*KAJIAN TAROWIH*
Bagian Ke-1
1. Tarowih 11 Raka'at
-----------------------
Rasulullah saw tidak pernah melaksanakan shalat qiyam romadlon dan qiyamullail melebihi jumlah 11 raka’at, baik secara berjama’ah maupun shalat sendiri.
عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، أَنَّهُ أَخْبَرَهُ: أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، كَيْفَ كَانَتْ صَلاَةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ؟ فَقَالَتْ: «مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلاَ فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعًا، فَلاَ تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا، فَلاَ تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّي ثَلاَثًا»
_Dari Abu Salamah bin 'Abdurrahman bahwasanya dia mengabarkan kepadanya bahwa dia pernah bertanya kepada 'Aisyah radliallahu 'anha tentang cara shalat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di bulan Ramadhan. Maka 'Aisyah radliallahu 'anha menjawab: "Tidaklah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan dan di bulan-bulan lainnya lebih dari sebelas raka'at, Beliau shalat empat raka'at, dan jangan kamu tanya tentang bagus dan panjangnya kemudian Beliau shalat empat raka'at lagi dan jangan kamu tanya tentang bagus dan panjangnya kemudian Beliau shalat tiga raka'at"._ (HR. Bukhari 1147, Muslim 738, Abu Dawud 1341 dll)
Hadits ini sharih menjelaskan jumlah raka’at shalat qiyamullail yang diakhiri dengan shalat witir.
Pendapat para fuqoha syafi’iyyah bahwa hadits ini menjelaskan jumlah raka’at shalat witir adalah pendapat keliru berdasarkan 4 alasan:
1). Tidak munasabah dengan pertanyaan yang diajukan oleh Abu Salamah bin Abdirahman. Yang ditanyakan tentang Qiyam Romadlon yang dilakukan oleh Rasululullah saw, mengapa jawaban A’isyah ditakwil jadi shalat witir dan bukan shalat qiyam Romadlan ?
Sebenarnya sy. A’isyah juga pernah ditanya tentang shalat Witir Rasulillah saw, Jawaban Aisyah sangat berbeda dengan jawaban beliau yang dikemukakan dalam hadits diatas. Berikut ini jawaban A’isyah ttng shalat witir:
عَنْ زُرَارَةَ، أَنَّ سَعْدَ بْنَ هِشَامِ بْنِ عَامِرٍ .......... قَالَ: قُلْتُ: يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ أَنْبِئِينِي عَنْ وِتْرِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَتْ: " كُنَّا نُعِدُّ لَهُ سِوَاكَهُ وَطَهُورَهُ، فَيَبْعَثُهُ اللهُ مَا شَاءَ أَنْ يَبْعَثَهُ مِنَ اللَّيْلِ، فَيَتَسَوَّكُ، وَيَتَوَضَّأُ، وَيُصَلِّي تِسْعَ رَكَعَاتٍ لَا يَجْلِسُ فِيهَا إِلَّا فِي الثَّامِنَةِ، فَيَذْكُرُ اللهَ وَيَحْمَدُهُ وَيَدْعُوهُ، ثُمَّ يَنْهَضُ وَلَا يُسَلِّمُ، ثُمَّ يَقُومُ فَيُصَلِّ التَّاسِعَةَ، ثُمَّ يَقْعُدُ فَيَذْكُرُ اللهَ وَيَحْمَدُهُ وَيَدْعُوهُ، ثُمَّ يُسَلِّمُ تَسْلِيمًا يُسْمِعُنَا، ثُمَّ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ بَعْدَ مَا يُسَلِّمُ وَهُوَ قَاعِدٌ، فَتِلْكَ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يَا بُنَيَّ، فَلَمَّا أَسَنَّ نَبِيُّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَخَذَهُ اللَّحْمُ أَوْتَرَ بِسَبْعٍ، وَصَنَعَ فِي الرَّكْعَتَيْنِ مِثْلَ صَنِيعِهِ الْأَوَّلِ، فَتِلْكَ تِسْعٌ يَا بُنَيَّ، وَكَانَ نَبِيُّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا صَلَّى صَلَاةً أَحَبَّ أَنْ يُدَاوِمَ عَلَيْهَا، وَكَانَ إِذَا غَلَبَهُ نَوْمٌ، أَوْ وَجَعٌ عَنْ قِيَامِ اللَّيْلِ صَلَّى مِنَ النَّهَارِ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً (صحيح مسلم (1/ 513)
_Dari Zurarah, bahwa Sa'd bin Hisyam bin Amir….. Kata Sa'ad; "Wahai Ummul mukminin, beritahukanlah kepadaku tentang witir Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam! Jawabnya; "Kami dulu sering mempersiapkan siwaknya dan bersucinya, setelah itu Allah membangunkannya sekehendaknya untuk bangun malam. Beliau lalu bersiwak dan berwudhu` dan shalat sembilan rakaat. Beliau tidak duduk dalam kesembilan rakaat itu selain pada rakaat kedelapan, beliau menyebut nama Allah, memuji-Nya dan berdoa kepada-Nya, kemudian beliau bangkit dan tidak mengucapkan salam. Setelah itu beliau berdiri dan shalat untuk rakaat ke sembilannya. Kemudian beliau berdzikir kepada Allah, memuji-Nya dan berdoa kepada-Nya, lalu beliau mengucapkan salam dengan nyaring agar kami mendengarnya. Setelah itu beliau shalat dua rakaat setelah salam sambil duduk, itulah sebelas rakaat wahai anakku. Ketika Nabiyullah berusia lanjut dan beliau telah merasa kegemukan, beliau berwitir dengan tujuh rakaat, dan beliau lakukan dalam dua rakaatnya sebagaimana yang beliau lakukan pada yang pertama, maka itu berarti sembilan wahai anakku. Jika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengerjakan shalat, maka beliau suka dikerjakan secara terus menerus (kontinyu). Jika beliau ketiduran atau sedang sakit sehingga tidak dapat melakukannya di malam hari, maka beliau shalat di waktu siangnya sebanyak dua belas rakaat”_. (HR. Muslim 746)
2). Formasi 4-4-3 tidak dikenal sebagai kaifiyat shalat witir yang 11 raka’at. Bahkan jika 11 raka’at ini dipahami sebagai witir Nabi saw baik dibulan Ramadhan maupun dibulan lainnya, maka ini munkar dan gharib, sebab Rasulullah tidak pernah disebutkan melakukan shalat qiyamu Romadlon dengan shalat witirnya 11 raka’at.
3). Hadits Aisyah diatas dikuatkan setiap riwayat shahih dari Aisyah yang menjelaskan shalat malam Rasulullah dengan 11 raka’at yang didalamnya termasuk witir, seperti hadits berikut:
عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ، عَنْ عَائِشَةَ، زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، «أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي مِنَ اللَّيْلِ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً، يُوتِرُ مِنْهَا بِوَاحِدَةٍ، فَإِذَا فَرَغَ مِنْهَا، اضْطَجَعَ عَلَى شِقِّهِ الْأَيْمَنِ» (رواه أبو داود 1335)
_Dari 'Urwah bin Az Zubair dari Aisyah isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam biasa mengerjakan shalat malam sebelas raka'at termasuk witir satu raka'at, apabila beliau selesai dari shalat malam, beliau berbaring di atas rusuk kanannya."_ (HR. Abu Dawud 1335)
Adapun hadits jawaban A’isyah ttng raka’at witir Rasulullah saw yang diriwayatkan Imam Abu Dawud dll, yaitu:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي قَيْسٍ، قَالَ: قُلْتُ لِعَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا: بِكَمْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُوتِرُ؟ قَالَتْ: " كَانَ يُوتِرُ بِأَرْبَعٍ وَثَلَاثٍ وَسِتٍّ وَثَلَاثٍ وَثَمَانٍ وَثَلَاثٍ وَعَشْرٍ وَثَلَاثٍ، وَلَمْ يَكُنْ يُوتِرُ بِأَنْقَصَ مِنْ سَبْعٍ وَلَا بِأَكْثَرَ مِنْ ثَلَاثَ عَشْرَةَ "
_Dari Abdullah bin Abu Qais dia berkata; tanyaku kepada Aisyah radliallahu 'anha; "Berapa kalikah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam biasa mengerjakan witir?" dia menjawab; "Beliau biasa mengerjakan shalat witir empat dan tiga raka'at, enam dan tiga raka'at, delapan dan tiga raka'at, sepuluh dan tiga raka'at, beliau tidak pernah shalat witir kurang dari tujuh raka'at dan tidak pernah lebih dari tiga belas raka'at._ (HR. Abu Dawud, Ahmad dll)
Hadits ini syadz, dalam sanadnya terdapar rawi Mu’awiyah bin Shalih (shaduq lahu auham)
4). Dalam redaksi lain, hadits Aisyah diatas ada tambahan pertanyaan A’isyah kepada Rasulillah,
قَالَتْ عَائِشَةُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ فَقَالَ يَا عَائِشَةُ إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَلَا يَنَامُ قَلْبِي
_'Aisyah radliallahu 'anha berkata; Aku bertanya: "Wahai Rasulullah, apakah anda tidur sebelum melaksanakan witir?" Beliau menjawab: "Wahai 'Aisyah, kedua mataku tidur, namun hatiku tidaklah tidur"._
Pertanyaan ini berada diujung, untuk mengukuhkan kebolehan diselang tidur dulu antara yang 8 raka’at dan 3 raka’at witir. Jika kalimat قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ diposisikan merujuk kepada semua raka’at, pertanyaan A’isyah lagi-lagi tidak munasabah dengan kenyataan bahwa Rasulullah saw bahkan lebih sering shalat malam/witir diawal malam atau setelah shalat Isya sebelum beliau tidur.
Aisyah termasuk orang yang paling tahu mengenai apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw diwaktu malam (fathul Bari 4/254). Beliau juga paling tahu jumlah raka’at qiyamu Romadlon yang dilaksanakan oleh Rasul saw sebagaimana beliau paling mengetahui jumlah raka’at witir Nabi saw seperti dikatakan Ibnu Abbas kepada Sa’ad bin Hisyam,
أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى أَعْلَمِ أَهْلِ الْأَرْضِ بِوِتْرِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ قَالَ: مَنْ؟ قَالَ: عَائِشَةُ
_Maukah aku tunjukan orang yang paling tahu dimuka bumi ttng witir Rasulullah saw? (Sa’ad) menjawab: Ya. (Ibnu Abbas) berkata: A’isyah_. (HR. Muslim 746)
Terhadap keterangan dari sy A’isyah tidak dijumpai keterangan shahabat lain yang menyelisihinya selain yang terdapat pada hadits dlo’if berikut:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ " كَانَ يُصَلِّي فِي رَمَضَانَ عِشْرِينَ رَكْعَةً وَالْوَتْرَ "
_Dari Ibnu Abbas, bahwasanya Nabi saw biasa melaksanakan shalat pada bulan Romadlan 20 raka’at dan witir”._
Hadits ini diriwayatkan at-Thobroni dalam mu’jam ausath 798, 5440 dan mu’jam kabir 12102, al-Baihaqi dalam sunan kubro 2/495, Ibnu Abi Syaibah dalam mushonnaf 7766, Ibnu Abi Humaid dalam musnadnya 653, Ibnu Hajar al-Asqolani dalam al-Matholib 620, Ibnu Abdil Barr dalam at-Tamhid 8/115, al-Khotib al-Baghdadi dalam tariknya 22/7 dll.
Dalam sanadnya terdapat rawi tertuduh dusta yaitu Abu Syaibah/Ibrohim bin Utsman (matrukul hadits).
Hadits Aisyah diatas tidak bertentangan dengan hadits Ibnu Abbas yang menyebutkan shalat Rasulullah sebanyak 13 raka’at, karena kelebihan 2 raka’at darinya bukan bagian qiyamullail yang pokok melainkan shalat sunat ba’da Isya, atau shalat sunat fajar atau shalat sunat khofifatain yang dilaksanakan beriringan dengannya, sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ أَبِي لَبِيدٍ، سَمِعَ أَبَا سَلَمَةَ، قَالَ: أَتَيْتُ عَائِشَةَ، فَقُلْتُ: أَيْ أُمّهْ أَخْبِرِينِي عَنْ صَلَاةِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَتْ: «كَانَتْ صَلَاتُهُ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ وَغَيْرِهِ ثَلَاثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً بِاللَّيْلِ، مِنْهَا رَكْعَتَا الْفَجْرِ» (رواه مسلم 738)
_Dari Abdullah bin Abu Labid ia mendengar Abu Salamah, katanya; Aku pernah menemui 'Aisyah seraya berkata; "Wahai bunda, beritahukanlah kepadaku tentang shalat (malam) Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam!" Dia menjawab; "Beliau biasa mengerjakan shalat (malam) baik dibulan Ramadhan atau selainnya sebanyak tiga belas rakaat, termasuk dua rakaat fajar."_ (HR. Muslim 738)
عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الْجُهَنِيِّ، أَنَّهُ قَالَ: لَأَرْمُقَنَّ صَلَاةَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّيْلَةَ، " فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ، طَوِيلَتَيْنِ، طَوِيلَتَيْنِ، طَوِيلَتَيْنِ، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ وَهُمَا دُونَ اللَّتَيْنِ قَبْلَهُمَا، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ وَهُمَا دُونَ اللَّتَيْنِ قَبْلَهُمَا، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ وَهُمَا دُونَ اللَّتَيْنِ قَبْلَهُمَا، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ وَهُمَا دُونَ اللَّتَيْنِ قَبْلَهُمَا، ثُمَّ أَوْتَرَ، فَذَلِكَ ثَلَاثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً " (رواه مسلم 765)
_Dari Zaid bin Khalid Al-Juhani bahwa ia berkata; Saya benar-benar akan memperhatikan shalat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada malam ini. (Maka saya melihat) beliau shalat dua raka'at ringan. Kemudian beliau shalat dua raka'at yang sangat panjang. Kemudian beliau shalat dua raka'at lagi selain dua raka'at sebelumnya. Kemudian beliau shalat dua raka'at lagi selain dua raka'at sebelumnya. Kemudian beliau shalat lagi selain dua raka'at sebelumnya. Kemudian beliau shalat dua raka'at lagi selain dua raka'at sebelumnya. Dan sesudah itu beliau shalat witir, hingga bilangan semua raka'atnya adalah tiga belas raka'at._ (HR. Muslim 765)
Hadits Aisyah diatas secara implisit menjadi taqyid bagi hadits-hadits umum yang menganjurkan shalat qiyamullail dengan tidak menyebutkan jumlah raka’atnya. Semisal hadits Ibnu Umar:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ، قَالَ: سَأَلَ رَجُلٌ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ عَلَى المِنْبَرِ، مَا تَرَى فِي صَلاَةِ اللَّيْلِ، قَالَ: «مَثْنَى مَثْنَى، فَإِذَا خَشِيَ الصُّبْحَ صَلَّى وَاحِدَةً، فَأَوْتَرَتْ لَهُ مَا صَلَّى» وَإِنَّهُ كَانَ يَقُولُ: اجْعَلُوا آخِرَ صَلاَتِكُمْ وِتْرًا، فَإِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِهِ
_Dari 'Abdullah bin 'Umar berkata, "Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang pada saat itu sedang di atas mimbar, "Bagaimana cara shalat malam?" Beliau menjawab: "Dua rakaat dua rakaat. Apabila dikhawatirkan masuk shubuh, maka shalatlah satu rakaat sebagai witir (penutup) bagi shalatnya sebelumnya." Ibnu 'Umar berkata, "Jadikanlah witir sebagai shalat terakhir kalian, karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan hal yang demikian."_ (HR. Bukhari 472)
Demikian uraian singkat mengapa tarawih harus 11 Raka’at ? Jika saja boleh dan baik melebihi 11 raka’at, tentu Nabi saw akan melaksanakannya meskipun satu kali saja serta para shahabat beliau akan menceriterakannya kepada kita dalam hadits yang shahih. Sunnah yang mana lagi yang lebih baik dari Sunnah Nabi saw ??? Wallahu A’lam.