Selasa, 20 Maret 2018

Hukum laki-laki shalat di rumah

*Hukum laki-laki shalat di rumah*

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum shalat berjama’ah di Masjid bagi laki-laki

Pertama, ada yang mengatakan fardu ‘ain

Kedua, ada yang mengatakan fardu kifayah

Ketiga, ada yang mengatakan sunnah muakkadah.

Memang ada hadits yang berisi ancaman keras bagi yang tidak berjamaah ke masjid,

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِحَطَبٍ فَيُحْطَبَ ثُمَّ آمُرَ بِالصَّلَاةِ فَيُؤَذَّنَ لَهَا ثُمَّ آمُرَ رَجُلًا فَيَؤُمَّ النَّاسَ ثُمَّ أُخَالِفَ إِلَى رِجَالٍ فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوْتَهُمْ

”Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, ingin kiranya aku memerintahkan orang-orang untuk mengumpulkan kayu bakar, kemudian aku perintahkan mereka untuk menegakkan shalat yang telah dikumandangkan adzannya, lalu aku memerintahkan salah seorang untuk menjadi imam, lalu aku menuju orang-orang yang tidak mengikuti sholat jama’ah, kemudian aku bakar rumah-rumah mereka”. (HR. Bukhari dan Muslim. Bukhari: 15-Kitab Al Jama’ah wal Imamah, 1-Bab Wajibnya Shalat Jama’ah. Muslim: 6-Kitab Al Masajid, 43-Bab Keutamaan Shalat Jama’ah dan Penjelasan Mengenai Hukuman Keras bagi Orang yang Meninggalkannya).

Dan juga seorang lelaki buta yang tetap diperintahkan untuk datang ke masjid.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, seorang lelaki buta datang kepada Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ لَيْسَ لِى قَائِدٌ يَقُودُنِى إِلَى الْمَسْجِدِ. فَسَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ يُرَخِّصَ لَهُ فَيُصَلِّىَ فِى بَيْتِهِ فَرَخَّصَ لَهُ فَلَمَّا وَلَّى دَعَاهُ فَقَالَ « هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ بِالصَّلاَةِ ». فَقَالَ نَعَمْ. قَالَ « فَأَجِبْ ».

”Wahai Rasulullah, saya  tidak memiliki penunjuk jalan yang dapat mendampingi saya untuk mendatangi masjid.” Maka ia meminta keringanan kepada Rasulullah untuk tidak shalat berjama’ah dan agar diperbolehkan shalat di rumahnya. Kemudian Rasulullah memberikan keringanan kepadanya. Namun  ketika lelaki itu hendak beranjak, Rasulullah memanggilnya lagi dan bertanya,“Apakah kamu mendengar adzan?” Ia menjawab,”Ya”. Rasulullah bersabda,”Penuhilah seruan (adzan) itu.” .” (HR. Abu Daud [Abu Daud: 2-Kitab Ash Sholah, 47-Bab Peringatan Keras Karena Meninggalkan Shalat Jama’ah]. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Berdasarkan kedua hadits di atas, ada ulama yang menyimpulkan bahwa shalat berjamaah di masjid bagi laki-laki hukumnya fardu ‘ain, dan ada juga yang memahaminya sebagai fardu kifayah.

Namun yang lebih kuat insya Allah hukumnya adalah sunnah muakkadah (sunnah yang ditekankan). Karena ancaman di atas serta orang buta yang diperintahkan untuk tetap datang ke masjid, bisa dipahami bahwa itu menunjukkan sunnah yang ditekankan. Karena ancaman untuk dibakar rumahnya itu ditujukkan kepada orang-orang munafik, dan pada kenyataannya juga beliau tidak membakar rumah-rumah itu. Dari sanalah dipahami bahwa itu adalah dorongan yang kuat yang menunjukkan sunnah muakkadah. Dalil yang juga dapat memalingkan ancaman tersebut kepada sunnah adalah hadits berikut ini,

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قال:قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ تَفْضُلُ صَلَاةَ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً. متفق عليه.

Dari Ibnu Umar, ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, ‘Salat berjama’ah itu mengungguli salat sendirian dengan 27  derajat’.” (Muttafaq Alaih)

Dengan kata “menggungguli” atau “lebih afdhal” itu menunjukkan sunnah.

Namun para ulama sepakat, bahwa orang yang memiliki udzur sakit atau yang lainnya, dibolehkan sebagai rukhsoh untuk tidak ke masjid dan melaksanakan shalat berjamaah.

Dan sebaliknya, jika tidak ada udzur, tentu adalah perbuatan yang tercela, karena menyalahi sunnah muakkadah, atau menyalahi kewajiban menurut sebagian ulama. Meskipun pelaksanaan shalatnya tetap sah.

Wallahu A’lam.