة الإِلزاق والإِلصاق

Inilah yang difahami para shahabat dalam _taswiyah shaf: Istiqamah, menutup sela-sela_ Bukan menempelkan bahu dan mata kaki. Maka dari itu, maksud sebenarnya adalah *anjuran untuk menutup sela-sela, istiqamah dalam shaf, bukan benar-benar menempelkan.*

🔰 Bahkan pendapat Ustadz Al-Albani juga bertentangan dengan pendapat Madzhab Hambali

```Ibnu Rajab al-Hanbali (w. 795 H)``` :

حديث أنس هذا: يدل على أن تسوية الصفوف: محاذاة المناكب والأقدام
Hadits Anas ini menunjukkan bahwa yang dimaksud meluruskan shaf adalah lurusnya bahu dan telapak kaki. _(Lihat: Ibnu Rajab al-Hanbali; w. 795 H, Fathu al-Bari, hal.6/ 282)._

8⃣ *Bagaimana sebenarnya cara merapatkan shof yang sempurna ?*
وتعتبر المسافة في عرض الصفوف بما يهيأ للصلاة وهو ما يسعهم عادة مصطفين من غير إفراط في السعة والضيق اهـ جمل.الكتاب : بغية المسترشدين ص 140
“Disebutkan bahwa ukuran lebar shof ketika hendak sholat yaitu yang umum dilakukan oleh seseorang, dengan tanpa berlebihan dalam lebar dan sempitnya.” _(Bughyatul Mustarsyidin hal 140)_

Umpama-pun mau menempelkan, "tempelkanlah bagian yang terluar dari tubuh kita saat berdiri,"
mana itu ?
Ya kalau berdiri normal, _kalau berdiri normal hlo ya_, *bagian terluar dari tubuh kita yaitu pundak atau bahu kita*
sesuai sabda Nabi Muhammad saw :

أَقِيمُوا الصُّفُوفَ وَحَاذُوا بَيْنَ الْمَنَاكِبِ وَسُدُّوا الْخَلَلَ وَلِينُوا بِأَيْدِي إِخْوَانِكُمْ وَلَا تَذَرُوا فُرُجَاتٍ لِلشَّيْطَانِ
”Luruskan shof, rapatkan pundak, dan tutup celah, serta perlunak pundak kalian untuk saudaranya, dan jangan tinggalkan celah untuk setan.” _(HR. Abu Daud no. 666)_

〽 *“perlunak pundak kalian untuk saudaranya”* _maksutnya adalah hendaknya dia berusaha agar pundaknya tidak mengganggu orang lain._

Jadi, sekali lagi, ayo pahami hadits secara Cerdas ❗

Salam Cerdas ❣

_Wallahu a'lam bis showab_

Kajian Bulughul Maram Bab Air- Hadits ke-14

*Kajian Bulughul Maram*
Bab Air- Hadits ke-14

َوَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : جَاءَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي طَائِفَةِ الْمَسْجِدِ فَزَجَرَهُ النَّاسُ فَنَهَاهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا قَضَى بَوْلَهُ أَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذَنُوبٍ مِنْ مَاءٍ؛ فَأُهْرِيقَ عَلَيْهِ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Hadits No. 14

Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu berkata: "Seseorang Badui datang kemudian kencing di suatu sudut masjid, maka orang-orang menghardiknya, lalu Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang mereka. Ketika ia telah selesai kencing, Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menyuruh untuk diambilkan setimba air lalu disiramkan di atas bekas kencing itu." Muttafaq Alaihi.

*Faidah Hadits*
Ada 10 Faidah dan satu ancaman yg terkandung dalam hadits ini:

1. Hadits ini menunjukkan bahwa air kencing itu najis karena Nabi saw memerintahkan para sahabat untuk membersihkan tanah (lantai masjid) yang terkena kencing tadi.

2. Wajibnya membersihkan lantai masjid dari najis, karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan para sahabat untuk menyiramkan air pada najis tersebut.

3. Terdapat larangan kencing di masjid karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak mengingkari pengingkaran para sahabat terhadap orang badui tadi. Beliau shallallahu alaihi wa sallam cuma melarang untuk tidak menghardiknya. Sehingga ini menunjukkan bahwa kencing di masjid terlarang.

4. Kemungkaran itu wajib diingkari dengan segera sebagaimana yang dilakukan oleh para sahabat tadi. Namun jika mengakhirkan mengingkari kemungkaran ada maslahat, maka itu lebih baik, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Beliau shallallahu alaihi wa sallam membiarkan arab badui tadi kencing di masjid karena memang di situ ada maslahat.

5. Nabi shallallahu alaihi wa sallam memiliki sikap yang sangat bagus dalam menyikapi umatnya. Beliau shallallahu alaihi wa sallam melarang para sahabat untuk menghardik orang ini karena ada bahaya yang ditimbulkan di balik itu. Di antara bahayanya adalah akan memudhorotkan orang ini disebabkan kencing yang diperintahkan dihentikan seketika. Bahaya lainnya adalah aurat orang ini bisa terbuka karena kaget, sehingga berbalik, kemudian para sahabat kemungkinan bisa melihat auratnya. Kalau dia masih tetap kencing lalu dipaksa berhenti, maka celananya kemungkinan bisa terkena najis. Bahkan najisnya akan meluas di tempat dia kencing, namun bisa mengena ke bagian masjid lainnya.

6. Membersihkan najis yang ada di masjid haruslah dilakukan dengan segera. Oleh karena itu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan menggunakan air dalam hal ini. Namun sebenarnya jika kencing tadi dibiarkan begitu saja, maka dia akan hilang dengan sendirinya karena tertiup angin atau terkena terik matahari. Namun, karena tujuannya ingin agar najis hilang dengan segera, maka digunakanlah air.

7. Membersihkan najis yang ada di masjid, hukumnya adalah fardhu kifayah, yaitu jika sudah mencukupi yang melakukan hal ini, maka orang lain gugur kewajibannya. Kenapa bisa fardhu kifayah? Karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan untuk membersihkan kencing tadi, namun beliau tidak bareng dengan mereka membersihkannya. Jika hukum melakukan hal ini adalah fardhu ain (wajib bagi setiap orang), maka tentu Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang lebih dahulu membersihkan najis tersebut dari sahabat lainnya. Oleh karena itu, barangsiapa melihat najis di masjid maka dia wajib membersihkannya. Jika tidak mampu, maka dia wajib meminta pada orang lain untuk membersihkan najis yang di masjid tersebut.

8. Dari hadits ini dapat kita simpulkan sebuah kaedah yang sudah masyhur di tengah-tengah para ulama yaitu jika kemungkaran tidak dapat dihilangkan kecuali dengan kemungkaran lain yang lebih besar, maka kemungkaran ini tidak boleh diingkari. Ini adalah kaedah yang sudah sangat jelas. Jika kita menghilangkan suatu kemungkaran, namun malah mendatangkan kemungkaran yang lebih besar maka ini sama saja kita melakukan kemungkaran yang pertama tadi dan kita menambah kemungkaran yang baru lagi. Dan tambahan ini tidak diragukan lagi adalah maksiat.

9. Selayaknya bagi orang yang ingin melarang suatu kemungkaran, dia menjelaskan sebab kenapa dia melarang hal itu. Lihatlah Nabi shallallahu alaihi wa sallam tatkala melarang orang badui ini, beliau shallallahu alaihi wa sallam menjelaskan bahwa hal ini dilarang karena masjid adalah tempat yang tidak diperbolehkan terdapat kotoran dan najis. Masjid adalah tempat untuk berdzikir kepada Allah dan melaksanakan shalat. Sehingga dengan demikian, orang badui yang sebelumnya belum tahu, akhirnya menjadi tahu.

10. Hendaklah setiap orang tatkala berinteraksi dengan lainnya, dia menyikapinya sesuai dengan keadaannya. Orang badui ini bukanlah penduduk Madinah. Jika penduduk Madinah yang melakukan demikian tentu Nabi shallallahu alaihi wa sallam akan menyikapinya berbeda. Akan tetapi Nabi shallallahu alaihi wa sallam menyikapi orang ini sesuai dengan keadaannya yang jahil dan kurang paham agama. Demikian faedah yang sangat berharga dari orang badui yang bertamu ke masjid Nabi. Semoga faedah ini bermanfaat.

Bersambung.......

Shaum wajib atau sunat boleh buka?

Wa'alaikumussalaam warohmatullooh

1. Shaum wajib boleh buka jika safar, tp tdk boleh buka jika bertamu, krna bertamu bukan masuk uzur

2. Shaum sunnah, bolehkah berbuka saat bertamu?

Pada dasarnya, mslh shaum sunnah ini diri kitalah yg menentukan, apa mau membatalkan / tdk..

Rosul saw bersabda:

الصَّائِمُ الْمُتَطَوِّعُ أَمِيرُ نَفْسِهِ، إِنْ شَاءَ صَامَ، وَإِنْ شَاءَ أَفْطَرَ

“Orang yang melakukan puasa sunah, menjadi penentu dirinya. Jika ingin melanjutkan, dia bisa melanjutkan, dan jika dia ingin membatalkan, diperbolehkan.” (HR. Ahmad 26893, Turmudzi 732, dan dishahihkan Al-Albani)

Hanya saja, sangat dianjurkan bagi orang yang berpuasa sunah untuk tdk membatalkannya, terutama puasa sunah yang menjadi kebiasaannya. Karena Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَلا تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُم

“Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Ar-Rasul, dan janganlah kalian membatalkan amal kalian.” (QS. Muhammad: 33)

Kajian Bulughul Maram Bab Air Hadits ke-13 (kucing)

*Kajian Bulughul Maram*
Bab Air Hadits ke-13

Tentang Kucing:

وَعَنْ أَبِيْ قَتَادَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أنَّ رَسُوْلَ اللَّهِ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّم قَالَ -في الهِرَّةِ-: إِنَّهَا لَيْسَتْ بِنَجَسٍ، إنّمَا هِيَ مِنْ الطَّوَّافِيْنَ عَلَيْكُمْ.
أَخْرَجَهُ الأَرْبَعَةُ وَصَحَّحَهُ التِّرْمِذِيُّ وَابْنُ خُزَيْمَةَ.

13. Dari Abu Qatadah Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda tentang kucing, “Sesungguhnya kucing itu tidak najis, hanyasanya kucing itu binatang yang biasa hidup di sekelilingmu.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud; Tirmidzi, Nasa-i, dan Ibnu Majah, dan telah dishahihkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Khuzaimah).

*TAKHRIJUL HADITS*

Shahih. Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 75); Tirmidzi (no. 92); Nasa’i (1/55,178); Ibnu Majah (no. 367); Ahmad (5/303,309); Ibnu Khuzaimah (no. 104), dan lain-lain banyak sekali, sebagaimana telah saya luaskan takhrijnya di kitab yang lain (Takhrij Sunan Abu Dawud no. 75).

Hadits ini telah dishahihkan oleh para imam ahli hadits, diantaranya: Imam Malik, Syafi’i, Bukhari, Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, Daruquthni, Hakim, Baihaqi, Al Baghawi, Adz Dzahabi, Ibnu Hajar dan lain-lain. Selain itu, hadits ini telah mempunyai beberapa jalan (thuruq) dan beberapa pembantunya (syawahid), diantaranya dari jalan Aisyah yang dikeluarkan oleh Abu Dawud (no: 76) dengan sanad yang lemah.

*FIQIH HADITS*

1. Kucing, air liur dan zatnya tidak najis.
2. Disukai bagi kita dari sisi kebersihan, untuk mencuci bejana yang berisi air yang dijilat oleh kucing sebanyak satu kali.
3. Ketetapan atau ketentuan, bahwa suatu benda itu dikatakan najis, harus ada keterangan yang shahih dan shorih dr penjelasan Nabi Saw.
Kucing adalah binatang yang selalu berkeliling atau berada di tengan-tengah kita.
4. Air yang telah dijilat oleh kucing tetap suci dan mensucikan, dan dapat dipakai untuk menghilangkan hadats kecil maupun besar dan (juga untuk) berwudhu.

Witir di awal malam?

witir d awal, kemudian tidur. pas bangun shalat tahajjudnya 8 rakaat, itu boleh.

adapun dalil:

اجْعَلُوا آخِرَ صَلاَتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرًا

“Jadikanlah penutup shalat malam kalian adalah shalat witir.”  (HR. Bukhari no. 998 dan Muslim no. 751)

bukan berarti tidak bisa, tp hadits ini hnya sebatas anjuran. makanya rasul bersabda dlm hadits lain:

مَنْ خَافَ مِنْكُمْ أَنْ لاَ يَسْتَيْقِظَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ فَلْيُوتِرْ مِنْ أَوَّلِ اللَّيْلِ ثُمَّ لْيَرْقُدْ …

“Barangsiapa di antara kalian yang khawatir tidak bangun di akhir malam, maka berwitirlah di awal malam lalu tidurlah, …” (HR. Tirmidzi no. 1187)

Syarat dan rukun khutbah jum'at?

syarat khutbah jum'at:
1. tamyiz/'aqil
2. lelaki
3. d lakukan setelah azan
4. imam

rukun khutbah jum'at
1. tahmid
2. 2x khutbah dgn d selangi duduk
3. berdiri
4. isi khutbah jelas dalil/sumbernya
5. ceramah tdk menimbulkan tawa/guyon

Doa antara adzan dan iqomah ?

إِنَّ الدُّعَاءَ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ فَادْعُوا

“Sesungguhnya do’a yang tidak tertolak adalah do’a antara adzan dan iqomah, maka berdo’alah (kala itu).” (HR. Ahmad 3/155)

hadits ini umum, yg jelas, antara adzan dan iqomah adalah diantara waktu terbaik untuk berdoa

Witir di awal malam?

witir d awal, kemudian tidur. pas bangun shalat tahajjudnya 8 rakaat, itu boleh.

adapun dalil:

اجْعَلُوا آخِرَ صَلاَتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرًا

“Jadikanlah penutup shalat malam kalian adalah shalat witir.”  (HR. Bukhari no. 998 dan Muslim no. 751)

bukan berarti tidak bisa, tp hadits ini hnya sebatas anjuran. makanya rasul bersabda dlm hadits lain:

مَنْ خَافَ مِنْكُمْ أَنْ لاَ يَسْتَيْقِظَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ فَلْيُوتِرْ مِنْ أَوَّلِ اللَّيْلِ ثُمَّ لْيَرْقُدْ …

“Barangsiapa di antara kalian yang khawatir tidak bangun di akhir malam, maka berwitirlah di awal malam lalu tidurlah, …” (HR. Tirmidzi no. 1187)

Ibadah harus konsisten kepada satu madzhab?

tdk benar. dlm ibadah itu yg d rujuk adalah dalil yg bersumber dr Al-Quran dan Hadits, bukan madzhab.

im syafi'i berkata: Hadits shahih adalah mazhabku.  jika pendapatku bertentangan dgn hadits shahih/al-quran, mk tinggalkanlah pendapatku. 

para imam madzhab lainpun berkata berdemikian.

Bagaimana sikap kepada orang yang bisa melihat makhluk halus?

Makhluk halus atau tdk halus (Jin/setan),  itu sifatnya ghaib.

Allah Swt berfirman:

قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ ۚ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ

“Katakanlah : “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib kecuali Allah”, dan mereka tidak engetahui bila mereka akan dibangkitkan” [an-Naml/27 : 65]

orang yg "sok" tau terhadap ghaib, itu namanya dukun.

mau ustadz, kiyai atau siapapun dia, jika dia mengaku tau terhadap yg ghaib, maka statusnya dukun. sikap kita Jangan mempercayainya dan hindarilah

Rabu, 28 Maret 2018

Ruqyah Syariah

*Ruqyah bagian ke-1*

*Ruqyah Masyru’ (dibenarkan menurut syariat)*

Ruqyah yang dibenarkan syariat harus memenuhi dua unsur:

1. bersih keyakinan dari syirik. Yaitu harus meyakini bahwa yang menyembuhkan penyakit adalah Allah semata dan manusia disyariatkan untuk berobat sebagai bagian dari ibadah ikhtiariy.

2. pemilihan doa dan bacaan tertentu karena terdapat dalil yang mensyariatkannya, bukan semata-mata hasil olah pikir atau pengalaman manusiawi.

*Diantara ruqyah yang pernah Rosul lakukan adalah sbb:*

Ruqyah untuk sesuatu yang belum terjadi

Rasulullah saw. meruqyah kedua cucu beliau: Hasan dan Husain.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَوِّذُ الحَسَنَ وَالحُسَيْنَ يَقُولُ : أُعِيذُكُمَا بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ وَمِنْ كُلِ عَيْنٍ لاَمَّةٍ . وَيَقُولُ هكَذَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يُعَوِّذُ إِسْحَاقَ وَإِسْمَاعِيلَ.

Dari Ibnu Abas, ia mengatakan,”Keadaan Rasulullah saw. melindungkan Hasan dan Husen dan mengucapkan, ‘Aku lindungkan kamu berdua terhadap kalimat Allah Yang Maha Sempurna dari setiap setan dan binatang berbisa dan dari setiap mata yang jahat.’ Dan beliau bersabda, ‘Beginilah Ibrahim melindungkan Ishaq dan Ismail’.” H.r. At-Tirmidzi

*Ruqyah apabila singgah di sebuah rumah*

عَنْ خَوْلَةَ بِنْتِ حَكِيمٍ السُّلَمِيَّةِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ نَزَلَ مَنْزِلاً فَقَالَ : أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّةِ مِنْ شَرِّ ماَخَلَقَ لَمْ يَضُرَّهُ شَيْئٌ حَتَّى يَرْتَحِلَ مِنْ مَنْزِلِهِ ذلِكَ

Dari Khaulah binti Hakim as-Sulamiyyah, ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Barang siapa singgah di suatu rumah, lalu ia mengucapkan, ’A’uudzu bikalimatillaahit taammah min syarri maa khalaqa (Aku berlindung dengan kalimat Allah yang sempurna dari keburukan yang telah Allah ciptakan) tidak ada sesuatu pun yang akan membahayakannya sampai ia beranjak dari persinggahannya tersebut’.” H.r. Muslim



Disengat kalajengking lalu tidak dapat tidur semalaman

Abu Hurairah berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah saw. melaporkan bahwa ia disengat kalajengking hingga tidak dapat tidur semalaman, maka Rasulullah saw. mengingatkan sahabat itu dengan nasehatnya:

أَمَّا إِنَّكَ لَوْ قُلْتَ حِيْنَ أَمْسَيْتَ : أَعُوُذ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَامَّةِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ لَمْ تَضُرَّكَ

“Adapun sesungguhnya kamu jika mengucapkan pada sore harimu: ’A’uudzu bikalimatillaahit taammah min syarri maa khalaqa,’ maka kalajengking itu tidak akan memadaratkanmu’.”H.R. Muslim

Pada malam hari membaca dua ayat terakhir dari surat al-Baqarah. Rasulullah saw. bersabda:

مَنْ قَرَأَ الآيَتَيْنِ مِنْ آخِرِ سُورَةِ البَقَرَةِ فِي لَيْلَةٍ كَفَتَاهُ

“Barangsiapa membaca dua ayat terakhir dari surat al-Baqarah, maka kedua ayat itu telah mencukupinya.” H.r. Al-Bukhari.

Mendatangi suatu tempat yang belum dikenali

Apabila mendatangi suatu tempat yang belum diketahui keadaannya, dikhawatirkan akan terjadi sesuatu yang tidak diingini, Rasulullah saw meruqyah sebagai berikut:

يَا أَرْضُ رَبَّيِ وَرَبُّكَ اللهُ، أَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شَرِّكَ وَشَرِّ مَا يَدُبُّ عَلَيْكَ، أَعُوذُ بِاللهِ مِنْ أَسَدٍ وَ أَسْوَدٍ وَ مِنَ الحَيَّةِ وَالعَقْرَبِ وَمِنْ سَاكِنِ البَلَدِ وَمِنْ وَالِدٍ وَمَا وُلِدَ

“Wahai bumi, Tuhanmu dan Tuhanku adalah Allah, Aku berlindung kepada Allah dari kejelekanmu dan kejelekan yang ada di dalammu, Aku berlindung kepada Allah dari singa, binatang yang hitam, ular, kalajengking, dan dari penduduk negeri ini serta dari yang melahirkan dan dilahirkan.” H.r. Ahmad dan Abu Dawud

*Ruqyah dengan al-Fatihah*

Cukup banyak hadis-hadis sahih yang menerangkan ruqyah dengan bacaan al-Fatihah, antara lain:

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ كُنَّا فِي مَسِيرٍ لَنَا فَنَزَلْنَا فَجَاءَتْ جَارِيَةٌ فَقَالَتْ إِنَّ سَيِّدَ الْحَيِّ سَلِيمٌ وَإِنَّ نَفَرَنَا غَيْبٌ فَهَلْ مِنْكُمْ رَاقٍ فَقَامَ مَعَهَا رَجُلٌ مَا كُنَّا نَأْبُنُهُ بِرُقْيَةٍ فَرَقَاهُ فَبَرَأَ فَأَمَرَ لَهُ بِثَلَاثِينَ شَاةً وَسَقَانَا لَبَنًا فَلَمَّا رَجَعَ قُلْنَا لَهُ أَكُنْتَ تُحْسِنُ رُقْيَةً أَوْ كُنْتَ تَرْقِي قَال

َ لَا مَا رَقَيْتُ إِلَّا بِأُمِّ الْكِتَابِ قُلْنَا لَا تُحْدِثُوا شَيْئًا حَتَّى نَأْتِيَ أَوْ نَسْأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا قَدِمْنَا الْمَدِينَةَ ذَكَرْنَاهُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ وَمَا كَانَ يُدْرِيهِ أَنَّهَا رُقْيَةٌ اقْسِمُوا وَاضْرِبُوا لِي بِسَهْمٍ

Dari Abu Said, ia berkata, “Beberapa sahabat Nabi saw. berangkat melakukan perjalanan, sehinggga ketika mereka singgah di suatu kaum, para sahabat meminta dijamu tetapi mereka menolaknya. Maka ketua kaum itu disengat kalajengking, dan mereka telah mengupayakan segala sesuatu untuk menyembuhkannya tetapi sebagian mereka mengatakan, ‘Tidak ada sesuatu pun yang bermanfaat, kalaulah datang kepada kamu kelompok yang meminta dijamu, semoga di antara mereka mempunyai sesuatu. Maka mereka mendatanginya dan berkata, ‘Wahai rombongan, Sesungguhnya ketua kami tesengat kalajengking, telah kami upayakan segala sesuatu tetapi tidak bermanfaat, Apakah ada di antara kamu yang mempunyai sesuatu?’ Di antara sahabat ada yang berkata, ‘Ya, Sesungguhnya aku dapat meruqyah, demi Allah, kami telah minta dijamu, tetapi kalian menolak, maka kami tidak akan meruqyah sehingga ditetapkan bayarannya untuk kami terlebih dahulu.’ Maka disetujuilah potongan daging kambing. Berangkatlah sahabat itu untuk meniup dan membaca Alfatihah. (setelah itu) Maka seolah-olah ia (kepala kaum) itu lepas dari ikatan, berjalan dan mondar mandir. Maka dibayarkanlah upah yang dijanjikan oleh mereka. Di antara para sahabat ada yang berkata, ‘Bagikanlah.’ Tetapi yang meruqyah itu berkata, ‘Janganlah kalian melakukannya sebelum kita mendatangi Rasulullah saw. dan menerangkan apa yang kita alami, lalu kita lihat apa titahnya kepada kita.’ Akhirnya mereka datang kepada Rasulullah saw. dan menerangkan hal itu kepada beliau. Lalu beliau bersabda:

وَمَا يُدْرِيكَ أَنَهَا رُقْيَةٌ ؟ ثُمَّ قَالَ : قَدْ أَصَبْتُمْ : إِقْسِمُوا وَاضْرِبُوا إِلَيَّ مَعَكُمْ سَهْمًا

‘Bagaimana kamu dapat tahu bahwa hal itu ruqyah?’ Lalu sabdanya, ‘Kamu telah tepat, tetapkanlah satu bagianku bersama-sama dengan kalian.’

فَضَحِكَ النَّبِيُّ

Maka Nabi pun tertawa’.” H.r. Al-Bukhari

*Ruqyah dengan al-mu’awwidzat dan doa-doa*

Al-mu’awwidzat maksudnya surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas. Di dalam riwayat Al-Bukhari, Aisyah menerangkan dengan redaksi sebagai berikut:

عَنْ عَائِشَةَ: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ   كَانَ إِذَا أَوَى إِلَى فِرَاشِهِ كُلَّ لَيْلَةٍ جَمَعَ كَفَّيْهِ ثُمَّ نَفَثَ فِيهِمَا فَقَرَأَ فِيهِمَا – قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ – وَ قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الفَلَقِ وَ قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ – ثُمَّ يَمْسَحُ بِهِمَا مَا اسْتَطَاعَ مِنْ جَسَدِهِ يَبْدَأُ بِهِمَا عَلَى رَأْسِهِ وَوَجْهِهِ وَمَا أَقْبَلَ مِنْ جَسَدِهِ – يَفْعَلُ ذَالِكَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ

Dari Aisyah bahwa sesunguhnya Nabi saw. apabila berbaring di tempat tidurnya setiap malam, beliau menggabungkan kedua tangannya dan meniup pada keduanya, maka beliau membaca pada kedua tangan itu: qul huwallaahu ahad,  qul ‘auudzu birabbil falaq, dan qul ‘audzu birabbin naas, lalu mengusapkan kedua tangan itu kepada apa yang terjangkau dari badannya, beliau memulainya dari kepala dan wajahnya, beliau melakukannya tiga kali.” H.r. Al-Bukhari

Diriwayatkan pula oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Aisyah Ra. bahwa Rasulullah saw. apabila salah seorang anggota keluarga beliau sakit, beliau meruqyahnya, tetapi ketika beliau sakit dan sakitnya semakin berat  Aisyahlah yang melakukannya untuk beliau:

كَانَ رُسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا مَرِضَ أَحَدٌ مِنْ أَهْلِهِ نَفَثَ عَلَيْهِ بِالمُعَوِّذَاتِ . فَلَمَّا مَرِضَ مَرَضَهُ الَّذِي مَاتَ فِيهِ، جَعَلْتُ أَنْفُثُ عَلَيْهِ وَأَمْسَحُهُ بِيَدِ نَفْسِهِ ِلأَنَّهَاكَانَتْ أَعْظَمَ بَرَكَةٍ مِنْ يَدِي .

“Rasulullah saw. apabila sakit salah seorang anggota keluarga beliau, beliau meniupkan dengan almuawwidzat. Maka ketika beliau sakit pada sakit yang beliau wafat padanya, mulailah saya meniupkan pada beliau dan mengusapkan tangan beliau, karena sesungguhnya hal itu merupkan berkah yang paling besar dari tanganku.” H.r. Muslim


*Ruqyah dengan doa*

Dari Abdurrahman bin as-Saib anak saudara laki-laki Maemunah bahwa Maemunah berkata kepadaku:

يَا بْنَ أَخِي أَلاَ أَرْقِيكَ بِرُقْيَةِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ قُلْتُ نَعَمْ: قَالَتْ: بِسْمِ اللهِ أَرْقِيكَ، وَاللهُ يَشْفِيكَ مِنْ كُلِّ دَاءٍ فِيكَ ، أَذْهِبِ البَأْسِ رَبَّ النَّاسِ إِشْفِ أَنْتَ الشَّافِي لاَ شَافِيَ إِلاَّ أَنْتَ

“Wahai anak saudaraku, maukah engkau aku ruqyah dengan ruqyah Rasulullah saw.? Aku menjawab, ‘Ya.’ Ia berkata, ‘Dengan nama Allah aku meruqyahmu, dan Allahlah yang akan menyembuhkanmu dari setiap penyakit yang ada padamu, Ya Allah Tuhan manusia, sembuhkanlah, hanya Engkaulah Yang Maha Penyembuh, tidak ada penyembuh selain Engkau’.” H.r. Ahmad, An-Nasai, Ibnu Hiban

عَنْ عُثْمَانَ بْنِ أَبِي الْعَاصِ الثَّقَفِيِّ: أَنَّهُ شَكَا إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَجَعًا يَجِدُهُ فِي جَسَدِهِ مُنْذُ أَسْلَمَ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  ضَعْ يَدَكَ عَلَى الَّذِي تَأَلَّمَ مِنْ جَسَدِكَ وَقُلْ بِاسْمِ اللهِ ثَلاثًا وَقُلْ سَبْعَ مَرَّاتٍ أَعُوذُ بِاللهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ وَأُحَاذِرُ

Dari Usman bin Abu al ‘Ash, ia pernah mengadu kepada Rasulullah tentang suatu penyakit yang didapat pada dirinya, semenjak dia masuk Islam Rasulullah saw memberi nasihat kepadanya, ”Rabakanlah tanganmu pada badanmu yang terasa sakit. Kemudian baca tiga kali ‘Bismillaah’ Lalu bacalah tujuh kali, ‘AUUDZUBILLAH WAQUDRATIHI MIN SYARI MA AJIDU WA UHADZIRU (Aku berlindung kepada Allah dan kepada kekuasaan-Nya dari segala mara bahaya yang aku dapati dan sangat aku hindari’.”  H.r. Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, al-Baihaqi, dan Ahmad

Diriwayatkan pula bahwa Malak Jibril ketika mendapatkan Rasulullah saw. sakit, ia meruqyahnya:

قَالَ جِبْرِيلُ: أَشَكَيْتَ: قَالَ: نَعَمْ ، قَالَ : بِسْمِ اللهِ أَرْقِيكَ، مِنْ كُلِّ شَيْئٍ يُؤْذِيكَ ، مِنْ شَرِّ كُلِّ نَفْسٍ وَعَيْنٍ حَاسِدٍ، اللهُ يَشْفِيكَ بِسْمِ اللهِ أَرْقِيكَ

Jibril berkata, ‘Wahai Muhammad, sakitkah engkau?’ Nabi menjawab, ‘Ya.’ Jibril mengucapkan, ‘Dengan nama Allah aku meruqyahmu, dari setiap sesutu yang menyakitimu, dari setiap kejahatan setiap jiwa dan mata yang hasud, dengan nama Allah aku meruqyahmu.’ H.r. Muslim

Aqiqah

كُلُّ غُلاَمٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى

Artinya: "Setiap bayi tergadaikan dengan aqiqahnya. Disembelihkan kambing pada hari ke-7, dicukur rambutnya serta diberi nama" (HR.Abu Dawud, At-Tirmidzi, Nasa’iy, dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Abdul Haq, lihat at-Talkhis 4/1498 oleh Ibnu Hajar)

Aqiqah hanya d laksanakan pas pada hari ke-7, dan pd hari ke 7 bayi itu meninggal;

1. Jika bayi sebelum meninggal sempat/aqiqah sedang berlangsung, mk teruskanlah aqiqahnya

2. Jika bayi meninggal dan aqiqah belum bersambung / blm mulai, mk tdk ada aqiqah

Cara Mendidik Anak


Cara mendidik anak JANGAN DENGAN KEKERASAN/BENTAKAN.

Ali bin Abi Thalib menyatakan:

1. 7 tahun pertama
Menjadikan anak sprti raja, di manja, d lindungi, di sayang dan di temani bermain

2. 7 tahun kedua (8-14)
Menjadikan anak sebagai tawanan perang

Maksudnya adalah mulai mendisiplinkan anak. Rasulullah SAW pun bersabda, untuk menyuruh anak-anak untuk shalat di umur 7 tahun, lalu memukulnya jika tidak shalat di umur 10 tahun. Pada fase kedua inilah akan terjadi pubertas. Anak harus dipersiapkan disiplin sebelum menginjak pubertas dimana semua ketentuan rukun Islam (Shalat, Puasa, dll) harus ia lakukan sendiri dan akan menjadi dosa jika ia tinggalkan.

3. Pada Fase Ketiga setelah 7 th kedua (14 tahun ke atas), perlakukan anak sebagai sahabat.

Di usia ini, anak bergulat dengan pencarian jati diri. Ia mengalami banyak peristiwa emosional dan sensitif dengan tubuhnya sendiri. Ajak anak untuk sering berbagi cerita, curhat, dan ajak pula teman-temannya untuk akrab dengan kita. Dengan begitu kita bisa mengontrol anak tanpa harus mengekang. Dan jiwa jati diri anak akan terbentuk dengan baik karena adanya kepercayaan dari orang tua.

Ingat, anak itu pandai meniru, semakin kita keras, mk anak akan lebih keras

Senin, 26 Maret 2018

Perbuatan jelek kita dibalas ketika haji?

wa'alaikumussalam warohmatullooh...

ana tdk menemukan satu dalil atau keterangan tentang karma / balasan perbuatan jelek kita ketika haji.

namun, Allah akan memberikan balasan sebagai tadzkiroh itu dgn cara Allah sendiri, dan bisa jadi cara Allah itu dgn memberikan ujian sesuai dgn apa yg kita lakukan dr kesalahan kita. 

hal demikian d lakukan agar manusia sadar akan perbuatannya yg salah.

Walloohu A'lam

Perceraian talak 3, mau rujuk lagi?

wa'alaikumussalam warohmatullooh..

Jk sorg suami menceraikan istrinya dengan cerai satu atau dua maka sang suami berhak untuk melakukan rujuk dengan istri, selama masih masa iddah, baik istri ridha maupun tidak ridha. Namun, jika talak tiga sudah jatuh maka suami tidak memiliki hak untuk rujuk kepada istrinya, sampai sang istri dinikahi oleh lelaki lain. Allah berfirman,

فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ

“Jika dia mentalak istrinya (talak tiga) maka tidak halal baginya setelah itu, sampai dia menikah dengan lelaki yang lain ….” (Q.S. Al-Baqarah:230)

Pernikahan wanita ini dengan lelaki kedua bisa menjadi syarat agar bisa rujuk kepada suami pertama, dengan syarat:

Pertama: Dalam pernikahan yang dilakukan harus terjadi hubungan badan, antara sang wanita dengan suami kedua.

sebagaimana diterangkan dlm kisah shahabiyyah:

Seorang perempuan bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya suamiku telah menceraikan aku, yaitu talak tiga. Lalu aku menikah dengan orang lain, kemudian ia mencampuriku. Tidak ada padanya, kecuali seperti ujung pakaian. Dia tidak mendekatiku, kecuali hanya sekali, dan tidak sampai kepadaku sedikit pun. Apakah aku boleh kembali kepada suamiku yang pertama?”

فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لاَ تَحِلِّيْنَ لِزَوْجِكَ اْلأَوَّلِ حَتَّى يَذُوْقَ اْلآخِرُ عُسَيْلَتَكِ وَتَذُوْقِي عُسَيْلَتَهُ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kamu tidak boleh kembali kepada suamimu yang pertama hingga suamimu yang kedua merasakan “madu”-mu dan engkau merasakan “madu”-nya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah ditanya tentang seorang laki-laki yang telah menceraikan istrinya tiga kali. Lalu istrinya dinikahi oleh laki-laki lain, kemudian suaminya (yang baru) menutup pintu dan menurunkan gordennya, lalu mentalaknya sebelum dia mencampurinya.

قَالَ: لاَ تَحِلُّ لِلْأَوَّلِ حَتَّى يُجَامِعَهَا اْلآخِرُ

Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “(Sang wanita) tidak halal bagi suami yang pertama hingga suami yang kedua mencampurinya.” (HR. An-Nasa’i)

Kedua: Pernikahan ini dilakukan secara alami, tanpa ada rekayasa dari mantan suami maupun suami kedua. Jika ada rekayasa maka pernikahan semacam ini disebut sebagai “nikah tahlil“; lelaki kedua yang menikahi sang wanita, karena rekayasa, disebut “muhallil“; suami pertama disebut “muhallal lahu“. Hukum nikah tahlil adalah haram, dan pernikahannya dianggap batal.

Bagaimana berma'mum kepada imam yang qunut?

*Bagaimana berma'mum kepada imam yang qunut*

Memang terjadi perbedaan pendapat apakah dianjurkan atau tidaknya qunut dalam shalat shubuh. Namun hemat saya pendapat yang lebih kuat bahwa qunut shubuh tidak dianjurkan dan tidak disyariatkan, karena lemahnya hadits berkenaan dengannya, begitupun dalam shalat witir. Qunut hanya disyariatkan berkenaan dengan nazilah (suatu kejadian besar yang menimpa umat Islam) baik untuk mendoakan keselamatan untuk orang-orang beriman atau untuk kebinasaan musuh-musuh Islam.

Dalam shalat berjamah itu, memang imam harus diikuti. Tapi bukan berarti semua aktifitas shalat imam harus diikuti. Ada beberapa yang dikecualikan. Misalnya dalam bacaan shalat yang sir, tentu saja berbeda antara yang dibaca oleh imam dan yang dibaca oleh ma'mum.

Begitu pula dalam aktifitas yang memang ada perbedaan fiqih antara imam dan ma'mum. Maka ini dikembalikan kepada pegangannya masing-masing. Misalnya imam melafazkan usholli sedangkan ma'mum tidak. Imam tidak menggerakan telunjuk ketika tasyahud, ma'mum menggerakkan. Begitupun dalam hal qunut, ketika imam qunut ma'mum tetap berpegang untuk tidak qunut. Yang tidak boleh itu ma'mum mendahului gerakan imam atau menyamainya.

Talak dengan syarat apakah sah?

*Talak dengan syarat apakah sah?*

Para ulama menyebutkan bahwa talak bisa terjatuh dengan memberikan syarat, lalu syarat itu dilakukan.

Namun sebenarnya perlu dicermati lagi kata-kata yang diucapkan suami tersebut.

Jika dikatakan,

"Jika kamu chatting dengan lelaki x sekali lagi, *kamu saya ceraikan*"

Jika istrinya melakukan syarat tersebut maka terjatuhlah talak. Dan suami punya hak untuk melakukan ruju'.

Namun jika perkataannya,

"Jika kamu chatting dengan lelaki x sekali lagi, kamu *akan* saya ceraikan"

Dengan kata "akan" ini dipahami bahwa dia baru berniat. Jika istrinya melakukan syarat tersebut, belum otomatis terjatuh talak sampai sang suami mengeluarkan kata-kata talak.

Kata-kata talak itu bisa dengan kata yang jelas (sorih). Seperti: "kamu saya ceraikan", "kamu diceraikan", "kita cerai" dan itu dalam bentuk pernyataan bukan pertanyaan. Jika pertanyaan bukan sebagai kata-kata talak seperti, "kita cerai ya?"

Kata yang sorih ini jika dikeluarkan maka akan terjatuh baik sang suami itu berkata serius ataupun becanda, dengan niat atau tanpa niat. Maka jangan main-main dengan kata cerai.

Bisa juga dengan kata ungkapan (kinayah) misalnya: "kamu saya pulangkan ke rumah orang tuamu". Kata kinayah ini mesti dengan niat suami. Jika suami berniat cerai dengan kata-kata tersebut maka terjatuhlah talak, namun jika tidak berniat, tidak terjatuh.

Tatacara mandi junub/janabah tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan

*Tatacara mandi junub/janabah tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan*

Sebagaimana yang pernah dibahas

*Tatacara Mandi Junub*

Secara hukum tatacara mandi junub bisa dibagi dua,

Pertama, tatacara wajib

Sebagaimana hadits dari Ummu Salamah ra :

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَعَمْرٌو النَّاقِدُ وَإِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَابْنُ أَبِي عُمَرَ كُلُّهُمْ عَنْ ابْنِ عُيَيْنَةَ قَالَ إِسْحَقُ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ عَنْ أَيُّوبَ بْنِ مُوسَى عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ رَافِعٍ مَوْلَى أُمِّ سَلَمَةَ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي امْرَأَةٌ أَشُدُّ ضَفْرَ رَأْسِي فَأَنْقُضُهُ لِغُسْلِ الْجَنَابَةِ قَالَ لَا إِنَّمَا يَكْفِيكِ أَنْ تَحْثِيَ عَلَى رَأْسِكِ ثَلَاثَ حَثَيَاتٍ ثُمَّ تُفِيضِينَ عَلَيْكِ الْمَاءَ فَتَطْهُرِينَ
وحَدَّثَنَا عَمْرٌو النَّاقِدُ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ و حَدَّثَنَا عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ قَالَا أَخْبَرَنَا الثَّوْرِيُّ عَنْ أَيُّوبَ بْنِ مُوسَى فِي هَذَا الْإِسْنَادِ وَفِي حَدِيثِ عَبْدِ الرَّزَّاقِ فَأَنْقُضُهُ لِلْحَيْضَةِ وَالْجَنَابَةِ فَقَالَ لَا ثُمَّ ذَكَرَ بِمَعْنَى حَدِيثِ ابْنِ عُيَيْنَةَ و حَدَّثَنِيهِ أَحْمَدُ الدَّارِمِيُّ حَدَّثَنَا زَكَرِيَّاءُ بْنُ عَدِيٍّ حَدَّثَنَا يَزِيدُ يَعْنِي ابْنَ زُرَيْعٍ عَنْ رَوْحِ بْنِ الْقَاسِمِ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ بْنُ مُوسَى بِهَذَا الْإِسْنَادِ وَقَالَ أَفَأَحُلُّهُ فَأَغْسِلُهُ مِنْ الْجَنَابَةِ وَلَمْ يَذْكُرْ الْحَيْضَةَ

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah, Amr an-Naqid, Ishaq bin Ibrahim, dan Ibnu Abi Umar semuanya meriwayatkan dari Ibnu Uyainah Ishaq berkata, telah mengabarkan kepada kami Sufyan dari Ayyub bin Musa dari Sa'id bin Abi Sa'id al-Maqburi dari Abdullah bin Rafi' budak Ummu Salamah dari Ummu Salamah dia berkata; Aku bertanya; ‘wahai Rasulullah, aku adalah wanita yang biasa mengepang rambutku, apakah aku harus membukanya ketika mandi janabat.’ Beliau bersabda: "Tidak, cukup kamu menuangkan air di kepalamu tiga kali, kemudian alirkan air di seluruh tubuhmu, maka setelah itu engkau akan suci."
Dan telah menceritakan kepada kami Amru an-Naqid telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun dan telah menceritakan kepada kami 'Abd bin Humaid telah mengabarkan kepada kami Abdurrazzaq keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami ats-Tsauri dari Ayyub bin Musa dalam isnad ini, dan pada hadits Abdurrazzaq, "Lalu aku membukanya karena mandi haid dan junub. Lalu beliau bersabda, "Jangan (kamu membukanya) " Kemudian dia menyebutkan dengan makna hadits Ibnu Uyainah. Dan telah menceritakannya kepadaku Ahmad ad-Darimi telah menceritakan kepada kami Zakariya' bin 'Adi telah menceritakan kepada kami Yazid, yaitu Ibnu Zurai' dari Rauh bin al-Qasim telah menceritakan kepada kami Ayyub bin Musa dengan isnad ini, dan dia berkata, "Apakah aku harus membukanya, lalu aku mandi karena junub." Dan dia tidak menyebutkan, "Haid." (HR. Muslim no.497 atau 330)

Dalam hadits tersebut Rasulullah saw menjelaskan bahwa mandi janabat itu cukup dengan menyiram kepala sebanyak tiga kali tanpa harus membuka sanggul untuk perempuan (kalau memakai sanggul), setelah itu mengalirkan air ke seluruh tubuh. Ini menunjukkan ukuran wajib dalam mandi janabat.

Kedua, tatacara sunnah

Sebagaimana hadits dari Aisyah ra :

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى التَّمِيمِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اغْتَسَلَ مِنْ الْجَنَابَةِ يَبْدَأُ فَيَغْسِلُ يَدَيْهِ ثُمَّ يُفْرِغُ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ فَيَغْسِلُ فَرْجَهُ ثُمَّ يَتَوَضَّأُ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاةِ ثُمَّ يَأْخُذُ الْمَاءَ فَيُدْخِلُ أَصَابِعَهُ فِي أُصُولِ الشَّعْرِ حَتَّى إِذَا رَأَى أَنْ قَدْ اسْتَبْرَأَ حَفَنَ عَلَى رَأْسِهِ ثَلَاثَ حَفَنَاتٍ ثُمَّ أَفَاضَ عَلَى سَائِرِ جَسَدِهِ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ
وحَدَّثَنَاه قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ قَالَا حَدَّثَنَا جَرِيرٌ ح و حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُسْهِرٍ ح و حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ كُلُّهُمْ عَنْ هِشَامٍ فِي هَذَا الْإِسْنَادِ وَلَيْسَ فِي حَدِيثِهِمْ غَسْلُ الرِّجْلَيْنِ و حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا هِشَامٌ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اغْتَسَلَ مِنْ الْجَنَابَةِ فَبَدَأَ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلَاثًا ثُمَّ ذَكَرَ نَحْوَ حَدِيثِ أَبِي مُعَاوِيَةَ وَلَمْ يَذْكُرْ غَسْلَ الرِّجْلَيْنِ

Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya at-Tamimi telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah dari Hisyam bin Urwah dari bapaknya dari Aisyah dia berkata; ‘Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mandi jinabat, beliau memulai dengan membasuh kedua tangan, lalu menuangkan air dengan tangan kanan ke tangan kiri, kemudian membasuh kemaluan. Setelah itu berwudhu seperti wudhu untuk salat, kemudian mengguyurkan air dengan menyela jari-jemarinya, lalu beliau menyelahi pangkal rambut sampai nampak merata ke seluruh tubuh. Kemudian beliau menciduk dengan kedua tangan untuk dibasuhkan ke kepala, tiga kali cidukan, kemudian mengguyur seluruh tubuh dan (terakhir) membasuh kedua kakinya. Dan telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id dan Zuhair bin Harb keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami Jarir —lewat jalur periwayatan lain--, dan telah menceritakan kepada kami Ali bin Hujr telah menceritakan kepada kami Ali bin Mushir —lewat jalur periwayatan lain--, dan telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair semuanya dari Hisyam dalam sanad ini, dan dalam lafazh mereka tidak ada ungkapan, 'Membasuh kedua kakinya', dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah telah menceritakan kepada kami Waki' telah menceritakan kepada kami Hisyam dari bapaknya dari Aisyah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mandi karena junub, maka beliau memulainya dengan mencuci kedua telapak tangannya tiga kali, kemudian menyebutkan sebagaimana hadits Abu Mu'awiyah, namun tidak menyebut, 'membasuh kedua kakinya.' (HR. Muslim no.474 atau 316)

Dalam hadits ini ada tambahan tatacara yang lebih dari hadits sebelumnya, maka tambahan itu digolongkan kepada tatacara sunnah, yang di dalamnya termasuk wudhu. Maka jika seseorang melakukan dengan tatacara yang wajib saja tanpa harus berwudhu, mandinya sudah sah, dan tanpa harus berwudhu lagi setelahnya. Namun jika ingin melakukan mandi janabat yang ditambah dengan tatacara yang sunnah, maka kita harus mengikuti tatacara Rasulullah saw melakukannya sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas.

Wallohu A’lam.

Bagaimana berma'mum kepada imam yang qunut?

*Bagaimana berma'mum kepada imam yang qunut*

Memang terjadi perbedaan pendapat apakah dianjurkan atau tidaknya qunut dalam shalat shubuh. Namun hemat saya pendapat yang lebih kuat bahwa qunut shubuh tidak dianjurkan dan tidak disyariatkan, karena lemahnya hadits berkenaan dengannya, begitupun dalam shalat witir. Qunut hanya disyariatkan berkenaan dengan nazilah (suatu kejadian besar yang menimpa umat Islam) baik untuk mendoakan keselamatan untuk orang-orang beriman atau untuk kebinasaan musuh-musuh Islam.

Dalam shalat berjamah itu, memang imam harus diikuti. Tapi bukan berarti semua aktifitas shalat imam harus diikuti. Ada beberapa yang dikecualikan. Misalnya dalam bacaan shalat yang sir, tentu saja berbeda antara yang dibaca oleh imam dan yang dibaca oleh ma'mum.

Begitu pula dalam aktifitas yang memang ada perbedaan fiqih antara imam dan ma'mum. Maka ini dikembalikan kepada pegangannya masing-masing. Misalnya imam melafazkan usholli sedangkan ma'mum tidak. Imam tidak menggerakan telunjuk ketika tasyahud, ma'mum menggerakkan. Begitupun dalam hal qunut, ketika imam qunut ma'mum tetap berpegang untuk tidak qunut. Yang tidak boleh itu ma'mum mendahului gerakan imam atau menyamainya.

Talak dengan syarat apakah sah?

*Talak dengan syarat apakah sah?*

Para ulama menyebutkan bahwa talak bisa terjatuh dengan memberikan syarat, lalu syarat itu dilakukan.

Namun sebenarnya perlu dicermati lagi kata-kata yang diucapkan suami tersebut.

Jika dikatakan,

"Jika kamu chatting dengan lelaki x sekali lagi, *kamu saya ceraikan*"

Jika istrinya melakukan syarat tersebut maka terjatuhlah talak. Dan suami punya hak untuk melakukan ruju'.

Namun jika perkataannya,

"Jika kamu chatting dengan lelaki x sekali lagi, kamu *akan* saya ceraikan"

Dengan kata "akan" ini dipahami bahwa dia baru berniat. Jika istrinya melakukan syarat tersebut, belum otomatis terjatuh talak sampai sang suami mengeluarkan kata-kata talak.

Kata-kata talak itu bisa dengan kata yang jelas (sorih). Seperti: "kamu saya ceraikan", "kamu diceraikan", "kita cerai" dan itu dalam bentuk pernyataan bukan pertanyaan. Jika pertanyaan bukan sebagai kata-kata talak seperti, "kita cerai ya?"

Kata yang sorih ini jika dikeluarkan maka akan terjatuh baik sang suami itu berkata serius ataupun becanda, dengan niat atau tanpa niat. Maka jangan main-main dengan kata cerai.

Bisa juga dengan kata ungkapan (kinayah) misalnya: "kamu saya pulangkan ke rumah orang tuamu". Kata kinayah ini mesti dengan niat suami. Jika suami berniat cerai dengan kata-kata tersebut maka terjatuhlah talak, namun jika tidak berniat, tidak terjatuh.

Dua niat dalam satu ibadah

Saya akan memberikan jawaban dengan inti pendalilannya, sedangkan untuk rincian dalilnya bisa dicari sendiri. Dan jika ada perbedaan dalam memahami dalil-dalil tersebut silahkan didiskusikan.

*Dua niat dalam satu ibadah*

Secara asal ibadah-ibadah itu memiliki niat tersendiri. Namun para ulama mengecualikan beberapa hal diantaranya.

1. Meniatkan haji dan umroh secara sekaligus, karena memang ada dalilnya tersendiri yang dikenal dengan haji qiron (menggabungkan haji dan umroh)

2. Menggabungkan niat shalat tahiyatul masjid atau syukrul wudhu dengan shalat sunnah rawatib yang dua rakaat. Hal itu karena shalat tahiyatul masjid dan syukrul wudhu disebut oleh ulama sebagai ibadah yang tidak memiliki maksud secara zatnya (goir maqshud lidzatihi) dia bisa terlaksana tanpa harus meniatkannya secara khusus (mujarrodul fi'li), sedangkan shalat sunnah rawatib ataupun shalat fardu itu memiliki maksud secara zatnya (muqshud lidzatihi). Jadi seseorang mendapatkan pahala shalat tahiyatul masjid dengan melaksanakan shalat rawatib qobla shubuh misalnya ketika dia masuk masjid sebelum duduk (karena itu makna tahiyatul masjid/memberi penghormatan terhadap masjid). Atau pun dia mendapatkan pahala shalat syukrul wudhu karena dia melaksanakannya setelah wudhu, baik ia niatkan atau tidak. Begitu juga orang yang mandi janabah pada hari jum'at, ia mendapatkan pahala mandi jum'at karena mandi jum'at itu ibadah yang mujarrodul fi'li sedangkan mandi janabah adalah ibadah muqshud lidzatihi.

3. Mandi janabah untuk menghilangkan hadats besar sekaligus menghilangkan hadats kecil. Hal itu karena kedua ibadah tersebut saling berpaduan (tadakhul) dan yang satu (menghilangkan hadats besar) lebih besar dari yang satunya lagi (menghilangkan hadats kecil). Jadi dengan menghilangkan hadats besar, secara otomatis hadats kecil pun menjadi terangkat. Sehingga orang yang telah mandi janabah tidak perlu wudhu lagi. Namun tidak sebaliknya. Begitu juga orang yang terkena beberapa hadats besar (seperti setelah haid lalu ihtilam) ia cukup melaksanakan satu kali mandi janabah. Sebagaimana orang terkena beberapa hadats kecil, ia cukup sekali wudhu.

Minggu, 25 Maret 2018

Memberikan uang kepada keluarga yang meninggal?

Wa'alaikumussalam warahmatullah..

tidak bid'ah, justru itu perbuatan baik.

 عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جَعْفَرٍ، قَالَ: لَمَّا جَاءَ نَعْيُ جَعْفَرٍ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «اصْنَعُوا لِآلِ جَعْفَرٍ طَعَامًا، فَقَدْ أَتَاهُمْ مَا يَشْغَلُهُمْ، أَوْ أَمْرٌ يَشْغَلُهُمْ»

Ja’far bin Khalid dari ayahnya Abdullah bin Ja’far dia berkata: ketika janazah Ja’far datang maka Rasulullah berkata “Hendahlah kalian semua membuat makanan untuk keluarga Ja’far. Maka sudah datang pada mereka sesuatu yang membuat mereka sibuk atau desibukkan dengan perkara tersebut.” Syaikh al-Albani berkata:.. hadits ini merupakan hadits Hasan.”

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ يَعْقُوبَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ الْبَزَّازُ , ثنا بِشْرُ بْنُ مَطَرٍ , ثنا سُفْيَانُ , عَنْ جَعْفَرِ بْنِ خَالِدٍ , عَنْ أَبِيهِ , عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جَعْفَرٍ , قَالَ: لَمَّا جَاءَ نَعْي جَعْفَرٍ , قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «اصْنَعُوا لِآلِ جَعْفَرٍ طَعَامًا , فَإِنَّهُ قَدْ أَتَاهُمْ مَا شَغَلَهُمْ» أَوْ «أَمْرٌ شَغَلَهُمْ»

Ja’far bin Khalid dari ayahnya Abdullah bin Ja’far mengatakan ketika mayat Ja’far datang, maka Rasulullah berkata “buatlah makanan buat keluarga Ja’far karena sesungguhnya: Telah datang pada mereka apa yang membuat mereka kerepotan atau perkara itu yang membuat mereka sibuk.

dari kedua hadits ini, di anjurkan kita memberi kabar gembira/menguatkan hati keluarga si mati dan memberi makanan / memberi uang dsb.

di kita sebaliknya, malah keluaga si mati yg membuat makanan untuk org lain

Bolehkah posisi imam di pinggir?

tadz, di masjid saya, imam itu posisinya tdk d tengah, namun ada d pinggir sebelah kiri, apakah boleh begitu posisinya ustdz? 

Jawab:

seluruh hadits yg menerangkan waashthul imam (posisi imam di tengah) haditsnya dhaif.

Rasul hnya mengisyaratkan bhwa ketika jumlah lebih dr dua, posisi imam di depan, tdk mnjelaskan posisinya d tengah². hal ini sebagaimana sahabat Anas alami:

صَلَّيْتُ أَنَا وَيَتِيمٌ فِي بَيْتِنَا خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأُمِّي أُمُّ سُلَيْمٍ خَلْفَنَا

Aku shalat bersama seorang anak yatim dirumah kami dibelakang Nabi Saw dan ibuku Ummu Sulaim dibelakang kami”. [Muttafaqub ‘alaihi].

*jadi, boleh hukumnya posisi imam berada sisi depan*

  👳🏻‍♀ = imam

👳🏻‍♀👳🏻‍♀👳🏻‍♀👳🏻‍♀👳🏻‍♀👳🏻‍♀

👳🏻‍♀👳🏻‍♀👳🏻‍♀👳🏻‍♀👳🏻‍♀👳🏻‍♀

👳🏻‍♀👳🏻‍♀👳🏻‍♀👳🏻‍♀ 👳🏻‍♀👳🏻‍♀

Kamis, 22 Maret 2018

Pertanyaan kubur dan hadits-haditsnya.

Wa'alaikumussalaam warohmatulloohi wabarokaatuh..

diantara hadits² yg berkaitan dgn alam qubur adalah, 

*GELAPNYA ALAM KUBUR*

Hal iniditunjukkan oleh hadits shahih :

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ امْرَأَةً سَوْدَاءَ كَانَتْ تَقُمُّ الْمَسْجِدَ – أَوْ شَابًّا – فَفَقَدَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَأَلَ عَنْهَا – أَوْ عَنْهُ – فَقَالُوا مَاتَ. قَالَ « أَفَلاَ كُنْتُمْ آذَنْتُمُونِى ». قَالَ فَكَأَنَّهُمْ صَغَّرُوا أَمْرَهَا – أَوْ أَمْرَهُ – فَقَالَ « دُلُّونِى عَلَى قَبْرِهِ ». فَدَلُّوهُ فَصَلَّى عَلَيْهَا ثُمَّ قَالَ « إِنَّ هَذِهِ الْقُبُورَ مَمْلُوءَةٌ ظُلْمَةً عَلَى أَهْلِهَا وَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُنَوِّرُهَا لَهُمْ بِصَلاَتِى عَلَيْهِمْ ».

Dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa seorang wanita hitam -atau seorang pemuda- biasa menyapu masjid Nabawi pada masa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mendapatinya sehingga beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menanyakannya. Para sahabat menjawab, ‘Dia telah meninggal’. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Kenapa kalian tidak memberitahukan kepadaku?’ Abu Hurairah berkata, ‘Seolah-olah mereka meremehkan urusannya’. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Tunjukkan kuburnya kepadaku’. Lalu mereka menunjukkannya, beliau pun kemudian menyalati wanita itu, lalu bersabda, “Sesungguhnya kuburan-kuburan ini dipenuhi kegelapan bagi para penghuninya, dan sesungguhnya Allâh Subhanahu wa Ta’ala menyinarinya bagi mereka dengan shalatku terhadap mereka.” [HR. Bukhari, Muslim, dll]

*HIMPITAN ALAM KUBUR*

Setelah mayit diletakkan di dalam kubur, maka kubur akan menghimpit dan menjepit dirinya. Tidak seorang pun yang dapat selamat dari himpitannya. Beberapa hadits menerangkan bahwa kubur menghimpit Sa’ad bin Muadz Radhiyallahu anhu , padahal kematiannya membuat ‘arsy bergerak, pintu-pintu langit terbuka, serta malaikat sebanyak tujuh puluh ribu menyaksikannya. Dalam Sunan an-Nasâ’i diriwayatkan dari Ibn Umar Radhiyallahu anhuma bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

هَذَا الَّذِى تَحَرَّكَ لَهُ الْعَرْشُ وَفُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَشَهِدَهُ سَبْعُونَ أَلْفًا مِنَ الْمَلاَئِكَةِ لَقَدْ ضُمَّ ضَمَّةً ثُمَّ فُرِّجَ عَنْهُ

Inilah yang membuat ‘arsy bergerak, pintu-pintu langit dibuka, dan disaksikan oleh tujuh puluh ribu malaikat. Sungguh ia dihimpit dan dijepit (oleh kubur), akan tetapi kemudian dibebaskan.” [Dishahihkan oleh syaikh al-Albâni rahimahullah ; Lihat Misykâtul Mashâbîh 1/49; Silsilah ash-Shahîhah, no. 1695]

Dalam Musnad Ahmad diriwayatkan dari ‘Aisyah bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ لِلْقَبْرِ ضَغْطَةً وَلَوْ كَانَ أَحَدٌ نَاجِياً مِنْهَا نَجَا مِنْهَا سَعْدُ بْنُ مُعَاذٍ

Sesungguhnya kubur memiliki himpitan yang bila seseorang selamat darinya, maka (tentu) Saad bin Muâdz telah selamat. [HR. Ahmad, no. 25015; 25400; Dishahihkan oleh Syaikh al-Albâni di dalam Shahîhul Jâmi’ 2/236]

Himpitan kubur in akan menimpa semua orang, termasuk anak kecil. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

لَوْ أَفْلَتَ أَحَدٌ مِنْ ضَمَّةِ الْقَبْرِ لَنَجَا هَذَا الصَّبِيُّ

Seandainya ada seseorang selamat dari himpitan kubur, maka bocah ini pasti selamat [Mu’jam ath-Thabrani dari Abu Ayyub Radhiyallahu anhu dengan sanad shahih dan riwayat ini dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shahihul Jâmi, 5/56]

*FITNAH (UJIAN) KUBUR*

Jika seorang hamba telah diletakkan di dalam kubur, dua malaikat akan mendatanginya dan memberikan pertanyaan-pertanyaan. Inilah yang dimaksud dengan fitnah (ujian) kubur. Dalam hadits shahih riwayat Imam Ahmad rahimahullah dari sahabat al-Barro bin ‘Azib Radhiyallahu anhu , Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

فَيَأْتِيهِ مَلَكَانِ فَيُجْلِسَانِهِ:فَيَقُولَانِ لَهُ : مَنْ رَبُّكَ ؟ فَيَقُولُ: رَبِّيَ اللَّهُ فَيَقُولَانِ لَهُ : مَا دِينُكَ ؟ فَيَقُولُ: دِينِيَ الْإِسْلَامُ فَيَقُولَانِ لَهُ: مَا هَذَا الرَّجُلُ الَّذِي بُعِثَ فِيكُمْ ؟ فَيَقُولُ هُوَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَقُولَانِ لَهُ : وَمَا يُدْرِيْكَ ؟ فَيَقُولُ: قَرَأْتُ كِتَابَ اللَّهِ فَآمَنْتُ بِهِ وَصَدَّقْتُ فَيُنَادِي مُنَادٍ فِي السَّمَاءِ: أَنْ قَدْ صَدَقَ عَبْدِيفَأَفْرِشُوهُ مِنَ الْجَنَّةِ (وَأَلْبِسُوهُ مِنَ الْجَنَّةِ) وَافْتَحُوا لَهُ بَابًا إِلَى الْجَنَّةِ , قَالَ: فَيَأْتِيهِ مِنْ رَوْحِهَا وَطِيبِهَا وَيُفْسَحُ لَهُ فِي قَبْرِهِ مَدَّ بَصَرِهِ قَالَ وَيَأْتِيهِ رَجُلٌ حَسَنُ الْوَجْهِ حَسَنُ الثِّيَابِ طَيِّبُ الرِّيحِ فَيَقُولُ : أَبْشِرْ بِالَّذِي يَسُرُّكَ هَذَا يَوْمُكَ الَّذِي كُنْتَ تُوعَدُ , فَيَقُولُ لَهُ : مَنْ أَنْتَ , فَوَجْهُكَ الْوَجْهُ يَجِيءُ بِالْخَيْرِ, فَيَقُولُ: أَنَا عَمَلُكَ الصَّالِحُ, فَيَقُولُ: رَبِّ أَقِمِ السَّاعَةَ حَتَّى أَرْجِعَ إِلَى أَهْلِي وَمَالِي

Kemudian dua malaikat mendatanginya dan mendudukannya, lalu keduanya bertanya, “Siapakah Rabbmu ?” Dia (si mayyit) menjawab, “Rabbku adalah Allâh”. Kedua malaikat itu bertanya, “Apa agamamu?”Dia menjawab: “Agamaku adalah al-Islam”.
Kedua malaikat itu bertanya, “Siapakah laki-laki yang telah diutus kepada kamu ini?” Dia menjawab, “Beliau utusan Allâh”.
Kedua malaikat itu bertanya, “Apakah ilmumu?” Dia menjawab, “Aku membaca kitab Allâh, aku mengimaninya dan membenarkannya”.
Lalu seorang penyeru dari langit berseru, “HambaKu telah (berkata) benar, berilah dia hamparan dari surga, (dan berilah dia pakaian dari surga), bukakanlah sebuah pintu untuknya ke surga.

Maka datanglah kepadanya bau dan wangi surga. Dan diluaskan baginya di dalam kuburnya sejauh mata memandang. Dan datanglah seorang laki-laki berwajah tampan kepadanya, berpakaian bagus, beraroma wangi, lalu mengatakan, “Bergembiralah dengan apa yang menyenangkanmu, inilah harimu yang engkau telah dijanjikan (kebaikan)”. Maka ruh orang Mukmin itu bertanya kepadanya, “Siapakah engkau, wajahmu adalah wajah yang membawa kebaikan?” Dia menjawab, “Aku adalah amalmu yang shalih”. Maka ruh itu berkata, “Rabbku, tegakkanlah hari kiamat, sehingga aku akan kembali kepada istriku dan hartaku”.

Pertanyaan ini juga dilontarkan kepada orang kafir, sebagaimana yang dijelaskan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

وَيَأْتِيهِ مَلَكَانِ فَيُجْلِسَانِهِ فَيَقُولَانِ لَهُ : مَنْ رَبُّكَ؟ فَيَقُولُ : هَاهْ هَاهْ لَا أَدْرِي فَيَقُولَانِ لَهُ: مَا دِينُكَ ؟ فَيَقُولُ : هَاهْ هَاهْ لَا أَدْرِي فَيَقُولَانِ لَهُ مَا هَذَا الرَّجُلُ الَّذِي بُعِثَ فِيكُمْ ؟ فَيَقُولُ: هَاهْ هَاهْ لَا أَدْرِي فَيُنَادِي مُنَادٍ مِنَ السَّمَاءِ أَنْ كَذَبَ فَافْرِشُوا لَهُ مِنَ النَّارِ وَافْتَحُوا لَهُ بَابًا إِلَى النَّارِ فَيَأْتِيهِ مِنْ حَرِّهَا وَسَمُومِهَا وَيُضَيَّقُ عَلَيْهِ قَبْرُهُ حَتَّى تَخْتَلِفَ فِيهِ أَضْلَاعُهُ وَيَأْتِيهِ رَجُلٌ قَبِيحُ الْوَجْهِ قَبِيحُ الثِّيَابِ مُنْتِنُ الرِّيحِ فَيَقُولُ: أَبْشِرْ بِالَّذِي يَسُوءُكَ هَذَا يَوْمُكَ الَّذِي كُنْتَ تُوعَدُ, فَيَقُولُ: مَنْ أَنْتَ فَوَجْهُكَ الْوَجْهُ يَجِيءُ بِالشَّرِّ فَيَقُولُ: أَنَا عَمَلُكَ الْخَبِيثُ فَيَقُولُ رَبِّ لَا تُقِمِ السَّاعَةَ

Kemudian ruhnya dikembalikan di dalam jasadnya. Dan dua malaikat mendatanginya dan mendudukannya. Kedua malaikat itu bertanya, “Sipakah Rabbmu?” Dia menjawab: “Hah, hah, aku tidak tahu”.

Kedua malaikat itu bertanya, “Apakah agamamu?” Dia menjawab, “Hah, hah, aku tidak tahu”.
Kedua malaikat itu bertanya, “Siapakah laki-laki yang telah diutus kepada kamu ini?”Dia menjawab: “Hah, hah, aku tidak tahu”.
Lalu penyeru dari langit berseru, “HambaKu telah (berkata) dusta, berilah dia hamparan dari neraka, dan bukakanlah sebuah pintu untuknya ke neraka.” Maka panas neraka dan asapnya datang mendatanginya. Dan kuburnya disempitkan, sehingga tulang-tulang rusuknya berhimpitan.
Dan datanglah seorang laki-laki berwajah buruk kepadanya, berpakaian buruk, beraroma busuk, lalu mengatakan, “Terimalah kabar yang menyusahkanmu ! Inilah harimu yang telah dijanjikan (keburukan) kepadamu”. Maka ruh orang kafir itu bertanya kepadanya, “Siapakah engkau, wajahmu adalah wajah yang membawa keburukan?” Dia menjawab, “Aku adalah amalmu yang buruk”. Maka ruh itu berkata, “Rabbku, janganlah Engkau tegakkan hari kiamat”. [Lihat Shahîhul Jâmi’ no: 1672]

Dari hadits yang telah dikemukakan di atas menunjukkan bahwa pertanyaan dalam kubur berlaku untuk umum, baik orang Mukmin maupun kafir.

*ADZAB DAN NIKMAT KUBUR*

Banyak sekali hadits yang menjelaskan keberadaan adzab dan nikmat kubur. Hal ini telah disepakati oleh Ahlus Sunnah wal Jamâ’ah. Imam Ibnu Abil ‘Izzi rahimahullah , penulis kitab al-Aqîdah ath-Thahâwiyah, berkata, “Telah mutawatir hadits-hadits dari Rasûlullâh tentang keberadaan adzab dan nikmat kubur bagi orang yang berhak mendapatkannya; Demikian juga pertanyaan dua malaikat. Oleh karena itu, wajib meyakini dan mengimani kepastian ini. Dan kita tidak membicarakan bagaimana caranya, karena akal tidak memahami bagaimana caranya, karena keadaan itu tidak dikenal di dunia ini. Syari’at tidaklah datang membawa perkara yang mustahil bagi akal, tetapi terkadang membawa perkara yang membingungkan akal. Karena kembalinya ruh ke jasad (di alam kubur) tidaklah dengan cara yang diketahui di dunia, namun ruh dikembalikan ke jasad dengan cara yang berlainan dengan yang ada di dunia.” [Kitab Syarah al-Aqîdah ath-Thahâwiyah, hlm.450; al-Minhah al-Ilâhiyah fii Tahdzîb Syarh ath-Thahâwiyah, hlm. 238]

Kalangan atheis dan orang-orang Islam yang mengikuti pendapat para filosof mengingkari adanya adzab kubur. Mereka beralasan bahwa setelah membongkar kubur, mereka tidak melihat sama sekali apa yang diberitakan oleh nash-nash syariat. Mereka semua tidak mempercayai apa yang di luar jangkauan ilmu mereka. Mereka mengira bahwa penglihatan mereka dapat melihat segala sesuatu dan pendengaran mereka dapat mendengar segala sesuatu, padahal kita saat ini telah mengetahui beberapa rahasia alam yang oleh penglihatan dan pendengaran kita tidak dapat menangkapnya.

Adapun orang-orang yang beriman kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala akan membenarkan berita-Nya.

Di dalam al-Qur’ân terdapat isyarat-isyarat yang menunjukkan adanya adzab kubur. Antara lain adalah Firman Allâh Azza wa Jalla tentang Fir’aun dan kaumnya :

وَحَاقَ بِآلِ فِرْعَوْنَ سُوءُ الْعَذَابِ
﴿٤٥﴾ النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا ۖ وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ أَدْخِلُوا آلَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ الْعَذَابِ

Fir’aun beserta kaumnya dikepung oleh adzab yang amat buruk. Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya kiamat. (dikatakan kepada malaikat), “Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam adzab yang sangat keras”. [al-Mukmin/40: 45-46]

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang ayat ini, “Fir’aun beserta kaumnya dikepung oleh adzab yang amat buruk”, yaitu tenggelam di lautan, kemudian pindah ke neraka Jahim. “Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang”, sesungguhnya ruh-ruh mereka dihadapkan ke neraka pada waktu pagi dan petang sampai hari kiamat. Jika hari kiamat telah terjadi ruh dan jasad mereka berkumpul di neraka. Oleh karena inilah Allâh Azza wa Jalla berfirman (yang artinya), “dan pada hari terjadinya kiamat. (dikatakan kepada malaikat), “Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam adzab yang sangat keras”, yaitu kepedihannya lebih dahsyat dan siksanya lebih besar. Dan ayat ini merupakan fondasi yang besar dalam pengambilan dalil Ahlus Sunnah terhadap adanya siksaan barzakh di dalam kubur, yaitu firmanNya ‘Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang’. [Tafsir surat al-Mukmin/40: 45-46]

Imam al-Qurthubi t mengatakan, “Mayoritas Ulama menyatakan bahwa penampakan nereka itu terjadi di barzakh, dan itu merupakan dalil penetapan adanya siksa kubur”. [Fathul Bâri 11/233]