Tahqiq tentang Jumlah raka’at shalat Dhuha
--------------------
Shalat Dhuha adalah shalat Sunnah yang dilaksanakan pada waktu dhuha (pagi hari). Shalat dhuha disebut juga shalat awwabin (HR. Muslim 748) atau bila dilakukan diawal pagi disebut shalat Isyraq.
Waktu pelaksanaannya mulai dari menaiknya matahari setelah terbit seukuran tombak atau ¼ jam setelah terbit sampai waktu menjelang tergelincir matahari. Waktu yang paling utama darinya adalah pas seperempat hari pertama, ketika anak unta beranjak mulai kepanasan sinar matahari (kalo di Arab), kira-kira jam 9 pagi (HR. Muslim 748).
Shalat Dhuha hukumnya sunnah Mu’akkadah (sangat dianjurkan) (HR. Bukhari 1178, Muslim 721, 722). Rasulullah saw sering melaksanakan shalat dhuha tetapi tidak mendawamkannya karena khawatir dijadikan wajib oleh Allah (HR. Bukhari 1128, Muslim 718) atau khawatir dianggap wajib oleh umatnya.
Diantara hikmah disyari’akannya, menurut Ibnul Qoyyim agar setiap seperempat hari yang dilalui manusia tidak kosong melaksanakan Ibadah kepada Allah.
Berapakah Jumlah rakaatnya?
Jumlah rakaat shalat dhuha genap, minimal 2 rakaat. Berikut ini dalilnya:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قالَ: أوْصَانِي خَلِيلِي - صلى الله عليه وسلم - بِثَلاثٍ: بِصِيَامِ ثَلاثَةِ أيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ، وَرَكْعَتَيِ الضُّحَى، وَأنْ أُوتِرَ قَبْلَ أنْ أرْقُدَ. (متفق عليه)
Dari Abu Hurairah katanya; _"Sahabat akrabku shallallahu 'alaihi wasallam mewasiatkan kepadaku untuk melakukan tiga hal, puasa tiga hari tiap bulan, dua rakaat dhuha, dan melakukan shalat witir sebelum tidur."_ (HR. Bukhari 1178 dan Muslim 721)
boleh 4 rakaat atau lebih (dua rakaat dua rakaat), berdasarkan hadits berikut:
وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْها قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللهِ - صلى الله عليه وسلم - يُصَلِّي الضُّحَى أرْبَعاً، وَيَزِيدُ مَا شَاءَ اللهُ. أخرجه مسلم
_Dari 'Aisyah katanya; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah melakukan shalat dhuha sebanyak empat rakaat, dan terkadang beliau menambah sekehendak Allah."_ (HR. Muslim 719)
Boleh dilaksanakan 8 rakaat (dua rakaat dua rakaat) sesuai hadits berikut:
وَعَنْ أُمِّ هَانِئٍ رَضِيَ اللهُ عَنْها قَالَتْ: إِنَّ النَّبِيَّ - صلى الله عليه وسلم - دَخَلَ بَيْتَهَا يَوْمَ فَتْحِ مَكَّةَ، فَاغْتَسَلَ، وَصَلَّى ثَمَانِيَ رَكَعَاتٍ، فَلَمْ أَرَ صَلاَةً قَطُّ أَخَفَّ مِنْهَا، غَيْرَ أَنَّهُ يُتِمُّ الرُّكُوعَ وَالسُّجُودَ. متفق عليه
_Dari Ummu Hani' radliyallahu ‘anha, dia menceritakan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah memasuki rumahnya pada saat penaklukan Makkah, kemudian Beliau shallallahu 'alaihi wasallam mandi lalu shalat delapan raka'at" seraya menjelaskan: "Aku belum pernah sekalipun melihat Beliau melaksanakan shalat yang lebih ringan dari pada saat itu, namun Beliau tetap menyempurnakan ruku' dan sujudnya_. (HR. Bukhari 1176, Muslim 336)
Ada fukoha dari kalangan hanafiyah dan sebagian syafiiyah serta satu riwayat dari kalangan hanabilah membatasi maksimalnya sampai hanya 12 Rokaat (dua rakaat dua rakaat), berdasarkan hadits berkut:
عَنْ أَبِي ذَرٍّ، وَهُوَ يَرْفَعْهُ إِلَى النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَالَ : " مَنْ صَلَّى الضُّحَى سَجْدَتَيْنِ لَمْ يُكْتَبْ مِنَ الْغَافِلِينَ، وَمَنْ صَلَّى أَرْبَعًا كُتِبَ مِنَ الْقَانِتِينَ، وَمَنْ صَلَّى سِتًّا كُفِيَ ذَلِكَ الْيَوْمَ، وَمَنْ صَلَّى ثَمَانِيًا كَتَبَهُ اللَّهُ الْعَابِدِينَ ، وَمَنْ صَلَّى ثِنْتَيْ عَشْرَةَ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ.
Dari Abu Dzarr , dia memarfukannya kepada Nabi saw, beliau bersabda: _Barangsiapa melakukan shalat dhuha 2 rakaat dia tidak akan dicatat dari golongan orang yang lalai, barangsiapa yang melakukannya 4 rakaat, dia pasti dicatat dari orang-orang yang taat, barangsiapa yang melakukannya 6 rakaat cukuplah kebaikan hari itu baginya, barangsiapa yang melakukannya 8 rakaat, Allah mencatatnya dari golongan ahli beribadah, barangsiapa yang melakukannya 12 rakaat, Allah membangunkan baginya rumah di Surga_. (HR. Baihaqi dalam sunan shaghir 837)
Namun hadits ini dloif sebab dalam sanadnya terbadap rawi majhul (tidak dikenal) yaitu Zaid bin Salim serta rawi yang disepakati dloif yaitu Sholt bin Salim.
Diriwayatkan pula oleh Abu Nuaem namun sama dloifnya sebab ada rawi majhul lainnya yaitu al-Hasan bin Atho’.
Imam Tirmidzi dalam jami’nya 1380, meriwayatkan juga secara ringkas dari Anas bin Malik, tetapi sama dloifnya, lagi-lagi ada rawi majhul bernama Musa bin Hamzah. Dan Nama rawi ini dalam mujam Shaghir Thabroni 182 dibalik jadi Hamzah bin Musa.
Sama dloifnya yang dikeluarkan oleh Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq, dengan rawi majhul bernama Fathimah bintu Nashir.
Pendapat yang kuat dalam hal ini adalah pendapat fuqoha yang menyatakan jumlah raka’at maksimal shalat Dhuha tidak dibatasi, bisa lebih dari 12 rakaat apabila cukup waktu dan kesempatannya, berdasarkan hadits riwayat Imam Muslim dari A’isyah diatas (No. 2).
Wallahu A’lam.