Rabu, 28 Februari 2018

Apakah takbir satu kali atau dua kali dalam iqomat?

*Apakah takbir satu kali atau dua kali dalam iqomat?*

Para ulama berbeda pendapat memahami kata *mengganjilkan iqomat* khususnya untuk takbir karena dalam adzan ia dibaca empat kali. Apakah dalam iqomat itu takbir dibaca sekali atau dua kali.

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا خَالِدٌ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ
أُمِرَ بِلَالٌ أَنْ يَشْفَعَ الْأَذَانَ وَأَنْ يُوتِرَ الْإِقَامَةَ
قَالَ إِسْمَاعِيلُ فَذَكَرْتُ لِأَيُّوبَ فَقَالَ إِلَّا الْإِقَامَةَ

Telah menceritakan kepada kami 'Ali bin 'Abdullah telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami Khalid dari Abu Qilabah dari Anas bin Malik berkata, "Bilal diperintahkan untuk mengumandangkan kalimat adzan dengan genap (dua kali dua kali) dan mengganjilkan iqamat." Isma'il berkata, "Aku sampaikan masalah ini kepada Ayyub, lalu ia berkata, 'Kecuali kalimat iqamat 'Qad qaamatish shalah (shalat telah dikumandangkan) '." (HR. Bukhari, no. 572)

Ada yang memahami mengganjilkan iqomat itu dengan membaca takbir 2 kali, dan ada yang memahaminya dengan membacanya satu kali.

Namun yang jelas, menurut hemat saya, arti ganjil itu lebih tepat ditunjukkan kepada makna satu. Bahkan imam Bukhari memberi penegasan dalam judulnya _*Bab Iqomat itu satu (wahidah) kecuali qodqomatish-sholah*_

Wallahu A'lam.

100 PERINTAH ALLAH SWT DALAM AL QUR'AN UNTUK KEHIDUPAN MANUSIA SEHARI-HARI

*100 PERINTAH ALLAH SWT DALAM AL QUR'AN UNTUK KEHIDUPAN MANUSIA SEHARI-HARI*

1. Jangan berkata kasar (QS 3 – Ali Imran : 159)
2. Tahanlah amarah (QS 3 – Ali Imran : 134)
3. Berbaiklah kepada orang lain (QS 4 – An Nisaa’ : 36)
4. Jangan sombong dan arogan (QS 7 – Al A’raaf : 13)
5. Maafkanlah kesalahan orang lain (QS 7 – Al A’raaf : 199)
6. Berbicaralah dengan nada halus (QS 20 – Thaahaa : 44)
7. Rendahkanlah suaramu (QS 31 - Luqman : 19)
8. Jangan mengejek orang lain (QS 49 – Al Hujuraat : 11)
9. Berbaktilah pada orang tua (QS 17 – Al Israa’ : 23)
10. Jangan mengeluarkan kata yang tidak menghormati orang tua (QS 17 – Al Israa’ : 23)
11. Jangan memasuki kamar pribadi orang tua tanpa ijin (QS 24 – An Nuur : 58)
12. Catatlah hutang-hutangmu (QS 2 – Al Baqarah : 282)
13. Jangan mengikuti orang secara membabi buta (QS 2 – Al Baqarah : 170)
14. Berikanlah perpanjangan waktu bila orang yang berhutang kepadamu dalam kesulitan (QS 2 – Al Baqarah : 280)
15. Jangan makan riba’/membungakan uang (QS 2 – Al Baqarah : l
16. Jangan melakukan penyuapan (QS 2 – Al Baqarah : 188)
17. Jangan ingkar atau melanggar janji (QS 2 – Al Baqarah : 177)
18. Jagalah kepercayaan orang lain kepadamu (QS 2 – Al Baqarah : 283)
19. Jangan campur adukan kebenaran dengan kebohongan (QS 2 – Al Baqarah : 42)
20. Berlakulah adil terhadap semua orang (QS 4 – An Nisaa’ : 58)
21. Tegakkanlah keadilan dengan tegas (QS 4 – An Nisaa’ : 135)
22. Harta yang meninggal harus dibagikan kepada anggota keluarga (QS 4 – An Nisaa’ : 7)
23. Wanita memiliki hak waris (QS 4 – An Nisaa’ : 7)
24. Jangan memakan harta para anak yatim (QS 4 – An Nisaa’ : 10)
25. Lindungi anak yatim (QS 2 – Al Baqarah : 220)
26. Jangan memboroskan harta dengan semena-mena (QS 4 – An Nisaa’ : 29)
27. Damaikanlah orang yang berselisih (QS 49 – Al Hujuraat : 9)
28. Hindari prasangka buruk (QS 49 – Al Hujuraat : 12)
29. Jangan memata-matai atau memfitnah orang (QS 2 – Al Baqarah : 283)
30. Jangan memata-matai atau memfitnah orang (QS 49 – Al Hujuraat : 12)
31. Gunakan harta untuk kegiatan sosial (QS 57 – Al Hadid : 7)
32. Biasakan memberi makan orang miskin (QS 107 – Al Maa’uun : 3)
33. Bantulah orang fakir yang berada di jalan Allah (QS 2 – Al Baqarah : 273)
34. Jangan menghabiskan uang untuk bermegah-megah (QS 17 – Al Israa’ : 29)
35. Jangan menyebut-nyebut tentang sedekahmu (QS 2 – Al Baqarah : 264)
36. Hormatilah tamu anda (QS 51 – Adz Dzaariyaat : 26)
37. Perintahkan kebajikan setelah kita melakukannya sendiri (QS 2 – Al Baqarah : 44)
38. Jangan berbuat kerusakan di muka bumi (QS 2 – Al Baqarah : 60)
39. Jangan menghalangi orang datang ke masjid (QS 2 – Al Baqarah : 114)
40. Perangilah mereka yang memerangi mu (QS 2 – Al Baqarah : 190)
41. Jagalah etika perang (QS 2 – Al Baqarah : 191)
42. Jangan lari dari peperangan (QS 8 – Al Anfaal : 15)
43. Tidak ada paksaan untuk memasuki agama (Islam) (QS 2 – Al Baqarah : 256)
44. Berimanlah kepada para Nabi (QS 2 – Al Baqarah : 285)
45. Jangan melakukan hubungan badan saat haid (QS 2 – Al Baqarah : 222)
46. Susuilah anak-anakmu selama dua tahun penuh (QS 2 – Al Baqarah : 233)
47. Jauhilah hubungan badan diluar nikah (QS 17 – Al Israa’ : 32)
48. Choose rulers by their merit Pilihlah pemimpin berdasarkan ilmu dan jasanya (QS 2 – Al Baqarah : 247)
49. Jangan membebani orang di luar kesanggupannya (QS 2 – Al Baqarah : 286)
50. Jangan mau dipecah belah (QS 3 – Ali Imran : 103)
51. Renungkanlah keajaiban dan penciptaan alam semesta ini (QS 3 – Ali Imran 3 :191)
52. Lelaki maupun wanita mendapat imbalan yang sama sesuai perbuatannya (QS 3 – Ali Imran : 195)
53. Jangan menikahi mereka yang sedarah denganmu (QS 4 – An Nisaa’ : 23)
54. Keluarga harus di-imami oleh seorang laki-laki (QS 4 – An Nisaa’ : 34)
55. Jangan pelit (QS 4 – An Nisaa’ : 37)
56. Jangan iri hati (QS 4 – An Nisaa’ : 54)
57. Jangan saling membunuh (QS 4 – An Nisaa’ : 92)
58. Jangan membela ketidak jujuran atau kebohongan (QS 4 – An Nisaa’ : 105)
59. Jangan bekerja-sama dalam dosa dan kekerasan (QS 5 – Al Maa-idah : 2)
60. Bekerja samalah dalam kebenaran (QS 5 – Al Maa-idah : 2)
61. Mayoritas bukanlah merupakan kriteria kebenaran (QS 6 – Al An’aam : 116)
62. Berlaku adil (QS 5 – Al Maa-idah:8)
63. Berikan hukuman untuk setiap kejahatan (QS 5 – Al Maa-idah : 38)
64. Berjuanglah melawan perbuatan dosa dan melanggar hukum (QS 5 – Al Maa-idah : 63)
65. Dilarang memakan binatang mati, darah dan daging babi (QS 5 – Al Maa-idah : 3)
66. Hindari minum racun dan alkohol (QS 5 – Al Maa-idah : 90)
67. Jangan berjudi (QS 5 – Al Maa-idah : 90)
68. Jangan menghina keyakinan atau agama orang lain (QS 6 – Al An’aam : 108)
69. Jangan mengurangi timbangan untuk menipu (QS 6 – Al An’aam : 152)
70. Makan dan minumlah secukupnya (QS 7 – Al A’raaf : 31)
71. Kenakanlah pakaian yang bagus saat shalat (QS 7 – Al A’raaf : 31)
72. Lindungi dan bantulah mereka yang meminta perlindungan (QS 9 – At Taubah:6)
73. Jagalah kemurnian (QS 9 – At Taubah : 108)
74. Jangan pernah putus asa akan pertolongan Allah (QS 12 – Yusuf : 87)
75. Allah mengampuni orang yang berbuat dosa karena ketidak-tahuan (QS 16 – An Nahl : 119)
76. Berseru kepada jalan Allah dengan cara yang baik dan bijaksana (QS 16 – An Nahl : 125)
77. Tidak ada seorangpun yang menanggung dosa orang lain (QS 17 – Al Israa’ : 15)
78. Jangan membunuh anak-anakmu karena takut akan kemiskinan (QS 17 – Al Israa’ : 31)
79. Jangan mengikuti sesuatu yang kamu tidak memiliki pengtahuan tentangnya (QS 17 – Al Israa’ : 36)
80. Jauhkan diri dari perkataan dan perbuatan yang tidak bermanfaat (QS 23 – Al Mu’minuun : 3)
81. Jangan memasuki rumah orang lain tanpa ijin pemilik rumah (QS 24 – An Nuur : 27)
82. Allah menjamin imbalan kebaikan hanya kepada mereka yang percaya kepada Allah (QS 24 – An Nuur : 55)
83. Berjalanlah di muka bumi dengan rendah hati (QS 25 – Al Furqaan : 63)
84. Jangan melupakan kenikmatan dunia yang telah Allah berikan (QS 28 – Al Qashash : 77)
85. Jangan menyembah Tuhan selain Allah (QS 28 – Al Qashash:88)
86. Jangan terlibat dalam homosexualitas (QS 29 – Al ‘Ankabuut : 29)
87. Berbuat baik dan cegahlah perbuatan munkar (QS 31 - Luqman : 17)
88. Janganlah berjalan di muka bumi dengan sombong (QS 31 - Luqman : 18)
89. Wanita dilarang memamerkan diri (QS 33 – Al Ahzab : 33)
90. Allah mengampuni semua dosa-dosa kita (QS 39 – Az Zumar : 53)
91. Jangan berputus asa akan ampunan Allah (QS 39 – Az Zumar : 53)
92. Balaslah kejahatan dengan kebaikan (QS 41 – Fushshilat : 34)
93. Selesaikan pesoalan dengan bermusyawarah (QS 42 – Asy Syuura : 38)
94. Orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang bertaqwa (QS 49 – Al Hujuraat : 13)
95. Tidak ada dikenal biara dalam agama (Islam) (QS 57 – Al Hadid : 27)
96. Allah akan meninggikan derajat mereka yang berilmu (QS 58 – Al Mujaadilah : 11)
97. Perlakukan non-Muslim dengan baik dan adil (QS 60 - Al Mumtahanah : 8)
98. Hindari diri dari kekikiran (QS 64 – At Taghaabun : 16)
99. Mohon ampunan kepada Allah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS 73 – Al Muzzammil : 20)
100. Jangan menghardik orang yang meminta-minta (QS 93 – Adh Dhuhaa : 10)

Hukum membangun masjid dan sholat diatas kuburan?

wa'alaikumussalaam warohmatullooh..

Pada dasarnya, hukum shalat dan membangun masjid diatas kuburan adalah haram. dengan dalil sbb:

Dari Abu Sa’id Al Khudri, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدٌ إِلاَّ الْمَقْبُرَةَ وَالْحَمَّامَ

“Seluruh bumi adalah masjid (boleh digunakan untuk shalat) kecuali kuburan dan tempat pemandian” (HR. Tirmidzi no. 317, Ibnu Majah no. 745, Ad Darimi no. 1390, dan Ahmad 3: 83. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Dari Abu Martsad Al Ghonawi, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تُصَلُّوا إِلَى الْقُبُورِ وَلاَ تَجْلِسُوا عَلَيْهَا

“Janganlah shalat menghadap kubur dan janganlah duduk di atasnya” (HR. Muslim no. 972).

*Larangan Bersatunya Kubur dan Masjid*

Dari Jundab, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَلاَ وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُونَ قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيهِمْ مَسَاجِدَ أَلاَ فَلاَ تَتَّخِذُوا الْقُبُورَ مَسَاجِدَ إِنِّى أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ

“Ingatlah bahwa orang sebelum kalian, mereka telah menjadikan kubur nabi dan orang sholeh mereka sebagai masjid. Ingatlah, janganlah jadikan kubur menjadi masjid. Sungguh aku benar-benar melarang dari yang demikian” (HR. Muslim no. 532).

Ummu Salamah pernah menceritakan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai gereja yang ia lihat di negeri Habaysah yang disebut Mariyah. Ia menceritakan pada beliau apa yang ia lihat yang di dalamnya terdapat gambar-gambar. Lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أُولَئِكَ قَوْمٌ إِذَا مَاتَ فِيهِمُ الْعَبْدُ الصَّالِحُ – أَوِ الرَّجُلُ الصَّالِحُ – بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا ، وَصَوَّرُوا فِيهِ تِلْكَ الصُّوَرَ ، أُولَئِكَ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ

“Mereka adalah kaum yang jika hamba atau orang sholeh mati di tengah-tengah mereka, maka mereka membangun masjid di atas kuburnya. Lantas mereka membuat gambar-gambar (orang sholeh) tersebut. Mereka inilah sejelek-jelek makhluk di sisi Allah” (HR. Bukhari no. 434).

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah menerangkan bahwa yang dimaksud menjadikan kubur sebagai masjid ada dua makna:

1- Membangun masjid di atas kubur.

2- Menjadikan kubur sebagai tempat untuk shalat, di mana kubur menjadi maksud (tujuan) ibadah. Namun jika seseorang shalat di sisi kubur dan tidak menjadikan kubur sebagai maksud (tujuan), maka ini tetap bermakna menjadikan kubur sebagai masjid dengan makna umum. (Al Qoulul Mufid, 1: 411)

*Penjelasan lanjut*

- boleh membangun masjid di atas quburan dengan syarat:
1. tidak meyakini bahwa tempat di kuburan lebih utama
2. jenazah yg dikuburan itu dipindahkan
3. jika kuburan itu sudah rata, sehingga tdk diketahhu apakah masih ada jenazah atau tidak , krna saking sudah lamanya kuburan tersebut

Negara Hancur dan Akhlaq Moral Manusia Rusak Jika Tidak Ada Ulama / Ahli Ilmu

*Negara Hancur dan Akhlaq Moral Manusia Rusak Jika Tidak Ada Ulama / Ahli Ilmu*

pernyataan ini diambil dari sabda Rasul:
1. Ulama sebagai pewaris Nabi Saw yg berperang memberikan cahaya serta keselamatan untuk kaum manusia

2. Ulama Su' (Ulama jelek) adalah ulama munafiq yg ilmunya tidak bermanfaat serta ilmunya dapat dibeli dengan harta dan jabatan.

diakhir zaman akan banyak sekalli ulama su.

Di riwayatkan dari Anas bin Malik ra. menuturkan sebuah hadis:

ﻭَﻳْﻞٌ ِﻷُﻣَّﺘِﻲْ ﻣِﻦْ ﻋُﻠَﻤَﺎﺀِ ﺍﻟﺴُّﻮْﺀِ ﻳَِﺘَّﺨِﺬُﻭْﻥَ ﻫَﺬَﺍ ﺍﻟْﻌِﻠْﻢَ ﺗِﺠَﺎﺭَﺓً ﻳَﺒِﻴْﻌُﻮْﻧَﻬَﺎ ﻣِﻦْ ﺃُﻣَﺮَﺍﺀِ ﺯَﻣَﺎﻧِﻬِﻢْ ﺭِﺑْﺤﺎً ِﻟﻸَﻧْﻔُﺴِﻬِﻢْ ﻻَ ﺃَﺭْﺑَﺢَ ﺍﻟﻠﻪُ ﺗِﺠَﺎﺭَﺗَﻬُﻢْ

Kebinasaan bagi umatku (datang) dari ulama su’ mereka menjadikan ilmu sebagai barang dagangan yang mereka jual kepada para penguasa masa mereka untuk mendapatkan keuntungan bagi diri mereka sendiri. Allah tidak akan memberikan keuntungan dalam perniagaan mereka itu. (HR al-Hakim)

Sayidina Anas ra juga meriwayatkan:

ﺍﻟْﻌُﻠَﻤَﺎﺀُ ﺃَﻣَﻨَﺎﺀُ ﺍﻟﺮُّﺳُﻞِ ﻣَﺎ ﻟَﻢْ ﻳُﺨَﺎﻟِﻄُﻮْﺍ ﺍﻟﺴُّﻠْﻄَﺎﻥَ ﻭَ ﻳُﺪَﺍﺧِﻠُﻮْﺍ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻓَﺎِﺫَﺍ ﺧَﺎﻟَﻄُﻮْﺍ ﺍﻟﺴُّﻠْﻄَﺎﻥَ ﻭَ ﺩَﺍﺧَﻠُﻮْﺍ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻓَﻘَﺪْ ﺧَﺎﻧُﻮْﺍ ﺍﻟﺮُّﺳُﻞَ ﻓَﺎﺣْﺬَﺭُﻭْﻫُﻢْ ﻭَﻓِﻲْ ﺭِﻭَﺍﻳَﺔٍ ﻟِﻠْﺤَﺎﻛِﻢِ ﻓَﺎﻋْﺘَﺰِﻟُﻮْﻫُﻢْ

Ulama adalah kepercayaan para rasul selama mereka tidak bergaul dengan penguasa dan tidak asyik dengan dunia. Jika mereka bergaul dengan penguasa dan asyik dengan dunia maka mereka telah mengkhianati para rasul. Karena itu, jauhilah mereka. (HR al-Hakim)

ﻗﺎﻝ ﻋﻤﺮ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ: ﺇﻥ ﺃﺧﻮﻑ ﻣﺎ ﺃﺧﺎﻑ ﻋﻠﻰ ﻫﺬﻩ ﺍﻷﻣﺔ ﺍﻟﻤﻨﺎﻓﻖ ﺍﻟﻌﻠﻴﻢ. ﻗﺎﻟﻮﺍ: ﻭﻛﻴﻒ ﻳﻜﻮﻥ ﻣﻨﺎﻓﻘﺎً ﻋﻠﻴﻤﺎً؟ ﻗﺎﻝ : ﻋﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﺴﺎﻥ ﺟﺎﻫﻞ ﺍﻟﻘﻠﺐ ﻭﺍﻟﻌﻤﻞ .

Sayyidina Umar Bin Khoththob ra berkata “Sesungguhnya paling mengkhawatirkannya yang aju khawatirkan dari umat ini adalah para munafiq yang berilmu”

Para sahabat bertanya “Bagaimana orang munafiq tapi ia alim?”

Sayyidina Umar menjawab “Mereka alim dalam lisannya tapi tidak dalam hati dan amaliahnya”

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda;

ﻣَﻦْ ﺗَﻌَﻠَّﻢَ ﻋِﻠْﻤًﺎ ﻣِﻤَّﺎ ﻳُﺒْﺘَﻐَﻰ ﺑِﻪِ ﻭَﺟْﻪُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻋَﺰَّ ﻭَﺟَﻞَّ ﻻَ ﻳَﺘَﻌَﻠَّﻤُﻪُ ﺇِﻻَّ ﻟِﻴُﺼِﻴﺐَ ﺑِﻪِ ﻋَﺮَﺿًﺎ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻟَﻢْ ﻳَﺠِﺪْ ﻋَﺮْﻑَ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ

“ Barangsiapa yang mempelajari suatu ilmu (belajar agama) yang seharusnya diharap adalah wajah Allah, tetapi ia mempelajarinya hanyalah untuk mencari harta benda dunia, maka dia tidak akan mendapatkan wangi surga di hari kiamat.” (HR. Abu Daud no. 3664, Ibnu Majah no. 252 dan Ahmad 2: 338)

Rasulullah saw. bersabda:

« ﺃَﻻَ ﺇِﻥَّ ﺷَﺮَّ ﺍﻟﺸَّﺮِّ ﺷِﺮَﺍﺭُ ﺍﻟْﻌُﻠَﻤَﺎﺀِ ﻭَﺇِﻥَّ ﺧَﻴْﺮَ ﺍﻟْﺨَﻴْﺮِ ﺧِﻴَﺎﺭُ ﺍﻟْﻌُﻠَﻤَﺎﺀِ »

Ingatlah, sejelek-jelek keburukan adalah keburukan ulama dan sebaik-baik kebaikan adalah kebaikan ulama. (HR ad-Darimi) .

Abu Hurairah ra. menuturkan hadis:

ﻣَﻦْ ﺃَﻛَﻞَ ﺑِﺎﻟْﻌِﻠْﻢِ ﻃَﻤَﺲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻴْﻨَﻴْﻪِ ( ﺃَﻭْ ﻭَﺟْﻬَﻪُ ﻓﻲِْ ﺭِﻭَﺍﻳَﺔِ ﺍﻟﺪَّﻳْﻠَﻤِﻲْ) ﻭَﻛَﺎﻧَﺖِ ﺍﻟﻨَّﺎﺭُ ﺃَﻭْﻟَﻰ ﺑِﻪِ

Siapa yang makan dengan (memperalat) ilmu, Allah MEMBUTAKAN KEDUA MATANYA (atau wajahnya di dalam riwayat ad-Dailami), dan neraka lebih layak untuknya. (HR Abu Nu‘aim dan ad-Dailami) .

Al Allamah Al-Minawi dalam Faydh al-Qadîr Syarah Jami’ Shogir dari Imam Syuyuthi , mengatakan:

“Bencana bagi umatku (datang) dari ulama sû’, yaitu ulama yang dengan ilmunya bertujuan mencari kenikmatan dunia, meraih gengsi dan kedudukan. Setiap orang dari mereka adalah tawanan setan. Ia telah dibinasakan oleh hawa nafsunya dan dikuasai oleh kesengsaraannya. Siapa saja yang kondisinya demikian, maka bahayanya terhadap umat datang dari beberapa sisi. Dari sisi umat; mereka mengikuti ucapan- ucapan dan perbuatan-perbuatannya. Ia
memperindah penguasa yang menzalimi manusia dan gampang mengeluarkan fatwa untuk penguasa. Pena dan lisannya mengeluarkan kebohongan dan kedustaan. Karena sombong, ia mengatakan sesuatu yang tidak ia ketahui.” ( Faydh al-Qadîr , VI/369.)

Karena semua itu, Hujjatu Islam Imam al-Ghazali mengingatkan;

“Hati-hatilah terhadap tipudaya ulama su’. Sungguh, keburukan mereka bagi agama lebih buruk daripada setan. Sebab, melalui merekalah setan mampu menanggalkan agama dari hati kaum Mukmin. Atas dasar itu, ketika Rasul saw ditanya tentang sejahat-jahat makhluk, Beliau menjawab, “Ya Allah berilah ampunan.” Beliau mengatakannya sebanyak tiga kali, lalu bersabda, “Mereka adalah ulama sû’ .”

*Yuk kita jaga dan pelihara mutiara paling mahal, yaitu ulama / org yg berilmu*

وَ فَضْلُ اْلعَالِمِ عَلَى اْلعَابِدِ كَفَضْلِ اْلقَمَرِ عَلَى سَائِرُ اْلكَوَاكِبِ, إِنَّ العُلَمَاءَ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ, إِنَّ اْْلأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوْا دِيْنَارًا وَلاَ دِرْهَمًا, إِنَّمَا وَرَّثُوْا اْلعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهَ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ

"Keutamaan orang yang berilmu dibanding dengan ahli ibadah, seperti keutamaan bulan purnama atas seluruh bintang-bintang. Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi. Sesungguhnya para nabi tidaklah mewariskan dinar dan dirham, (tetapi) mereka mewariskan ilmu. Barangsiapa mampu mengambilnya, berarti dia telah mengambil keberuntungan yang banyak." [HR.Abu Dawud (3641), At-Tirmidzi(2682)].

Bagaimana kedudukan hadits tentang mengusap tangan sampai sikut saat tayamum?

*Bagaimana kedudukan hadits tentang mengusap tangan sampai sikut saat tayamum?*

Jawab:

*Hadits-hadits yang dijadikan dalil mengusap tangan dalam tayammum sampai sikut diriwayatkan dari beberapa jalur shahabat, yaitu dari Ibnu Umar, Abu Umamah, Aisyah, Jabir bin Abdillah dan al-Asla’.*

⭕Hadits Ibnu Umar yang marfu’ dalam bab ini, semuanya dloif syadid (sangat dloif), sebab periwayatannya melalui rawi *Sulaiman bin Abi Dawud* (matrukul hadits). Jika tidak, maka melalui rawi *Sulaiman bin Arqom al-Anshori* (matrukul hadits) atau melalui *Ali bin Dlobyan al-Abasi* yang matrukul hadits juga. Jika tidak, maka pasti melalui *Sa’id bin Rasyid al-Mazini* yang matrukul hadits pula. Hadits ini tidak lepas dari salah satu ke-4 rawi matrukul hadits tersebut.
Sebutan matrukul hadits dialamatkan kepada para rawi hadits yang dituduh dusta dalam periwayatannya. (Nukhbatul fikri: 4/723) 

Contoh kutipan hadits-haditsnya sebagai berikut:

📚المستدرك على الصحيحين [1 : 179]

أَخْبَرَنَا حَمْزَةُ بْنُ الْعَبَّاسِ الْعَقَبِيُّ بِبَغْدَادَ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ عِيسَى الْمَدَايِنِيُّ، ثنا شَبَابَةُ بْنُ سَوَّارٍ، وَحدثنا مُحَمَّدُ بْنُ صَالِحِ بْنِ هَانِئٍ، ثنا إِبْرَاهِيمُ بْنُ إِسْحَاقَ، ثنا هَارُونُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، ثنا شَبَابَةُ، عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ أَبِي دَاوُدَ الْحَرَّانِيِّ، عَنْ سَالِمٍ، وَنَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، عَنِ النَّبِيِّ ص أَنَّهُ قَالَ فِي التَّيَمُّمِ: " ضَرْبَتَانِ: ضَرْبَةٌ لِلْوَجْهِ، وَضَرْبَةٌ لِلْيَدَيْنِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ ".
(إسناد شديد الضعف فيه سليمان بن أبي داود الحراني وهو متروك الحديث)

📚سنن الدارقطني [677]

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ إِسْمَاعِيلَ الأُبُلِّيُّ، ثنا الْهَيْثَمُ بْنُ خَالِدٍ، ثنا أَبُو نُعَيْمٍ، نا سُلَيْمَانُ بْنُ أَرْقَمَ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ سَالِمٍ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: " تَيَمَّمْنَا مَعَ النَّبِيِّ ص ضَرَبْنَا بِأَيْدِينَا عَلَى الصَّعِيدِ الطِّيبِ، ثُمَّ نَفَضْنَا أَيْدِيَنَا فَمَسَحْنَا بِهَا وُجُوهَنَا، ثُمَّ ضَرَبْنَا ضَرْبَةً أُخْرَى الصَّعِيدَ الطِّيبَ، ثُمَّ نَفَضْنَا أَيْدِيَنَا فَمَسَحْنَا بِأَيْدِينَا مِنَ الْمَرَافِقِ إِلَى الأَكُفِّ عَلَى مَنَابِتِ الشَّعْرِ مِنْ ظَاهِرٍ وَبَاطِنٍ "
(إسناد شديد الضعف فيه سليمان بن أرقم الأنصاري وهو متروك الحديث)

📚المعجم الكبير للطبراني [13366]

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ سَعِيدٍ الرَّازِيُّ، ثنا إِسْمَاعِيلُ بْنُ زُرَارَةَ الرَّقِّيُّ ، ثنا عَلِيُّ بْنُ ظَبْيَانَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ص: " التَّيَمُّمُ ضَرْبَتَانِ: ضَرْبَةٌ لِلْوَجْهِ، وَضَرْبَةٌ لِلْيَدَيْنِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ "
(إسناد شديد الضعف فيه علي بن ظبيان العبسي وهو متروك الحديث)

📚المطالب العالية بزوائد المسانيد الثمانية لابن حجر [157]

وَقَالَ أَبُو يَعْلَى حَدَّثَنَا شَيْبَانُ بْنُ فَرُّوخَ، ثنا سَعِيدُ بْنُ رَاشِدٍ، عَنْ عَطَاءٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما، قَالَ: " كَانَ النَّبِيُّ ص فِي سَفَرٍ، فَلَمَّا حَضَرَتِ الصَّلاةُ نَزَلَ الْقَوْمُ، فَبَصُرَ بِهِمْ رَاعٍ، فَضَرَبَ بِيَدِهِ الصَّعِيدَ، فَتَيَمَّمَ، ثُمَّ أَذَّنَ ". الْحَدِيثَ، فِيهِ ضَعِيفٌ
(إسناد شديد الضعف فيه سعيد بن راشد المازني وهو متروك الحديث)

⭕Hadits Abu Umamah

وَعَنْ أَبِي أُمَامَةَ، عَنِ النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَالَ: " «التَّيَمُّمُ ضَرْبَةٌ لِلْوَجْهِ، وَضَرْبَةٌ لِلْيَدَيْنِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ» ".
رَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ فِي الْكَبِيرِ، وَفِيهِ جَعْفَرُ بْنُ الزُّبَيْرِ، قَالَ شُعْبَةُ فِيهِ: وَضَعَ أَرْبَعَمِائَةِ حَدِيثٍ.

_“Tayammum itu, satu tepukan untuk wajah dan satu tepukan lain untuk kedua tangan sampai kedua sikut”._ (HR. Thobroni dalam Mu’jam Kabir)

Al-Haitsami dlm majma' jawa'id-nya  menjelasan bahwa dalam sanadnya ada rawi _Ja’far bin Zubair_ yang menurut keterangan Syu’bah, dia telah membuat 400 hadits palsu.

⭕Hadits Aisyah radliyallahu ‘anha,

حَدَّثَنَا بِهِ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ الْقُرَشِيُّ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ ثَابِتٍ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَكِيمٍ، وَمُحَمَّدُ بْنُ مَعْمَرٍ، قَالا: ثنا حَرَمِيُّ بْنُ عُمَارَةَ، ثنا الْحَرِيشُ بْنُ الْخِرِّيتِ، عَنِ ابْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ، عَنْ عَائِشَةَ، عَنِ النَّبِيِّ ص قَالَ: " فِي التَّيَمُّمِ ضَرْبَتَيْنِ، ضَرْبَةٌ لِلْوَجْهِ، وَضَرْبَةٌ لِلْيَدَيْنِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ ". قَالَ الْبَزَّارُ: لا نَعْلَمُهُ يُرْوَى عَنْ عَائِشَةَ إِلا مِنْ هَذَا الْوَجْهِ، وَالْحَرِيشُ أَخُو الزُّبَيْرِ بْنِ الْخِرِّيتِ، بَصْرِيٌّ (رواه البزار في كشف الأستار)

Terlihat dalam sanad hadits Aisyah diatas ada rawi,
1). _Harisy ibnul Hirrit_ (dloiful hadits) didloifkan Imam Bukhari, Abu Hatim dan Abu Zur’ah)
2). _Muhammad bin Tsabit_ (majhul Hal/tidak dikenal)
3). _Muhammad bin Abdil Malik_ (dituduh dusta), disebut pendusta oleh Imam Ahmad, Abu Hatim, Ibnu Hibban, Ibnu Thohir dll.

⭕Hadits Jabir bin Abdillah

عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ، عَنْ جَابِرٍ، عَنِ النَّبِيِّ ص قَالَ: " التَّيَمُّمُ: ضَرْبَةٌ لِلْوَجْهِ، وَضَرْبَةٌ لِلذِّرَاعَيْنِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ ". (رواه الدارقطني في سننه)

Hadits Jabir ini yang paling mending, rawi-rawinya yang ada dalam sanad nampak tsiqot dan hasan, hanya saja terputus periwatan sanadnya antara Abu Zubair dengan Jabir. _Abu Zubair_ adalah rawi hasan dengan karakter suka nyembunyiin rawi guru yang sebenarnya (mudallis). Jika shighat periwayatannya mengunakan “an”, maka sanadnya dihukumi terputus (munqothi’).

⭕Hadits Asla’

أَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ، أنا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ الْحَسَنِ الْقَاضِي، ثنا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْحُسَيْنِ، ثنا آدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاسٍ، ثنا الرَّبِيعُ بْنُ بَدْرٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ، عَنْ رَجُلٍ، يُقَالُ لَهُ: الأَسْلَعُ، قَالَ: كُنْتُ أَخْدُمُ النَّبِيَّ ص فَأَتَاهُ جِبْرِيلُ بِآيَةِ التَّيَمُّمِ، فَأَرَانِي رَسُولُ اللَّهِ ص كَيْفَ الْمَسْحُ لِلتَّيَمُّمِ، فَضَرَبْتُ بِيَدِي الأَرْضَ ضَرْبَةً وَاحِدَةً، فَمَسَحْتُ بِهِمَا وَجْهِي، ثُمَّ ضَرَبْتُ بِهِمَا الأَرْضَ، فَمَسَحْتُ بِهِمَا يَدِيَّ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ ". (رواه البيهقي في السنن الكبرى)

Dalam sanad hadits diatas ada _Kakek dan bapaknya Rabi bin Badr_, keduanya majhul (tidak dikenal), _Rabi bin Badr_ sendiri  berstatus matrukul hadits, dan _Abdurahman bin al-Hasan al-Qodli_ yang dituduh pendusta oleh para ulama hadits jaman old.

Dengan kenyataan bahwa hadits tayammum sampai kedua sikut semuanya tidak ada yang shahih/hasan. Maka pendapat fuqoha kelompok kedua yaitu, Hanafiyah, Malikiyah dan Syafi’iyah tidak bisa diamalkan/diikuti bagi yang sudah faham. Pendapat ini menyelisihi sunnah yang diriwayatkan dalam hadits Ammar bin Yasir yang shahih dari Nabi saw bahwa tayammum hanya dengan satu tepukan untuk mengusap wajah dan kedua telapak tangan sampai pergelangan.

Wallahu A’lam bish-Showab.

Adakah dalil sholat tahajud berjama'ah?

*adakah dalil tentang Rasulullaah saw shalat tahajjud berjamaah?*

Jawab:

Dalil² bhwa Rasulullaah Saw pernah berjamaah shalat tahajjud dgn bbrpa sahabat

1. Berjama’ah dengan Hudzaifah bin Al-Yamaanradliyallaahu ‘anhu.

عَنْ حُذَيْفَةَ، قَالَ: صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ لَيْلَةٍ، فَافْتَتَحَ الْبَقَرَةَ، فَقُلْتُ يَرْكَعُ عِنْدَ الْمِائَةِ، ثُمَّ مَضَى، فَقُلْتُ: يُصَلِّي بِهَا فِي رَكْعَةٍ، فَمَضَى، فَقُلْتُ: يَرْكَعُ بِهَا، ثُمَّ افْتَتَحَ النِّسَاءَ فَقَرَأَهَا، ثُمَّ افْتَتَحَ آلَ عِمْرَانَ فَقَرَأَهَا، يَقْرَأُ مُتَرَسِّلًا، إِذَا مَرَّ بِآيَةٍ فِيهَا، تَسْبِيحٌ سَبَّحَ، وَإِذَا مَرَّ بِسُؤَالٍ سَأَلَ، وَإِذَا مَرَّ بِتَعَوُّذٍ تَعَوَّذَ......

Dari Hudzaifah, ia berkata : “Aku pernah shalat bersama Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam di suatu malam. Beliau memulai shalat dengan bacaan surat Al-Baqarah. Aku berkata (dalam hati) : ‘Beliau akan rukuk ketika selesai membaca seratus ayat’. Kemudian berlalulah seratus ayat (dan beliau belum rukuk). Aku berkata (dalam hati) lagi : ‘Beliau akan membaca surat Al-Baqarah dalam satu raka’at’. Kemudian berlalu surat Al-Baqarah (dan beliau belum rukuk). Aku berkata (dalam hati) lagi : ‘Beliau akan rukuk’. Kemudian beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam malah mulai membaca surat An-Nisaa’. Setelah selesai, lalu mulai lanjut dengan surat Aali ‘Imraan. Beliau membacanya dengan bacaan yang bagus (tartiil). Apabila beliau melewati ayat-ayat yang terkandung anjuran untuk bertasbih, maka beliau pun bertasbih. Dan apabila melewati ayat-ayat anjuran untuk berdoa (memohon), maka beliau pun berdoa (memohon). Dan apabila melewati ayat-ayat anjuran untuk berlindung diri, maka beliau pun berdoa memohon perlindungan….” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 772].

2. Berjama’ah dengan ‘Abdullah bin Al-‘Abbaasradliyallaahu ‘anhumaa.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: " بِتُّ فِي بَيْتِ خَالَتِي مَيْمُونَةَ بِنْتِ الْحَارِثِ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَهَا فِي لَيْلَتِهَا، فَصَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعِشَاءَ، ثُمَّ جَاءَ إِلَى مَنْزِلِهِ فَصَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ، ثُمَّ نَامَ، ثُمَّ قَامَ، ثُمَّ قَالَ: نَامَ الْغُلَيِّمُ أَوْ كَلِمَةً تُشْبِهُهَا، ثُمَّ قَامَ، فَقُمْتُ عَنْ يَسَارِهِ فَجَعَلَنِي عَنْ يَمِينِهِ، فَصَلَّى خَمْسَ رَكَعَاتٍ، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ نَامَ حَتَّى سَمِعْتُ غَطِيطَهُ أَوْ خَطِيطَهُ، ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الصَّلَاةِ "

Dari Ibnu ‘Abbaas, ia berkata : “Aku pernah menginap di rumah bibiku, Maimunah bin Al-Harits, istri Nabishallallaahu ’alaihi wa sallam; dan ketika itu beliau berada di rumah bibi saya itu. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat ‘Isya’ (di masjid), kemudian beliau pulang, lalu beliau mengerjakan shalat sunnah empat raka’at. Setelah itu beliau tidur, lalu beliau bangun dan bertanya : ‘Apakah anak laki-laki itu (Ibnu ‘Abbas) sudah tidur ?’ -  atau beliau mengucapkan kalimat yang semakna dengan itu. Kemudian beliau berdiri untuk melakukan shalat, lalu aku berdiri di sebelah kiri beliau untuk bermakmum. Akan tetapi kemudian beliau menjadikanku berposisi di sebelah kanan beliau. Beliau shalat lima raka’at, kemudian shalat lagi dua raka’at, kemudian beliau tidur. Aku mendengar suara dengkurannya yang samar-samar. Tidak berapa lama kemudian beliau bangun, lalu pergi ke masjid untuk melaksanakan shalat shubuh” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 117 dan Muslim no. 763].

3. Berjama’ah dengan Anas dan ibunya, dan bibinyaradliyallaahu ‘anhum.

عَنْ أَنَسٍ، قال: دَخَلَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا هُوَ إِلَّا أَنَا وَأُمِّي وَالْيَتِيمُ وَأُمُّ حِرَامٍ خَالَتِي فَقَالَ: " قُومُوا فَلِأُصَلِّيَ بِكُمْ " قَالَ: " فِي غَيْرِ وَقْتِ صَلَاةٍ " قَالَ: فَصَلَّى بِنَا

Dari Anas, ia berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam masuk menemui kami, dan tidak ada orang di dalam rumah kecuali aku, ibuku, seorang anak yatim, serta Ummu Haraam – bibiku - . Beliaushallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda ‘Berdirilah kalian, aku akan shalat bersama kalian”. Anas berkata : ‘(Hal tersebut dilakukan) di luar waktu shalat (wajib)". Lalu beliau pun shalat bersama kami[Diriwayatkan oleh Muslim no. 660 dan An-Nasaa’iy no. 802].

4. Berjama’ah dengan ‘Abdullah bin Mas’uudradliyallaahu ‘anhu.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً فَلَمْ يَزَلْ قَائِمًا حَتَّى هَمَمْتُ بِأَمْرِ سَوْءٍ، قُلْنَا: وَمَا هَمَمْتَ، قَالَ: هَمَمْتُ أَنْ أَقْعُدَ وَأَذَرَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Dari ‘Abdullah (bin Mas’uud) radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : “Aku pernah shalat bersama Nabishallallaahu ‘alaihi wa sallam di suatu malam. Beliau terus saja berdiri hingga aku terbetik niat yang jelek”. Kami berkata (kepada Ibnu Mas’uud) : "Apa niat jelekmu itu?". Ibnu Mas’uud menjawab : "Aku berniat untuk duduk dan meninggalkan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam (karena terlalu lamanya beliau shalat)" [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1135 dan Muslim no. 773].

5. Berjama’ah dengan ‘Auf bin Maalik Al-Asyja’iyradliyallaahu ‘anhu.

عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ الْأَشْجَعِيِّ، قَالَ: قُمْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً. فَقَامَ فَقَرَأَ سُورَةَ الْبَقَرَةِ لَا يَمُرُّ بِآيَةِ رَحْمَةٍ إِلَّا وَقَفَ فَسَأَلَ، وَلَا يَمُرُّ بِآيَةِ عَذَابٍ إِلَّا وَقَفَ فَتَعَوَّذَ......

Dari ‘Auf bin Maalik Al-Asyja’iy, ia berkata : Aku pernah berdiri shalat bersama Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam di suatu malam. Beliau berdiri membaca surat Al-Baqarah. Tidaklah beliau melewati ayat-ayat rahmat kecuali berhenti dan berdoa memohon (rahmat kepada Allah). Dan tidaklah beliau melewati ayat-ayat ‘adzab kecuali berhenti dan meminta perlindungan (kepada Allah)….” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 873, An-Nasaa’iy no. 1049 & 1132, dan yang lainnya; dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albaaniy dalamShahiih Sunan Abi Daawud 1/274].

6. Dan yang lainnya.

Ibnu Qudaamah rahimahullah berkata :

يَجُوزُ التَّطَوُّعُ جَمَاعَةً وَفُرَادَى ؛ { لِأَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَلَ الْأَمْرَيْنِ كِلَيْهِمَا ، وَكَانَ أَكْثَرُ تَطَوُّعِهِ مُنْفَرِدًا ، وَصَلَّى بِحُذَيْفَةَ مَرَّةً ، وَبِابْنِ عَبَّاسٍ مَرَّةً ، وَبِأَنَسٍ وَأُمِّهِ وَالْيَتِيمِ مَرَّةً ، وَأَمَّ أَصْحَابَهُ فِي بَيْتِ عِتْبَانَ مَرَّةً ، وَأَمَّهُمْ فِي لَيَالِي رَمَضَانَ ثَلَاثًا } ، وَسَنَذْكُرُ أَكْثَرَ هَذِهِ الْأَخْبَارِ فِي مَوَاضِعِهَا إنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى ، وَهِيَ كُلُّهَا صِحَاحٌ جِيَادٌ

“Diperbolehkan shalat sunnah (nafilah) secara berjama’ah maupun sendirian, karena Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan kedua hal tersebut. Namun kebanyakan shalat sunnah yang beliau lakukan adalah sendirian (munfarid). Beliau pernah shalat (berjama’ah) dengan Hudzaifah, Ibnu ‘Abbaas, Anas bersama ibunya dan anak yatim, serta mengimami shahabat-shahabatnya di rumah ‘Utbaan. Beliau juga pernah mengimami mereka (para shahabat) selama tiga malam pada bulan Ramadlaan. Dan kami akan menyebutkan kebanyakan riwayat-riwayat dimaksud pada tempatnya, insya Allahu ta’ala – yang kesemuanya adalah shahih lagi bagus” [Al-Mughniy, 1/811].

Bolehkah ibadah dgn mengharap amal dan surga?

*Bolehkah ibadah dgn mengharap amal dan surga?*

Terdapat bbrpa org / kelompok yg berkeyakinam bhwa ibadah harus ikhlas karena Allah Swt tanpa mengharal apapun, walaupun mengharaf amal dan surga

Sangkaan ibadah mengharap amal / surga itu akan merusak keikhlasan.

Pendapat atau seperti ini sangat keliru dan salah, menimbang bnyknya dalil / faktor bhwa Rasulullah Saw mengajarkan bhwa ibadah itu harus mengharap surga.

Ana akan memaparkan bbrpa bentuk dari sebuah pemahaman.

Pertama : Beramal dalam rangka mencari surga.

Sebagian orang terlalu berlebihan dan salah faham tentang keikhlasan. Orang yang beramal sholeh karena mencari surga dinamakan oleh Robi'ah al-'Adawiyah dengan "Pekerja yang buruk". Ia berkata:

مَا عَبَدْتُهُ خَوْفًا مِنْ نَارِهِ وَلاَ حُبًّا فِي جَنَّتِهِ فَأَكُوْنَ كَأَجِيْرِ السُّوْءِ، بَلْ عَبَدْتُهُ حُبًّا لَهُ وَشَوْقًا إِلَيهِ

"Aku tidaklah menyembahNya karena takut neraka, dan tidak pula karena berharap surgaNya sehingga aku seperti pekerja yang buruk. Akan tetapi aku menyembahNya karena kecintaan dan kerinduan kepadaNya" (Ihyaa' Uluum ad-Diin 4/310)

Demikian juga Al-Gozali mensifati orang yang seperti ini dengan orang yang ablah (dungu). Ia barkata,

فَالْعَامِلُ ِلأَجْلِ الْجَنَّةِ عَامِلٌ لِبَطْنِهِ وَفَرْجِهِ كَالْأَجِيْرِ السُّوْءِ وَدَرَجَتُهُ دَرَجَةُ الْبَلَهِ وَإِنَّهُ لَيَنَالُهَا بِعَمَلِهِ إِذْ أَكْثَرُ أَهْلِ الْجَنَّةِ الْبَلَهُ وَأَمَّا عِبَادَةُ ذَوِي الْأَلْبَابِ فَإِنَّهَا لاَ تُجَاوِزُ ذِكْرَ اللهِ تَعَالَى وَالْفِكْرِ فِيْهِ لِجَمَالِهِ ... وَهَؤُلاَءِ أَرْفَعُ دَرَجَةً مِنَ الْاِلْتِفَاتِ إِلَى الْمَنْكُوْحِ وَالْمَطْعُوْمِ فِي الْجَنَّةِ

"Seseorang yang beramal karena surga maka ia adalah seorang yang beramal karena perut dan kemaluannya, seperti pekerja yang buruk. Dan derajatnya adalah derajat al-balah (orang dungu), dan sesungguhnya ia meraih surga dengan amalannya, karena kebanyakan penduduk surga adalah orang dungu. Adapun ibadah orang-orang ulil albab (yang cerdas) maka tidaklah melewati dzikir kepada Allah dan memikirkan tentang keindahanNya….maka mereka lebih tinggi derajatnya dari pada derajatnya orang-orang yang mengharapkan bidadari dan makanan di surga" (Ihyaa Uluumid Diin 3/375)

Tentunya ini adalah pendapat yang keliru. Bisa ditinjau dari beberapa sisi:

Pertama : Allah telah mensifati para nabi dan juga pemimpin kaum mukminin bahwasanya mereka beribadah kepada Allah dalam kondisi takut dan berharap. Allah berfirman

أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا (٥٧)

Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; Sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti.(QS Al-Isroo : 57)

Allah berfirman tentang 'Ibaadurrohman bahwasanya mereka takut dengan adzab neraka

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا (٦٥)

Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan Kami, jauhkan azab Jahannam dari Kami, Sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal".(QS Al-Furqoon : 65)

Nabi Ibrahim 'alaihis salaam berkata dalam doanya

وَاجْعَلْنِي مِنْ وَرَثَةِ جَنَّةِ النَّعِيمِ (٨٥)وَاغْفِرْ لأبِي إِنَّهُ كَانَ مِنَ الضَّالِّينَ (٨٦)وَلا تُخْزِنِي يَوْمَ يُبْعَثُونَ (٨٧)

Dan Jadikanlah aku Termasuk orang-orang yang mempusakai surga yang penuh kenikmatan, Dan ampunilah bapakku, karena Sesungguhnya ia adalah Termasuk golongan orang-orang yang sesat, dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan.(QS Asy-Syu'aroo 85-87)

Allah memuji Nabi Zakariya dan juga Nabi Yahya 'alaihima as-salam dalam firmanNya

إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ (٩٠)

Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. dan mereka adalah orang-orang yang khusyu' kepada kami. (QS Al-Anbiyaa : 90)

Demikian juga Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam terlalu banyak doa-doa beliau meminta surga dan terjauhkan dari neraka.

Kedua : Bahkan Allah mensifati para ulil albab (orang-orang yang berakal dan cerdas) bahwasanya mereka takut dengan adzab neraka dan mengharapkan janji Allah. Yang ini jelas bantahan terhadap Al-Ghozali yang menganggap orang yang mengharapkan surga dan takut neraka sebagai orang yang dungu.

الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (١٩١)رَبَّنَا إِنَّكَ مَنْ تُدْخِلِ النَّارَ فَقَدْ أَخْزَيْتَهُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ (١٩٢)رَبَّنَا إِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِي لِلإيمَانِ أَنْ آمِنُوا بِرَبِّكُمْ فَآمَنَّا رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الأبْرَارِ (١٩٣)رَبَّنَا وَآتِنَا مَا وَعَدْتَنَا عَلَى رُسُلِكَ وَلا تُخْزِنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّكَ لا تُخْلِفُ الْمِيعَادَ (١٩٤)

(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka. Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya Barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, Maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongpun. Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya Kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu): "Berimanlah kamu kepada Tuhanmu", Maka Kamipun beriman. Ya Tuhan Kami, ampunilah bagi Kami dosa-dosa Kami dan hapuskanlah dari Kami kesalahan-kesalahan Kami, dan wafatkanlah Kami beserta orang-orang yang banyak berbakti. Ya Tuhan Kami, berilah Kami apa yang telah Engkau janjikan kepada Kami dengan perantaraan Rasul-rasul Engkau. dan janganlah Engkau hinakan Kami di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji." (QS Ali 'Imroon : 191-194)

Ketiga : Setelah Allah menyebutkan tentang kenikmatan-kenikmatan di surga lalu Allah memerintahkan para hambaNya untuk saling berlomba-lomba dalam memperolehnya.

وَفِي ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ (٢٦)

dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba. (QS Al-Muthoffifin : 26)

Keempat : Terlalu banyak ayat dalam al-Qur'an yang menjelasan tentang nikmat-nikmat surga. Maka jika seseorang tercela mengharapkan kenikmatan surga maka seakan-akan Allah telah menyesatkan hamba-hambaNya dengan mengiming-iming mereka dengan nikmat surga. Demikian juga halnya Allah sering menyebutkan tentang perihnya adzab neraka.

Kelima : Diantara kenikmatan surga –bahkan yang merupakan puncak kenikmatan- adalah melihat wajah Allah. Karenanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam meminta kepada Allah nikmat ini, sebagaimana dalam doanya :

وَأَسْأَلَُك لَذَّةَ النَّظْرِ إِلَى وَجْهِكَ وَالشَّوْقَ إِلَى لِقَائِكِ

"Dan aku memohon keledzatan memandang wajahMu, dan kerinduan untuk bertemu denganMu" (HR An-Nasaai no 1305 dan dishahihkan oleh Al-Albani)

Orang yang mengaku tidak berharap kenikmatan surga, maka apakah ia tidak ingin melihat wajah Allah?

Keenam : Banyak hadits yang mempersyaratkan "pengharapan ganjaran dari Allah" pada sebuah amalan.

Contohnya sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

"Barang siapa yang berpuasa di bulan ramadhan karena keimanan dan berharapmaka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu" (HR Al-Bukhari no 38 dan Muslim no 760)

مَنِ اتَّبَعَ جَنَازَةَ مُسْلِمٍ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا) حَتَّى يُصَلَّى عَلَيْهَا فَلَهُ قِيْرَاطٌ، وَمَنْ شَهِدَهَا حَتَّى تُدْفَنَ فَلَهُ قِيْرَاطَانِ (مِنَ الأَجْرِ)، قِيْلَ: (يَا رَسُوْلَ اللهِ) وَمَا الْقِيْرَاطَانِ؟ قَالَ: مِثْلُ الْجَبَلَيْنِ الْعَظِيْمَيْنِ

"Barangsiapa yang mengikuti janazah muslim karena keimanan dan mengharapkan (ganjaran dari Allah) hingga disholatkan jenazah tersebut maka bagi dia qirot pahala, dan barangsiapa yang menghadiri janazah hingga dikubur maka baginya dua qirot pahala". Maka dikatakan, "Wahai Rasulullah, apa itu dua qirot?", Nabi berkata, "Seperti dua gunung besar" (HR Al-Bukhari no 47)

Al-Khotthoobi berkata

احْتِسَابًا أَيْ عَزِيْمَةً وَهُوَ أَنْ يَصُوْمَهُ عَلَى مَعْنَى الرَّغْبَةِ فِي ثَوَابِهِ

"Ihtisaaban" yaitu azimah (tekad) maksudnya ia berpuasa karena berharap pahala dari Allah" (Fathul Baari 4/115)

*Jadi, beribadahlah dengan mengharaf amal pahala dan surga*

Hukum istilam pada thowaf?

Iya, istilam dilakukan selama putaran thowaf. 7x putaran berarti di sunnahkan untuk istilam sebanyak 7x.

Keumumam dalil:

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhum, ia berkata:

لَمْ أَرَ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – يَسْتَلِمُ مِنَ الْبَيْتِ إِلاَّ الرُّكْنَيْنِ الْيَمَانِيَيْنِ .

“Aku tidak pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyentuh sesuatu dari Ka’bah kecuali dua rukun Yamani  (yaitu Hajar Aswad dan Rukun Yamani)“.  (HR. Bukhari no. 1609 dan Muslim no. 1267)

Jumhur ulama menetapkan hukumnya sunnah istilam sebanyak 7x.

*Istilam rukun yamani = cukup dengan menempelkan telapak tangan*

*Istilam hajar aswad dgn menempelkan telapak tangan dan menciumnya*

*Jika tidak bisa menempelkan dgn tangan dan atau menciumnya, maka dgn isyarat melambaikan tangan*

Waktu sholat malam?

Waktu shalat tahajjud / witir / qiyamullail:

Hadits Aisyah radhiyallahu’anha, beliau berkata,

مِنْ كُلِّ اللَّيْلِ أَوْتَرَ رَسُول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مِنْ أَوَّلِ اللَّيْلِ وَأَوْسَطِهِ وَآخِرِهِ وَانْتَهَى وِتْرُهُ إلَى السَّحَرِ

“Setiap malam Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam melakukan sholat witir, baik di awal malam, pertengahannya, atau di akhirnya. Dan berakhir waktu witir beliau sampai waktu sahur.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]

Dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَيُّكُمْ خَافَ أَنْ لاَ يَقُومَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ فَلْيُوتِرْ ثُمَّ لْيَرْقُدْ وَمَنْ وَثِقَ بِقِيَامٍ مِنَ اللَّيْلِ فَلْيُوتِرْ مِنْ آخِرِهِ فَإِنَّ قِرَاءَةَ آخِرِ اللَّيْلِ مَحْضُورَةٌ وَذَلِكَ أَفْضَلُ

“Siapa di antara kalian yang khawatir tidak bisa bangun di akhir malam, hendaklah ia mengerjakan witir, baru kemudian tidur. Dan siapa yang yakin akan terbangun di akhir malam, hendaklah ia mengerjakan witir di akhir malam karena bacaan di akhir malam dihadiri (oleh para Malaikat) dan itu tentu lebih utama.” (HR. Muslim no. 755)

Dari Abu Qotadah, ia berkata,

أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ لأَبِى بَكْرٍ « مَتَى تُوتِرُ » قَالَ أُوتِرُ مِنْ أَوَّلِ اللَّيْلِ. وَقَالَ لِعُمَرَ « مَتَى تُوتِرُ ». قَالَ آخِرَ اللَّيْلِ. فَقَالَ لأَبِى بَكْرٍ « أَخَذَ هَذَا بِالْحَزْمِ ». وَقَالَ لِعُمَرَ « أَخَذَ هَذَا بِالْقُوَّةِ ».

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada Abu Bakar, ”Kapankah kamu melaksanakan witir?” Abu Bakr menjawab, “Saya melakukan witir di permulaan malam”. Dan beliau bertanya kepada Umar, “Kapankah kamu melaksanakan witir?” Umar menjawab, “Saya melakukan witir pada akhir malam”. Kemudian beliau berkata kepada Abu Bakar, “Orang ini melakukan dengan penuh hati-hati.” Dan kepada Umar beliau mengatakan, “Sedangkan orang ini begitu kuat.” (HR. Abu Daud no. 1434 dan Ahmad 3: 309)

*Keterangan*

1. Jika melaksanakan witir dulu kemudian tidur, lantas tahajjudnya terlewat karna ketiduran, maka ia mendapatkan pahala witirnya

2. Jika melaksanakan tahajjud dulu (misal 4 rakaat dulu) setelah shalat isya, kemudian tidur, lantas kesiangan tdk melaksanakan witirnya, maka tdk mendapatkan pahala apapun